Bagi perempuan
kelahiran Semarang, 20 Desember 1961 ini, melakoni dunia bisnis bukanlah
semata-mata untuk mencari keuntungan, melainkan juga syiar dan berbagi. Dialah
Ratna Dinawati yang akrab dipanggil Ina Priyono, desainer busana muslim dan entrepreneur asal Jawa Tengah. Tak hanya
sukses membawa brand Ina Priyono ke
kancah nasional, ibu empat anak ini juga berhasil bangkit melawan penyakit
kanker yang dideritanya dan berbagi semangat sebagai survivor.
Ina sudah
menekuni dunia bisnis sejak tahun 1996. Kebetulan ia tinggal beda kota dengan
suaminya. Suaminya bekerja di Jakarta, sementara dirinya bekerja sebagai PNS di
salah satu instansi pemerintah kota Semarang. Untuk mengisi kesibukan, Ina
memilih menekuni hobinya, membuat desain pakaian. Awalnya ia mencoba membuat
kemeja batik pria, lalu menerima order membuat kaus dan seragam instansi. Saat
itu fokusnya masih pada batik. Karena memang tidak memiliki latar belakang
desain, akhirnya ia meminta sahabat dekatnya untuk membantu belajar menjahit
dan berpromosi. Selain itu, Ina juga mengajak adik kandungnya untuk merintis
usaha ini bersama, dan mereka bekerja sebagai tim di rumah. Sang sahabat pun
mau meminjamkan mesin jahit, hingga akhirnya ia mulai serius memproduksi
pakaian dengan merek Puri Fashion. Dulu produknya masih ia jual seharga Rp
30.000 untuk kemeja batik pria. Dan Ina bersyukur permintaan terus datang. Dari
sinilah, akhirnya ia meyakinkan diri bahwa mampu belajar berbisnis dan
mengembangkannya.
Tahun 2003,
Ina memberanikan diri mengikuti lomba desain yang diadakan oleh Dekranasda
dengan tema desain batik untuk pesta. Karena salah satu persyaratannya harus
menyertakan gambar desain, Ina pun ngebut
belajar membuat gambar desain dengan mengambil kursus singkat, untuk mengerjar
ketertinggalannya. Sementara untuk urusan jahit dan lain-lain, ia sudah cukup
mampu. Dan lagi-lagi, Ina bersyukur perjuangannya tidak sia-sia. Dirinya
berhasil terpilih menjadi juara pertama untuk desain batik untuk pesta. Dari sini,
rasa percaya dirinya semakin tumbuh dan ia mulai membuat baju muslim yang
sederhana. Bisnisnya pun terus berkembang hingga 2012. Ia rutin memproduksi
baju berbahan batik, juga membuka galeri dan brand baru khusus untuk batik dengan harga lebih premium bernama
Puri Batik. Untuk workshop, masih berada
di Jalan Puri, kediamannya, sementara untuk galeri ia menyewa tempat di Jalan
Kalisari, Semarang. Ina juga semakin termotivasi membuat busana muslim karena
polanya hampir sama dengan gaun pesta batik panjang. Ia semakin tertarik dan
tertantang membuat busana muslim yang lebih baik dan merasa mendapatkan hidayah
dari sana.
Pada tahun
2010, Ina memutuskan berhijab. Selain berbisnis ia juga ingin melakukan syiar.
Saat pertama kali berhijab ia merasa penampilannya kurang menarik, oleh karena
itu ia ingin membuat busana muslim yang tidak cuma cocok bagi dirinya, tapi juga
untuk semuanya. Ia melihat, sebetulnya desain baju muslim bisa dipadu padan,
jadi sebenarnya pasarnya pun tidak untuk muslimah saja. Di tahun 2010 itu pula
Ina mulai bergabung dengan APPMI Jawa Tengah. Saat itulah brand Ina Priyono mulai ia gunakan. Sengaja ia mengambil nama
suaminya, karena semua yang telah ia lakukan ini memang tak lepas dari restu
dan dukungan sang suami. Idealismenya saat mendesain baju muslim adalah,
membuat baju yang tampil syar’i, tidak pas di badan, terlebih untuk koleksi fashion show. Jadi hampir seperti gaya
baju Eropa. Sedangkan untuk pasar, ia lebih fleksibel dan mengikuti tren yang
ada. Ina memang akhirnya memilih intens dan fokus terjun sebagai fashion designer. Sementara untuk bisnis
batik dilanjutkan dan dipegang oleh anaknya.
