Senin, 22 Februari 2016



Bagi perempuan kelahiran Semarang, 20 Desember 1961 ini, melakoni dunia bisnis bukanlah semata-mata untuk mencari keuntungan, melainkan juga syiar dan berbagi. Dialah Ratna Dinawati yang akrab dipanggil Ina Priyono, desainer busana muslim dan entrepreneur asal Jawa Tengah. Tak hanya sukses membawa brand Ina Priyono ke kancah nasional, ibu empat anak ini juga berhasil bangkit melawan penyakit kanker yang dideritanya dan berbagi semangat sebagai survivor.


Ina sudah menekuni dunia bisnis sejak tahun 1996. Kebetulan ia tinggal beda kota dengan suaminya. Suaminya bekerja di Jakarta, sementara dirinya bekerja sebagai PNS di salah satu instansi pemerintah kota Semarang. Untuk mengisi kesibukan, Ina memilih menekuni hobinya, membuat desain pakaian. Awalnya ia mencoba membuat kemeja batik pria, lalu menerima order membuat kaus dan seragam instansi. Saat itu fokusnya masih pada batik. Karena memang tidak memiliki latar belakang desain, akhirnya ia meminta sahabat dekatnya untuk membantu belajar menjahit dan berpromosi. Selain itu, Ina juga mengajak adik kandungnya untuk merintis usaha ini bersama, dan mereka bekerja sebagai tim di rumah. Sang sahabat pun mau meminjamkan mesin jahit, hingga akhirnya ia mulai serius memproduksi pakaian dengan merek Puri Fashion. Dulu produknya masih ia jual seharga Rp 30.000 untuk kemeja batik pria. Dan Ina bersyukur permintaan terus datang. Dari sinilah, akhirnya ia meyakinkan diri bahwa mampu belajar berbisnis dan mengembangkannya.


Tahun 2003, Ina memberanikan diri mengikuti lomba desain yang diadakan oleh Dekranasda dengan tema desain batik untuk pesta. Karena salah satu persyaratannya harus menyertakan gambar desain, Ina pun ngebut belajar membuat gambar desain dengan mengambil kursus singkat, untuk mengerjar ketertinggalannya. Sementara untuk urusan jahit dan lain-lain, ia sudah cukup mampu. Dan lagi-lagi, Ina bersyukur perjuangannya tidak sia-sia. Dirinya berhasil terpilih menjadi juara pertama untuk desain batik untuk pesta. Dari sini, rasa percaya dirinya semakin tumbuh dan ia mulai membuat baju muslim yang sederhana. Bisnisnya pun terus berkembang hingga 2012. Ia rutin memproduksi baju berbahan batik, juga membuka galeri dan brand baru khusus untuk batik dengan harga lebih premium bernama Puri Batik. Untuk workshop, masih berada di Jalan Puri, kediamannya, sementara untuk galeri ia menyewa tempat di Jalan Kalisari, Semarang. Ina juga semakin termotivasi membuat busana muslim karena polanya hampir sama dengan gaun pesta batik panjang. Ia semakin tertarik dan tertantang membuat busana muslim yang lebih baik dan merasa mendapatkan hidayah dari sana.

Pada tahun 2010, Ina memutuskan berhijab. Selain berbisnis ia juga ingin melakukan syiar. Saat pertama kali berhijab ia merasa penampilannya kurang menarik, oleh karena itu ia ingin membuat busana muslim yang tidak cuma cocok bagi dirinya, tapi juga untuk semuanya. Ia melihat, sebetulnya desain baju muslim bisa dipadu padan, jadi sebenarnya pasarnya pun tidak untuk muslimah saja. Di tahun 2010 itu pula Ina mulai bergabung dengan APPMI Jawa Tengah. Saat itulah brand Ina Priyono mulai ia gunakan. Sengaja ia mengambil nama suaminya, karena semua yang telah ia lakukan ini memang tak lepas dari restu dan dukungan sang suami. Idealismenya saat mendesain baju muslim adalah, membuat baju yang tampil syar’i, tidak pas di badan, terlebih untuk koleksi fashion show. Jadi hampir seperti gaya baju Eropa. Sedangkan untuk pasar, ia lebih fleksibel dan mengikuti tren yang ada. Ina memang akhirnya memilih intens dan fokus terjun sebagai fashion designer. Sementara untuk bisnis batik dilanjutkan dan dipegang oleh anaknya.


Tentu banyak tantangan yang ia hadapi sejak memutuskan berbisnis. Namun yang memang harus terus ia hadapi adalah mengenalkan brand lokal. Dulu pasarnya belum menggembirakan. Banyak konsumen yang lebih memilih membeli produk fashion di pusat perbelanjaan. Tapi, belakangan ini sudah cukup banyak yang mengenal brand Ina Priyono dan permintaan terus meningkat setiap tahunnya. Soal desain, tentu setiap pelanggan ingin yang spesial dan berbeda. Jadi, sentuhan personalnya memang cukup tinggi. Biasanya Ina juga hanya membuat 3 potong baju dalam setiap desain, itupun dengan ukuran yang berbeda, yakni S, M, dan L, serta warna yang juga berbeda. Ia juga mematok harga yang lebih terjangkau. Ia sudah cukup senang karena untuk ukuran kota Semarang, karya bajunya yang seharga Rp 5 juta masih banyak diburu pelanggan. Selain itu, tantangan yang masih ia hadapi adalah mencari tenaga kerja. Kebanyakan karyawannya berasal dari Demak, tepatnya di kecamatan Wedung. Daerah ini terkenal menghasilkan penjahit yang otodidak. Sayangnya, karena di sana tengah booming tanaman obat kuat, jadi kebanyakan mereka lebih memilih berjualan obat dan tidak lagi menjahit. Namun Ina tetap optimis bahwa saat ia menciptakan lapangan kerja, maka akan ada sumber daya manusia yang terbantu.

