Rabu, 02 Maret 2016



Anak kedua dari tiga bersaudara lulusan Bachelor of Communication Hogeschool van Arnhem en Nijmegen (2013) dengan predikat cum laude dan summa cum laude dari University of North Carolina Wilmington (2011) ini tidak memiliki latar belakang formal di dunia kuliner. Meski begitu, tak menghentikan langkah perempuan kelahiran Jakarta, 2 Desember 1990 ini untuk mengejar mimpi membuka sebuah restoran yang menyajikan makanan sehat di Jakarta. Bersama kekasih dan dua orang rekan yang memiliki kecintaan pada makanan sehat, usaha bernama Burgreens, yang berlokasi di daerah Rempoa, Jakarta Selatan itu pun kini telah berbuah manis dan disukai masyarakat.

Nama Burgreens adalah perpaduan dari dua kata, yakni Burger dan Green. Memang ketika pertama kali dibuka, spesialisasi restorannya adalah veggie burger, salad, dan smoothies. Green berarti dalam pembuatannya menggunakan bahan baku sayuran yang organik, ramah lingkungan. Konsep ramah lingkungan juga diterapkan pada berbagai hal di restoran, di antaranya menggunakan konsep outdoor dan tidak menggunakan pendingin ruangan.

Untuk mendapatkan bahan baku organik, memang awalnya sedikit susah. Tetapi dengan melakukan sedikit research dan menjalin hubungan baik dengan para supplier, masalah ini kemudian dapat diatasi. Helga juga mencoba untuk menggunakan produk lokal, di antaranya dari perkebunan organik di Cipanas, Jawa Barat dan Organic Club, sehingga tidak banyak meninggalkan jejak karbon. Jejak karbon adalah jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan oleh pribadi atau kelompok dalam melakukan kegiatannya pada periode tertentu. Sementara kalau misalnya menggunakan standar umum, Helga memilih supplier yang sudah di-peer-reviewed. Ia melakukan survey ke lokasi dengan mengajak pelanggannya. Kini secara total supplier untuk kebutuhan restorannya ada sekitar 10.


Ide untuk membuat Burgreens dimulai dari pengalaman pribadi Helga dan kekasihnya, Max. Mereka bertemu saat masih kuliah di Belanda. Dan mereka berdua juga adalah vegetarian. Bahkan kini Helga sudah menjadi seorang vegan. Helga bercerita, ia punya pengalaman dari kecil sering sakit, seperti asma, sinusitis, dan eksim. Beruntung ia memiliki ibu yang seorang dokter, yang selalu memberikannya obat. Sampai ia berusia 15 tahun, ia ada masalah pada ginjal dan livernya. Setelah ditelaah lebih jauh, ternyata itu muncul dikarenakan kebanyakan mengkonsumsi obat-obatan kimia. Menurt Helga, obat kimia itu pada dasarnya racun untuk mengobati bakteri atau virus yang ada di tubuh kita. Dari situlah, Helga lantas mencari tahu dan belajar tentang nutrisi untuk kesehatan. Ia merasa letih harus merasakan sakit terus menerus. Selain belajar dari internet, ia juga mulai membaca berbagai buku. Salah satunya buku Food Combining dari Andang Gunawan. Sampai kemudian akhirnya ia memutuskan untuk menjadi vegetarian yang sehat. Karena menurutnya lagi, belum tentu yang mempraktikkan vegetarian itu sehat.

Helga memulainya dengan mengurangi makan yang digoreng, dan lebih banyak mengkonsumsi makanan mentah. Kemudian ia juga mengurangi makanan yang mengandung tepung dan gula. Di rumahnya, hanya ia sendiri yang mempraktikkan gaya hidup vegetarian ini, karena Helga sadar tidak mungkin mengubah pola makan seluruh anggota keluarganya. Awalnya ia memang merasa aneh dan susah, tapi ia tetap semangat dan senang menjalaninya karena mendapat dukungan dari orangtua. Bahkan sekarang sang ibu juga mengikuti jejaknya menjadi vegetarian. Kalau ke mana-mana, Helga selalu tak lupa membawa bekal, atau kalau harus makan di luar ia mencari opsi makanan yang paling sehat. Misalnya salad, gado-gado atau buah-buahan.

Selain menjadi vegetarian, Helga juga rutin melakukan akupunktur, terutama bila penyakitnya sedang parah. Dan hasilnya, dalam dua tahun penyakitnya berangsur-angsur sembuh. Helga mengingat, bila membicarakan masa lalunya, ia sering sekali pingsan dan imsomnia. Kini kondisinya sudah jauh lebih baik. Ginjalnya sudah tidak ada masalah, sementara untuk fungsi liver bila dibandingkan dengan orang normal yang tidak punya masalah dengan liver, livernya lebih lemah. Gaya hidup sehat itu juga terus Helga jalani saat kuliah di Belanda. Beruntung, kaum vegetarian di Eropa dan Amerika sudah banyak, semua restoran pun sudah peduli. Dengan vegetarian pula Helga merasa lebih berenergi, tidak pernah jerawatan parah atau mengalami kegendutan. Dan sejak menjalani gaya hidup vegetarian, wawasannya yang berhubungan dengan alam, hewan, keseimbangan hidup, dan gerakan organik lebih luas. Ia juga lebih mudah meleburkan diri pada komunitas pencinta makanan sehat, komunitas kesehatan, serta penyembuhan holistik, dan yoga.