Tentu banyak
tantangan yang ia hadapi sejak memutuskan berbisnis. Namun yang memang harus
terus ia hadapi adalah mengenalkan brand
lokal. Dulu pasarnya belum menggembirakan. Banyak konsumen yang lebih memilih
membeli produk fashion di pusat
perbelanjaan. Tapi, belakangan ini sudah cukup banyak yang mengenal brand Ina Priyono dan permintaan terus
meningkat setiap tahunnya. Soal desain, tentu setiap pelanggan ingin yang spesial
dan berbeda. Jadi, sentuhan personalnya memang cukup tinggi. Biasanya Ina juga
hanya membuat 3 potong baju dalam setiap desain, itupun dengan ukuran yang
berbeda, yakni S, M, dan L, serta warna yang juga berbeda. Ia juga mematok
harga yang lebih terjangkau. Ia sudah cukup senang karena untuk ukuran kota
Semarang, karya bajunya yang seharga Rp 5 juta masih banyak diburu pelanggan.
Selain itu, tantangan yang masih ia hadapi adalah mencari tenaga kerja.
Kebanyakan karyawannya berasal dari Demak, tepatnya di kecamatan Wedung. Daerah
ini terkenal menghasilkan penjahit yang otodidak. Sayangnya, karena di sana
tengah booming tanaman obat kuat,
jadi kebanyakan mereka lebih memilih berjualan obat dan tidak lagi menjahit.
Namun Ina tetap optimis bahwa saat ia menciptakan lapangan kerja, maka akan ada
sumber daya manusia yang terbantu.
Ina bersyukur
mendapat banyak kesempatan dan terus berkarya lewat APPMI. Ia rutin memproduksi
baju hingga 300 potong per bulan dan dijual di butik galerinya di Jalan
Sriwijaya, Semarang. Di lantai 3 bangunan galerinya itu ada 5 penjait yang siap
menerima jahitan untuk membuat custom
order. Total ada sekitar 15 karyawan yang bekerja di galerinya. Ina juga
memberdayakan masyarakat sekitar dengan dibantu 4 kelompok besar pengrajin dan
beberapa kelompok kecil pengrajin yang masing-masing sudah terbagi tugasnya. Ia
juga terus melakukan inovasi agar tidak tertinggal dan tetap update. Setiap tahun memang ada progres positif
yang terus ia terima. Bahkan setiap menjelang Lebaran ia berhasil menaikkan
penjualan hingga dua kali lipat. Beberapa promosi unik pun dilakukan, seperti
membuka galerinya lebih awal dan memberikan diskon hingga 50% sejak pukul 5
pagi hingga 9 malam. Hasilnya pelanggan tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan
galerinya selalu penuh, bahkan ada yang rela antre sejak pukul 4 pagi. Selain
itu Ina juga menjalin kerjasama dengan beberapa bank untuk bisa memberikan penawaran
diskon menarik.
Di tahun 2015
Ina mulai merilis bisnis second line.
Semuanya berawal di tahun 2014 saat ia memutuskan mengikuti Indonesia Fashion
Week (IFW). Saat mengikuti agenda itu ia kaget luar biasa, karena ternyata
semua desainer sudah siap dan sukses dengan usaha second line-nya yang mereka rintis. Maka, ia pun juga tak ingin
ketinggalan untuk merintis bisnis serupa, apalagi peluang dan pasarnya memang
ada. Setelah berdiskusi dengan beberapa teman, dan ternyata banyak yang
mendukungnya untuk membuat second line. Ina pun memilih Moeslem Wedding Gown
Ina Priyono, karena sebetulnya memang banyak yang datang ke dirinya untuk minta
dibuatkan busana pengantin muslimah. Hanya saja sebelumnya, ia tidak pernah
fokus mengembangkannya. Tepat tanggal 2 Agustus 2015, Ina mulai menggelar fashion show tunggal dengan tema
Enchanting Chance Moeslem Wedding Gown di Mahkota Grand Wedding Expo, PRPP,
Semarang. Ia semakin optimis bisa berkarya terus dan mewujudkan mimpi-mimpinya
meramaikan dunia fashion.
Namun, Ina
menceritakan saat dirinya mulai menikmati dan semakin cinta dengan dunia
desain, ia sempat mendapatkan ujian. Di tahun 2013 ia divonis kanker payudara.
