MIRZA AKBAR : PEMILIK YOGYA ICE CREAM, Sukses Berkat Sistem Kemitraan.

Kejelian melihat peluang membawa alumni Fakultas Peternakan, UGM ini sukses menjadi juragan es krim. Strategi yang ia usung adalah melalui sistem pasar korporasi. Mirza Akbar bercerita, perjalanan bisnisnya berawal dari kondisi keluarga yang memaksanya untuk survive. Pria kelahiran Jakarta, 19 Mei 1988 ini sadar, penghasilan orangtuanya yang bekerja sebagai PNS di Departemen Kehutanan dengan gaji Rp 2,5 juta sewaktu ia kuliah, tentu sangat kurang untuk membiayi kebutuhan sehari-hari dan kuliah ke-4 anaknya. Inilah yang membuatnya berpikir bagaimana caranya agar ia bisa membantu orangtua. Walau sebetulnya, kedua orangtuanya tidak menuntut apa-apa, tapi batin Mirza tergerak melihat kondisi keluarganya saat itu. Intinya, ia harus mandiri agar tidak lagi minta uang ke orangtua.

Mirza hanya berpikir, apa yang bisa ia lakukan saat itu harus ia lakukan. Tak perlu menunggu lulus kuliah untuk berwirausaha, Filosofinya terjun di dunia wirausaha adalah, " jika ingin alasan, lupakan sukses, dan jika ingin sukses, lupakan alasan". Kata-kata itulah yang selalu ia pegang, karena menurutnya, banyak calon wirausaha yang cenderung mencari alasan sebelum memulai usaha, misalnya soal modal, malu, takut tidak laku. dan lain-lain. Padahal saat ini lapangan kerja sangat terbatas, sementara kebutuhan hidup terus bertambah. Maka salah satu jalannya adalah dengan wirausaha, Dan, Mirza bisa membuktikan, sejak memutuskan berjualan di kampus, ia pun sudah tidak minta uang lagi ke orangtua untuk memenuhi segala kebutuhannya, termasuk kebutuhan kuliah.

Siapa yang tidak kenal es krim ? Itulah alasan mengapa Mirza memilih berbisnis es krim. Ia memulai usaha es krimnya di tahun 2008 saat masih kuliah di Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Kebetulan, di kampus ia mendapat mata kuliah teknologi ternak. Dari situlah Mirza mengantongi keahlian membuat es krim. Ia belajar mengolah hasil ternak seperti hasil olahan sapi yaitu susu. Saat itu Mirza berpikir, produksi susu di Yogya sangat melimpah, terutama dari peternak sapi di lereng gunung Merapi. Dan saat itu, Mirza juga kenal pengurus koperasi Warga Mulya yang memiliki kapasitas produksi susu yang besar. Akhirnya, ia mengajak Arum Dewi Suci, yang waktu itu masih menjadi pacarnya, dibantu tiga teman yang lain, mendirikan Yogya Es Krim. 

Awalnya, Mirza dan teman-temannya itu berjualan es krim di sebuah lahan kosong yang ada di Fakultas Peternakan. Mirza masih ingat betul waktu itu tanggal 14 April 2008. Setelah mendapat izin dari Wakil Dekan Fakultas Peternakan, mulailah ia berjualan dengan booth kecil. Di awal usaha, ia masih memakai mesin kampus untuk produksi. Belakangan, Mirza juga mendapat dana hibah sekitar Rp 35 juta dari program Mahasiswa Wirausaha UGM. Dengan dana itulah, Mirza mulai mengembangkan bisnisnya. Namun karena terus berkembang, ia membutuhkan sejumlah dana lagi untuk kelancaran produksi. Padahal, saat itu, adiknya baru akan masuk kuliah. Akhirnya, Mirza menggunakan dana kuliah adiknya sebesar Rp 32 juta untuk membeli mesin yang ia butuhkan untuk produksi, karena permintaan yang terus bertambah. Komitmennya dengan orangtua saat itu adalah, menggunakan uang biaya kuliah adiknya, namun kebutuhan adiknya selama kuliah Mirza yang menanggung.