Motivasinya untuk terus mempraktikkan gaya hidup sehat yang paling utama adalah demi menjaga kesehatan. Helga sudah merasakan betapa tidak enaknya hidup penuh dengan sakit, dan juga sudah merasakan betapa enaknya hidup sehat. Jadi diri sinilah, muncul rasa tidak mau bila harus balik ke masa dulu. Selain itu, Helga juga mempunyai kepedulian yang cukup besar terhadap hewan dan lingkungan hidup. Dengan menjadi vegetarian, menurutnya secara personal ia telah mendukung gerakan mencintai hewan dan lingkungan hidup. Helga berpendapat, memang tidak perlu mengubah 100 orang untuk menjadi vegetarian, tapi semua itu cukup dimulai dari dirinya sendiri. Karena dari satu orang saja sudah dapat membawa perubahan yang berarti. Satu orang yang tidak makan daging setiap hari, dalam setahun jumlahnya sudah cukup besar. Namun, Helga mengaku tidak perlu ekstrem dalam menerapkan gaya hidup vegetarian. Ia tidak memposisikan orang yang bukan vegetarian adalah jahat. Menurutnya, akan lebih baik bila saling menghormati saja.


Sampai kemudian, akhirnya bergelut di bisnis kuliner Helga mengaku sama sekali tidak ada latar belakang ilmu yang dipunyai. Ia adalah lulusan komunikasi, dan Max lulusan keuangan. Di Belanda, Helga sempat bekerja di perusahaan advertising dan Max bekerja di perusahaan IT. Memang cukup berat awalnya untuk memutuskan kembali ke Indonesia dan membuka restoran. Terlebih, saat itu Max sudah mendapatkan permanent residence dari Belanda dan sudah ditawarkan kontrak kerja dengan jangka waktu yang lama. Sementara Helga sendiri juga sudah bekerja dengan gaji di atas Rp 20 juta. Hanya saja saat itu mereka berpikir, baru lulus dan menghasilkan uang banyak, tapi mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhan hidup yang utuh. Sebab bagaimanapun pekerjaan yang mereka geluti saat itu bukanlah passion mereka yang sesungguhnya. Bekerja di area yang sama sekali tidak membuat mereka tertarik itu sama saja seperti mereka sedang membohongi diri sendiri. Setiap hari mereka harus bangun pagi untuk mengerjakan pekerjaan yang sama sekali tidak mereka pedulikan, melakukannya hanya demi mendapatkan uangnya saja. Mereka merasa, karena masih muda tentu masih banyak energi yang dimiliki. Maka saat itu adalah waktunya untuk berkarya. Lebih baik melakukan apa yang mereka suka, walaupun hasil uang yang diperoleh tidak banyak, tidak masalah karena toh mereka masih muda dan belum banyak tanggungan.

Restoran Burgreens pertama kali dibuka pada November 2013. Saat itu Max yang bertugas membuat makanan, sementara Helga yang membuat minuman. Mungkin karena pada dasarnya yang dibuat keduanya adalah pola makan sendiri, cukup mudah bagi mereka melakukannya. Karena mereka berdua vegetarian, mereka sudah cukup familiar dengan bahan-bahan yang digunakan seperti lentil, cheek peas, dan jamur. Karena mereka memang selalu mengkonsumsi bahan-bahan itu, maka jadi muncul ide untuk dibuat sesuatu yang berbeda. Semuanya memang modal nekat. Max sendiri memang memiliki ketertarikan yang besar dengan dunia masak-memasak. Dan dia juga pernah menjadi sukarelawan di sebuah restoran raw food. Enam bulan setelah membuka Burgreens dan tanggapan masyarakat juga bagus, Max pun segera terbang ke Bali untuk belajar mengolah raw food lebih dalam.


