Selasa, 27 Mei 2014




Usaha Ibento yang didirikan Irene Tadius, berawal pada tahun 2010 lalu, saat Kayleen, putri pertamanya sangat pemilih dalam hal makanan. Diceritakan Irene, saat itu Kayleen tidak mau makan sayuran dan hanya mau makan ayam goreng saja. Dari situlah, Irene berusaha mencari akal bagaimana agar anaknya itu mau makan apa saja. Setelah browsing di internet, ia pun menemukan istilah bento yang berasal dari Jepang. Tak perlu waktu lama, Irene segera membeli buku tentang seluk beluk bento dan mempelajarinya. Hasil karya bento pertamanya Kini Irene telah berhasil meraup imzet sekitar Rp 10-15 juta dalam sebulan adalah membuat roti dengan cetakan. Ternyata setelah ditawarkan kepada Kayleen, bocah itu mau memakannya. Padahal sebelumnya dikasih roti tawar saja Kayleen selalu menolak.

Mengetahui bahwa dengan dibuat bento si kecil jadi mau makan lebih banyak, semenjak itulah Irene terus mencoba bento-bento gaya baru hingga buah hatinya mau makan sayur. Bentuk bento yang menarik membuat kenikmatan sendiri bagi sang anak. Biasanya, Kayleen menikmati bento dengan makan satu per satu bagian, mulai dari tangan, kaki, kepala, lalu badannya. Sukses memberikan sajian dalam bentuk bento ke anaknya, Irene pun akhirnya sering diminta orang tua murid teman sekolah Kayleen untuk dibuatkan bekal bento seminggu sekali.



Selain itu, Irene juga membuka katering bento khusus ulang tahun karena Irene tidak bisa memenuhi pesanan setiap hari. Karena produk yang dibuatnya ini bukanlah produk massal, dan dibuatnya dengan menggunakan tangan, maka tak bisa mengandalkan asisten rumah tangga. Kalau setiap hari ada pesanan, tentu saja Irene tak akan sanggup. Ibento adalah nama yang ia pilih untuk menamai usaha katering bento-nya. Rupanya, nama ini bisa bermakna ganda, yaitu sebagai kepanjangan dari Indonesian Bento atau Irene Bento.

Membuat bento, bagi Irene, adalah seni. Siapa yang mengerjakan pasti beda hasilnya. Jadi untuk kateringnya ini pun ia hanya dibantu oleh sang bunda yang memang sudah tahu kemauannya seperti apa. Irene pun membatasi pesanan bento dengan angka maksimal 100 buah. Karena dalam membuat bento memerlukan persiapan dan tak bisa terburu-buru. Walaupun ada bagian yang bisa dicetak, misalnya kepala, tapi untuk proses selanjutnya, ia tetap harus menempel satu persatu dengan tangan bagian wajahnya.



Dalam proses menempel ini, Irene pun selalu mencuci tangan setiap kali memegang bagian yang berbeda. Dan ia sangat menghindari pemakaian sarung tangan, karena tidak bisa berganti-ganti. Dengan memilih tidak menggunakan sarung tangan, maka setiap kali selesai memegang satu bahan, ia langsung mencuci tangannya memakai sabun.

Melihat proses membuatnya, tak heran harga bento-nya pun terbilang mahal, yakni kisaran Rop 30 ribu – Rp 100 ribu. Bento dengan harga paling tinggi yang dibuatnya adalah berupa paket, yang terdiri dari bento, puding, dan susu kotak untuk acara ulang tahun. Kini Irene telah berhasil meraup omzet sekitar Rp 10-15 juta dalam sebulan. Di sisi lain, bisnis bento bisa memberikan kebahagiaan baginya. Salah satunya, ia merasa senang karena bisa membuat anak-anak yang susah makan makanan tertentu akhirnya mau mengkonsumsi makanan tersebut. Apalagi, ia tak mau membiasakan anak terlalu banyak makan makanan cepat saji. Kebiasaan itu ingin ia ubah dengan memberikan makanan bento yang sehat.



Kini, Irene yang memasarkan produknya lewat Facebook dan Blog ini, juga sudah mengeluarkan dua buku tentang kreasi bento. Ia pun ‘kebanjiran’ panggilan kursus yang datang dari Medan, Surabaya, Bogor, Sukabumi, Bali, bahkan Singapura. Tak hanya kursus untuk orang dewasa, ia juga mengadakan kursus untuk anak-anak saat liburan sekolah. Biasanya, bentuk bento yang dibuat sesuai trend yang sedang ada saat itu. Lucunya, bento yang dibuat anak-anak itu biasanya tak langsung dimakan, melainkan ditunjukkan dulu kepada orang tuanya. 




Contact :
Irene Tadius - whatsapp : 0816 111 5930
email : irene_dra@yahoo.com




0 komentar:

Posting Komentar