Dua bulan pertama berjualan es krim di kampus, respons mahasiswa cukup baik. Dengan produksi tiga liter per hari, omzetnya mencapai Rp 400-500 ribu. Namun, dua bulan berselang, penjualan es krimnya melambat. Menurut Mirza, itu karena lokasi berjualan yang berada di dalam kampus sehingga konsumennya terbatas hanya mahasiswa Fakultas Peternakan. Belum lagi kalau ada liburan semester dan masuk bulan puasa, penjualan es krim turun drastis. Saat itu omzetnya drop menjadi hanya sekitar Rp 20-50 ribu per hari. Mirza berpikir, prospek penjualan es krimnya pasti akan surut jika hanya dijual di dalam lingkungan kampus. Akhirnya, ia pun mencoba berjualan di luar kampus. Ia mengajukan tawaran kerjasama ke beberapa pihak, seperti usaha katering dan hotel. Gayung bersambut, Pemilik Jogja Chicken, Totok Dwiyarto, menyambut penawaran kerja samanya untuk berjualan es krim di outlet Jogja Chicken. Bahkan, Mirza juga diberikan sedikit tempat untuk membuat es krim. Sejak saat itulah usahanya bergeser ke segmentasi pasar korporasi atau corporate market. 

Pasar jualannya pun makin berkembang hingga bisa mengisi produk Jogja Es Krim di 16 store Jogja Chicken. Seiring berjalannya waktu, kerja sama dengan Jogja Chicken terpaksa putus karena sesuatu sebab. Mirza kemudian membuat kerja sama dengan Olive Chicken. Tidak tanggung-tanggung, ia memberikan kesanggupan mengisi es krim di 56 outlet Olive Chicken di Yogyakarta. Dengan merk lain yang mirip dengan outlet Olive Chicken, Mirza juga mendapat kerja sama untuk mengisi 15 outlet. Jika ditotal, sampai saat ini ia sudah mengisi 112 outlet, termasuk outlet di luar Yogya, seperti Semarang, Solo, Karanganyar, dan Klaten.

Salah satu keunikan perusahaan yang didirikan Mirza adalah kustomisasi merk dagang. Artinya, para klien berhak melabeli es krim buatannya dengan merk mereka sendiri. Mirza bisa membuatkan es krim sesuai permintaan konsumen. Ini yang tidak bisa dilakukan perusahaan besar dan menurut Mirza, inilah celah yang bisa ia masuki untuk menguasai pasar. Strategi ini Mirza ambil karena dari pengalaman kerja samanya dengan retail dan swalayan. Di sana terjadi praktik 'jegal menjegal' produk luar, sementara strategi marketing pihak retail dan swalayan itu cukup kuat. Produk yang dibuat Mirza sengaja ditaruh paling belakang sehingga tidak banyak orang tahu. Dan jika produk miliknya laku, strategi lain dari retail tersebut adalah menarik produknya keluar. Menurut Mirza, ada permainan yang memang tak bisa ia ubah karena sistem. 

Dan Mirza melihat celah pasar usahanya ini adalah membuatkan merk sesuai nama perusahaan yang memesan. Melihat persaingan di lapangan yang sangat ketat, Mirza akhirnya memang lebih memilih masuk ke corprate market. Menurutnya, metode marketing seperti ini belum ada. Hasilnya, ia cukup menguasai pasar, karena produk sejenis yang ia hasilkan belum banyak yang bermain di pasar ini. Sementara ini, Mirza sudah memiliki dua kontrak kerja sama dengan retail untuk membuatkan produk sesuai dengan nama perusahaan mereka. Satu lagi keunikan dan keistimewaan produknya adalah mitra bisa request rasa sesuai kebutuhan perusahaan, mulai rasa permen karet, green tea, dan rasa buah-buahan. Mitra katering juga bisa meminta tanpa ada batasan liter. Mereka minta 8 liter pun siap dilayani. Saat ini Mirza memiliki 3 produk. Produk literan untuk mitra katering, produk cup atau gelas kecil berbagai ukuran, dan stik. Khusus produk stik ini penjualannya akan dititipkan ke beberapa tempat seperti mitra toko kelontong atau swalayan. Mirza hanya menggunakan konsep mitra dengan kerja sama investasi. Jika mitra memiliki warung, maka ia akan menyediakan freezer dan mensuplai es krimnya. Konsep yang mementingkan silaturahmi ini masih berjalan hingga saat ini.

