Karya paper artist Dewi Kucu sangat berbeda dengan yang lain. Karena ia selalu membubuhkan filosofi bermuatan budaya Cina dan Indonesia. Di bawah label Cutteristic, ia menawarkan dekorasi atau cendera mata alternatif buatan tangan dari kertas dan cutter.
Paper
art
atau paper cutting adalah kesenian
tradisional Cina yang sudah ada sejak kertas pertama kali ditemukan. Di sana,
mereka menggunakan gunting kecil dan kertas roti tipis. Namun dalam membuat paper art, Dewi lebih memilih
menggunakan cutter, agar bisa
menjangkau area-area kecil. Inilah mengapa ia memilih nama Cutteristic pada
usahanya, karena dalam membuat sesuatu yang artistik, ia memang selalu
menggunakan cutter.
Awal
ketertarikan Dewi pada seni paper art
bermula ketika suatu hari dia melihat foto paper
cutting sederhana di salah satu majalah, yang bentuknya mirip kartu ucapan
Natal. Dari situlah, Dewi berpikir untuk mencoba membuatnya sendiri. Ia mencobanya
dari gambar yang sederhana seperti tokoh kartun.
Ketika
itu Dewi juga masih bekerja di sebuah perusahaan interior besar. Ia pun
memanfaatkan kertas-kertas bekas katalog di kantornya untuk membuat paper cutting. Di karya kedua, ia mulai
mencoba memakai cutter. Ternyata
hasilnya jauh lebih rapih dan lebih cepat daripada menggunakan gunting. Di
karya ketiga, Dewi mulai membuat paper
cutting yang lebih detail dengan banyak lekukan. Semua kegiatannya itu ia
lakukan hanya di kala waktu senggang saja.
Sejak
kecil, Dewi memang sudah menyukai bidang keterampilan. Saat isu daur ulang
mulai marak, ia sudah mengumpulkan kardus bekas, tali rami, dan bahan lain.
Dari benda-benda itu ia berusaha membuat sesuatu, seperti tempat tisu, tempat cotton bud, dan gelang. Selain itu ia
juga suka menggambar, menyulam, dan merajut.
Dewi
mengaku hobinya membuat keterampilan menurun dari ibunya, yang juga sangat suka
membuat keterampilan. Namun lucunya, ketika ia mulai membuat paper art, Ibunya protes karena membuat
rumahnya menjadi berantakan dengan sampah-sampah kertas. Tapi sekarang, sang
ibu justru senang dengan pekerjaannya, karena dengan karyanya ini nama Dewi
Kucu jadi dikenal sebagai seorang paper
artist.
Menjadikan
karya paper art sebagai bisnis, bermula
dari niat Dewi yang ingin memberikan kado untuk keponakannya yang berulang
tahun atau temannya yang menikah, berupa karya paper art buatannya. Ternyata dari situ, mulai banyak yang memesan paper
art padanya. Mungkin kado itu dinilai unik dan personal. Orang-orang yang
memesan karyanya, lalu memberitahukan ke teman-temanya yang lain. Promosi dari
mulut ke mulut pun berlangsung, hingga makin banyak orang yang mengenal
karyanya. Selain menerima beberapa pesanan dari teman dan saudaranya, Dewi juga
rajin mengikuti pameran dan bazar kecil. Setelah itu ia mulai merambah bisnis
online dengan membuat website www.cutteristic.com.
Setelah
membuat website, Dewi pun semakin
gencar mempromosikan usahanya. Suatu
hari, ia iseng me-mention foto karyanya
ke akun twitter beberapa majalah interior. Ternyata ada salah satu majalah yang
meresponsnya dengan sangat bagus, dan langsung mengajaknya kerja sama. Setelah
itu, pesanan yang diterimanya pun mengalir semakin deras.
Dalam
membuat pesanan karya paper art, Dewi
memang hanya menggunakan cutter dan
kertas art paper. Namun ia masih juga
menggunakan bahan kertas bekas, bila karyanya itu hanya untuk dijadikan koleksi
pribadi. Cutter yang ia gunakan pun
juga cutter biasa yang banyak dijual
di pasaran. Hanya saja, cutter yang
dimilikinya memiliki bantalan di area telunjuk, karena intensitas tekanan di
area itu cukup tinggi, dan untuk mencegah jarinya kapalan. Pasalnya, untuk
membuat satu area kecil saja dalam paper
art, ia butuh waktu tiga jam, dan mengerjakannya harus serapih mungkin,
sebab kalau ada yang salah tidak bisa dibenarkan lagi.
Cutter
bagi Dewi memang bukan sekedar benda biasa. Benda ini sudah diibaratkannya
seperti pensil yang bisa digunakan untuk menulis, menggambar, membuat lekukan,
dan lain-lain. Ia juga tidak memakai cutting
map, karena dengan hanya menggunakan kertas bekas saja, akan lebih
sederhana dan efisien. Saat mencetak pola pun ia juga memakai kertas bekas.
Singkatnya, seluruh peralatan yang digunakanya dalam membuat paper art sangat sederhana.