Saat mendengan vonis itu rasanya dunianya mau runtuh. Ia sempat down, bahkan tidak sanggup bercerita
kepada anak-anak dan suaminya. Tapi ternyata, semakin lama ia menunda,
kankernya yang tadinya masih stadium 2A naik menjadi 2B. Akhirnya ia pun mau bercerita
dan memutuskan fokus berobat atas dukungan keluarga. Beruntungnya, Ina merasa
Tuhan memberikannya banyak rezeki hingga akhirnya ia bisa sembuh. Ina kini
sudah bisa mengatasi ketakutannya, meski saat ini memang masih pemulihan dan
harus terus kontrol. Tapi sejak mengikuti agenda IFW itulah ia semakin bangkit.
Ia menyadari harus bisa terus berkarya dan melupakan kesedihannya. Walaupun
sakit, ia berusaha menjaga diri agar tidak kambuh dan mencoba menjalani hidup
dengan berpikir lebih positif. Baginya, kesehatan itu memang utama. Apalagi
dukungan keluarganya juga besar. Dan dengan usaha baju muslim yang dirintisnya,
secara otomatis jiwanya juga ikut terbawa syiar agama. Jadi kehidupannya saat
ini lebih tenang, dan ia bahagia kala bisa berbagi dengan karyawan, anak yatim
piatu, dan lainnya.
Sampai saat
ini Ina juga masih berstatus sebagai PNS. Seperti PNS pada umumnya, ia bekerja
di kantor hingga sore. Sepulangnya dari kantor, sesekali ia sempatkan datang ke
galerinya. Selain itu ia juga kerap mengisi tutorial hijab di media lokal dan
sering menjadi pembicara UKM atas undangan Pemkot. Ada pula masyarakat yang
belajar langsung ke workshop-nya. Di
balik kesibukannya itu, ia masih bisa berkumpul dengan keluarganya di penghujung
minggu. Biasanya waktu itu ia manfaatkan secara serius. Suaminya, Priyono, setiap
Jumat pulang ke Semarang hingga hari Minggu. Anak pertamanya, Pridani Vidya
Ayuningtyas tinggal bersama suami dan anaknya di Tanjung Selor, Kalimantan
Utara. Anak kedua dan keempatnya, Estelita Octy Priandini dan Dhiajeng Cinthya
Prativi tinggal bersamanya di Semarang. Sedangkan anak ketiganya Bobbie Kirana
Pradana masih kuliah di Surabaya. Keluarganya juga memiliki agenda rutin
liburan bersama. Setiap tahun mereka wajib berkumpul dan menghabiskan waktu
bersama. Biasanya mereka melakukan wisata domestik. Sedangkan bersama suami,
dua kali setahun ia selalu liburan berdua, biasanya memilih wisata ke luar
negeri.
Walau sudah
memiliki usaha yang cukup sukses, Ina memang tidak memutuskan untuk pensiun dini
dari pekerjaannya sebagai PNS. Karena ia akui instansi tempatnya bekerja juga
telah memberikan awal penghidupan yang baik baginya. Maka tetap berkarir
sebagai PNS adalah salah satu bentuk pengabdiannya dan ia akan terus melakukan
tugasnya di sana sampai nanti waktu pensiun tiba. Moto hidupnya adalah sebisa
mungkin bisa bermanfaat bagi orang lain dan berbagi lewat apa yang ia lakukan.
Ia ingin bisa berkomitmen, baik di dunia bisnis maupun sebagai pelayan publik.
Ina pun
berharap semoga ia selalu diberikan kesehatan terus, jadi memungkinkannya
melakukan banyak hal. Kalau ditanya apa lagi impiannya, tentu banyak sekali.
Misalnya ia ingin membuat majalah, juga ingin sekali memiliki sekolah PAUD atau
TK. Ia memang merasa, ada jiwa untuk menjadi guru. Menurutnya bila mengajar
anak TK menyanyi dan menari ada suatu kebahagiaan tersendiri. Ina ingin
memberikan tempat untuk kegiatan ini, yang mungkin akan ia lakukan nanti
setelah pensiun. Menurutnya lagi, seorang perempuan memang perlu mengaktualisasi
diri dan bisa bermanfaat bagi orang lain. Tentu tetap dengan dukungan keluarga.
INA PRIYONO
INA PRIYONO
Jl. Sriwijaya No. 7–8 Ruko 8-G Semarang.Phone:(024) 86453161
Sukses buat bu Ina Priyono..sehat terus ya bu..
BalasHapus