Tantangan yang mereka hadapi dalam mengembangkan usaha ini adalah soal edukasi dan promosi tentang betapa pentingnya makan sehat. Di Jakarta, orang merasa ketika berumur 20 atau 30 tahun itu bisa makan apa pun. Ketika mencapai umur 40 adalah normal jika menderita sakit. Namun bagi mereka, itu justru tidak normal. Helga mencontohkan, kakek dari Max yang sudah berusia 90 tahun tapi masih nampak sehat, itu dikarenakan menerapkan gaya hidup sehat. Memang bukan gaya hidup sehat yang ekstrem, tapi yang sederhana saja. Misalnya dengan jarang makan gorengan dan daging. Bahkan di usianya itu kakek Max masih bisa belanja dan masak sendiri. Untuk edukasi dan promosi itu, mereka menggunakan media sosial, kemudian ada beberapa selebritis dan tokoh yang bergerak di bidang kesehatan mulai datang. Misalnya Dewi Lestari, Reza Gunawan, Titi DJ, dan lain-lain. Mereka memang menjalani usaha ini secara organik saja, tidak perlu terlalu di-
publish seperti mengiklankan diri. Kalau sudah ada selebritis yang suka, pasti mereka akan dengan sendirinya memberi tahukan ke orang lain. Butuh waktu sekitar setahun bagi Burgreens untuk mendapatkan banyak pelanggan. Penentuan lokasi Burgreens juga menjadi tantangan tersendiri. Meski orang banyak tahu daerah Bintaro, tapi kurang familiar dengan daerah Rempoa yang masih bersebelahan. Bagi mereka, lokasi ini juga membawa berkah tersendiri. Pasalnya, di mana lagi di Jakarta ada lokasi yang hijau dan asri ? Memang, lokasi ini kadang menyulitkan pelanggan untuk mencari, bahkan ada yang sampai menyasar selama 3 jam. Untungnya, sekarang sudah ada teknologi GPS dan Map yang bisa membantu.


Kini selain di Rempoa yang bekerjasama dengan Songolas, Burgreens juga ada di Tebet bekerjasama dengan Organic Club. Melalui Burgreens, mereka ingin menjadi bagian yang membawa Indonesia lebih sehat, terutama untuk masyarakat Jakarta. Menurut mereka, masyarakat Jakarta itu memang sangat perlu makanan sehat. Karena tingkat stressnya tinggi, selalu terpapar polusi yang juga tinggi, sehingga penting untuk mengubah pola makannya. Selain menyajikan makanan di restoran, mulai tahun 2015 Burgreens juga menyediakan catering makanan sehat untuk dikirim ke seluruh Jakarta. Biaya paket catering ini mulai dari Rp 500.000 per 6 hari sampai 2,5 juta per 12 hari.

Awalnya hanya ada 10 macam makanan dan minuman yang ditawarkan Burgreens. Tapi sekarang jumlahnya sudah ada 50. Pertambahan menu itu karena adanya permintaan pelanggan dan inovasi tim dapur. Misalnya menu burger yang awalnya hanya 3 jenis, sekarang sudah ada 7 jenis. Dan saat ini mereka juga merasa harus melibatkan diri lebih jauh dalam pola hidup sehat. Tidak hanya menjadi penyedia makanan saja, tapi juga ikut mengajak orang hidup sehat secara holistik. Pada Agustus 2015 mereka telah bekerja sama dengan Reza Gunawan, suami dari Dewi Lestari, yang merupakan praktisi kesehatan holistik. Jadi konsumen yang membeli catering dari Burgreens bisa sekaligus mengikuti self healing workshop dan one on one session di klinik Reza Gunawan.

Rencana ke depan, Helga dan Max ingin membuat buku Raw Food for Healing. Selain itu sudah ada beberapa investor yang sedang ingin bekerja sama. Namun mereka butuh meyakinkan diri dulu bahwa investor ini bukan hanya ingin mengejar uang saja, tapi juga harus peduli dengan makanan sehat dan lingkungan. Kalau tidak pasti akan banyak benturan di proses kerja samanya. Mereka pun juga akan terus mengkampanyekan program makan sehat ke sekolah-sekolah dengan nama Burgreens Goes to School yang sudah dimulai sejak tahun 2014 lalu. Kebetulan, sudah ada sebuah bank yang mau mensponsori kegiatan ini. Ada juga gelaran layar tancap berisi tentang isyu keseimbangan dan lingkungan hidup. Dan kegiatan yang lain adalah, menggelar program bernama Pasar Ragam seperti halnya Farmers Market. Dan di restoran Burgreens sendiri, sudah ada banyak event yang dilakukan oleh pihak luar, misalnya workshop natural soap making, atau essential oil bleeding. Acara ini biasanya digelar tiap minggu.




For delivery order and questions about our delivery centre
Delivery Rempoa: 08788 200 5070
Delivery Tebet: 0859 5966 2888
LINE: BURGREENSEmail: burgreens.order@gmail.com
For catering details and order, contact Glenn
Email: burgreens.catering@gmail.com
Phone: 08788 678 2082
For festival inquiries, contact Max
Line: maxmandias
Email: max.burgreens@gmail.com
For media, partnerships, and any other inquiries, contact Helga
Line: helgaangelinaEmail: helga.burgreens@gmail.com

0 komentar:

Posting Komentar