Dewi menganggap paper art laiknya sebuah lukisan. Jadi orang yang membeli karyanya itu karena dia sendiri yang mengerjakannya. Itulah mengapa, meski usahanya sudah makin berkembang, ia tidak terpikir untuk merekrut pegawai. Dewi mengibaratkan, banyak orang yang bisa melukis, tapi pilihan pembeli kadang hanya pada satu karya saja. Dari situ pembeli pun bisa penasaran siapa tangan di balik karya lukis itu. Seperti itulah maknanya, bila Dewi memberikan ke orang lain untuk mengerjakan paper art pesanan klien-nya. Ia seperti memberikannya kepada sebuah mesin.
Tidak
ada target omzet khusus untuk usaha yang dijalankan Dewi saat ini. Ia hanya berusaha, agar setiap hari bisa
mengerjakan karya paper art dengan
baik. Ia melakukannya sendiri mulai dari mendesain maupun memotong. Namun tidak
semua karya yang dibuatnya untuk memenuhi pesanan klien. Karena ada juga
karyanya yang tidak untuk dijual, tapi untuk koleksi pribadi.
Dewi
memang menjual keunikan dan nilai personal untuk karyanya. Jadi sebisa mungkin
ia jarang memproduksi secara masal. Setiap karya yang dibuat, ia hanya membatasi
satu hingga dua buah saja per desain. Namun bila ada yang memesan satu desain
dalam jumlah yang banyak, barulah Dewi menggunakan mesin untuk pengerjaannya.
Misalnya untuk memenuhi permintaan pembuatan souvenir suatu perusahaan.
Ketika
membuat sebuah karya paper art, Dewi
senang menyelipkan unsur-unsur budaya Indonesia, khususnya batik. Memang
sebagian besar karyanya yang ada unsur budaya itu, hanyalah sebuah karya
idealis yang hanya diperuntukkan bagi diri sendiri. Namun ketika menerima
pesanan, Dewi pun selalu mencari cara agar tetap bisa memberikan unsur budaya.
Keindahan
yang tersaji pada motif batik Indonesia memang menjadi inspirasi Dewi dalam
berkarya. Ia pun selalu mencari nilai sejarah dari kain batik, seperti batik
Megamendung, batik Tegal Parang, batik Sekarjagat, dan lainnya. Setiap karakter
batik-batik itu kemudian ia sesuaikan dengan profil pemesan karyanya.
Dari
sekian banyak motif batik, Dewi mengaku paling menyukai motif batik
Megamendung, karena yang paling dirasa cocok dengan image Cutteristic. Dalam
motif batik Megamendung ada unsur kebuayaan asli Cina, meskipun lahir di
Indonesia. Selain itu motif itu juga melambangkan kesuburan, yang bisa berarti
juga harapan kelancaran untuk sebuah usaha. Dewi pun menggunakan motif ini pada
kartu namanya. Selanjutnya, ia tertarik juga ingin mendalami batik motif khas
Kalimantan.
Pada
website Cutteristic, terdapat tagline ‘passion
and obsession’. Menurut Dewi, kata ‘passion’
berarti semangat. Di mana saat ia sedang memotong-motong kertas, meski kecil
dan detail, itu bisa menjadi semacam pelepas stres untuknya. Jadi ada
kontradiksi antara dirinya yang dituntut harus serba cepat, tapi tetap bisa
mengerjakan hal detail yang rumit sekalipun. Di situlah ia perlu passion.
Sementara
‘obsession’ bermakna tentang bagaimana caranya ia bisa membuat orang bisa
menghargai karya seni melalui metode yang telah ia modernkan. Jadi, orang bisa
melihat batik bukan sebagai barang kuno. Batik juga tidak selalu dicanting,
karena yang ia lakukan sebetulnya juga bisa disebut dengan membatik, hanya saja
dengan menggunakan cutter.
Dari
sekian banyak karya yang pernah ia hasilkan, Dewi amat terkesan dengan karyanya
yang pernah dibuat berukuran 1x1 meter, yang berisi foto suami istri pengusaha
di Indonesia. Saat menerima pesanan, pengusaha itu hanya mengirimkan foto
berukuran 17 kilobyte. Tentu saja itu
menjadi tantangan baginya, karena ia harus membuat wajah yang detail, dan
pasangan suami-istri itu juga bukan figur yang mudah dicari di internet. Namun
pekerjaan itu sudah menjadi resikonya. Ia sudah dipercaya dan dibayar, maka
harus mampu memuaskan pelanggannya. Karya lain yang paling berkesan baginya adalah
gambar pengantin Cina berukuran 80x80 cm yang hanya untuk koleksi sendiri.
Melihat
karya dan idealismenya, Dewi bisa dibilang juga sebagai seorang seniman.
Menurut Dewi, seniman sebaiknya jangan selalu mengharapkan untung, karena bila
demikian misi utamanya untuk menyampaikan karya seni bisa hilang. Dewi sendiri
mengaku hanya mau membuat apa yang ada di kepalanya saja. Ia sering membuat sesuatu
hanya karena semata-mata suka dan sama sekali tidak memikirkan, apakah ada yang
beli atau tidak.
Ia
pun tak ragu pula untuk terus berinovasi dan mencoba. Tidak perlu berusaha
menciptakan karya yang luar biasa, karena yang terpenting adalah
kemauannya untuk meluangkan waktu dan
usaha untuk mencoba, mengaplikasikan dan menginovasikan sesuai dengan apa yang
dianggap nyaman untuknya.
amura courier : layanan jasa kurir
untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Cepat, professional, dan bertanggung
jawab. Tlp & sms : 085695138867
0 komentar:
Posting Komentar