Persaingan bisnis memang sangat ketat, tapi Mirza yakin rezeki sudah dijamin Tuhan, jadi tidak mungkin tertukar atau salah. Tugas kita adalah berusaha maksimal atau berikhtiar. Mirza memaknai persaingan sebagai pembelajaran dan tantangan. Buatnya, tidak masalah kalau banyak pengusaha yang juga melirik bisnis ini. Mirza mengaku, ia pernah terjerumus riba bank. Ia tahu Tuhan memang sangat mengharamkan itu, namun ia terlanjur terlena. Sebagai usahawan, kala itu ia berpikir bila ingin berkembang pilihannya memang meminjam ke bank. Dan secara jujur Mirza mengatakan usahanya bisa berkembang awalnya juga dari dana pinjaman bank. Namun setelah ia kaji, ternyata dosa riba sangat besar. Lalu, Mirza belajar dari Pak Yoyok yang mengembangkan warung SS tanpa menggunakan pinjaman bank.

Jadi, saat ini Mirza  sudah tidak lagi menggunakan dana pinjaman bank. Dan setelah menjalani ini ia merasa jadi lebih tenang, segala masalah ditemukan jalan keluarnya. Hingga saat ini Mirza lebih memilih konsep kemitraan dibanding meminjam uang ke bank. Dan ia bersyukur, jika dihitung omzetnya saat ini rata-rata berhasil mencapai Rp 80 jutaan per bulan. Tapi Mirza tidak lantas terlena. Ia tetap membuat inovasi produk, salah satunya yang berkaitan dengan media sosial. Namun ide ini masih ia simpan. Mirza juga semakin memahami kemauan Tuhan. Saat masih berjualan di kampus dan penjualannya drop, Mirza merasa Tuhan menunjukkan jalan lain kepadanya untuk tidak hanya berjualan di kampus saja, tetapi juga di tempat lain yang lebih luas. Sebagian orang pesimis saat menghadapi masalah, padahal sebetulnya itu adalah peluang lain untuk berkembang. Mirza percaya, setiap Tuhan memberikan ujian, tergantung kita melihat dari sisi mana. Itulah yang ia pahami hingga saat ini setiap kali muncul masalah.

Mirza memahami, bahwa orang sukses itu melihat masalah sebagai tantangan, yang pada akhirnya membentuk mental bisnis lebih kuat. Banyak kendala, seperti penjualan tidak sesuai target, cicilan bank menumpuk, karyawan sulit diatur, atau mesin rusak. Tapi Mirza bersyukur, ia tetap mampu berdiri tegak. Ia melihat sisi lainnya, yaitu bisa membawa manfaat dan menghidupi orang lain. Selain itu, saat ini Mirza juga sering membagikan ilmunya di bidang kewirausahaan di tiga kampus di DIY, juga menjadi pembicara di beberapa seminar. Nikmat semua itu, Mirza akui didapat dari perjalanannya memahami maksud Tuhan, melalui berbagai masalah yang ada. Yang jelas selama menjalani semuanya ini, Mirza selalu bersyukur dan tidak pernah mengeluh. Menurutnya, itu adalah kunci suksesnya hingga saat ini. Kini, Mirza sudah bisa hidup dengan bahagia bersama sang istri Arum Dewi Suci, wanita yang dulu menemaninya membuka kedai es krim. Dari buah kasih mereka telah lahir dua anak, yaitu Aliya Mirza Amanina dan Muhammad Mirza Alfatih.