Ina bersyukur mendapat banyak kesempatan dan terus berkarya lewat APPMI. Ia rutin memproduksi baju hingga 300 potong per bulan dan dijual di butik galerinya di Jalan Sriwijaya, Semarang. Di lantai 3 bangunan galerinya itu ada 5 penjait yang siap menerima jahitan untuk membuat custom order. Total ada sekitar 15 karyawan yang bekerja di galerinya. Ina juga memberdayakan masyarakat sekitar dengan dibantu 4 kelompok besar pengrajin dan beberapa kelompok kecil pengrajin yang masing-masing sudah terbagi tugasnya. Ia juga terus melakukan inovasi agar tidak tertinggal dan tetap update. Setiap tahun memang ada progres positif yang terus ia terima. Bahkan setiap menjelang Lebaran ia berhasil menaikkan penjualan hingga dua kali lipat. Beberapa promosi unik pun dilakukan, seperti membuka galerinya lebih awal dan memberikan diskon hingga 50% sejak pukul 5 pagi hingga 9 malam. Hasilnya pelanggan tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan galerinya selalu penuh, bahkan ada yang rela antre sejak pukul 4 pagi. Selain itu Ina juga menjalin kerjasama dengan beberapa bank untuk bisa memberikan penawaran diskon menarik.


Di tahun 2015 Ina mulai merilis bisnis second line. Semuanya berawal di tahun 2014 saat ia memutuskan mengikuti Indonesia Fashion Week (IFW). Saat mengikuti agenda itu ia kaget luar biasa, karena ternyata semua desainer sudah siap dan sukses dengan usaha second line-nya yang mereka rintis. Maka, ia pun juga tak ingin ketinggalan untuk merintis bisnis serupa, apalagi peluang dan pasarnya memang ada. Setelah berdiskusi dengan beberapa teman, dan ternyata banyak yang mendukungnya untuk membuat second line. Ina pun memilih Moeslem Wedding Gown Ina Priyono, karena sebetulnya memang banyak yang datang ke dirinya untuk minta dibuatkan busana pengantin muslimah. Hanya saja sebelumnya, ia tidak pernah fokus mengembangkannya. Tepat tanggal 2 Agustus 2015, Ina mulai menggelar fashion show tunggal dengan tema Enchanting Chance Moeslem Wedding Gown di Mahkota Grand Wedding Expo, PRPP, Semarang. Ia semakin optimis bisa berkarya terus dan mewujudkan mimpi-mimpinya meramaikan dunia fashion.

Namun, Ina menceritakan saat dirinya mulai menikmati dan semakin cinta dengan dunia desain, ia sempat mendapatkan ujian. Di tahun 2013 ia divonis kanker payudara. Saat mendengan vonis itu rasanya dunianya mau runtuh. Ia sempat down, bahkan tidak sanggup bercerita kepada anak-anak dan suaminya. Tapi ternyata, semakin lama ia menunda, kankernya yang tadinya masih stadium 2A naik menjadi 2B. Akhirnya ia pun mau bercerita dan memutuskan fokus berobat atas dukungan keluarga. Beruntungnya, Ina merasa Tuhan memberikannya banyak rezeki hingga akhirnya ia bisa sembuh. Ina kini sudah bisa mengatasi ketakutannya, meski saat ini memang masih pemulihan dan harus terus kontrol. Tapi sejak mengikuti agenda IFW itulah ia semakin bangkit. Ia menyadari harus bisa terus berkarya dan melupakan kesedihannya. Walaupun sakit, ia berusaha menjaga diri agar tidak kambuh dan mencoba menjalani hidup dengan berpikir lebih positif. Baginya, kesehatan itu memang utama. Apalagi dukungan keluarganya juga besar. Dan dengan usaha baju muslim yang dirintisnya, secara otomatis jiwanya juga ikut terbawa syiar agama. Jadi kehidupannya saat ini lebih tenang, dan ia bahagia kala bisa berbagi dengan karyawan, anak yatim piatu, dan lainnya.


Sampai saat ini Ina juga masih berstatus sebagai PNS. Seperti PNS pada umumnya, ia bekerja di kantor hingga sore. Sepulangnya dari kantor, sesekali ia sempatkan datang ke galerinya. Selain itu ia juga kerap mengisi tutorial hijab di media lokal dan sering menjadi pembicara UKM atas undangan Pemkot. Ada pula masyarakat yang belajar langsung ke workshop-nya. Di balik kesibukannya itu, ia masih bisa berkumpul dengan keluarganya di penghujung minggu. Biasanya waktu itu ia manfaatkan secara serius. Suaminya, Priyono, setiap Jumat pulang ke Semarang hingga hari Minggu. Anak pertamanya, Pridani Vidya Ayuningtyas tinggal bersama suami dan anaknya di Tanjung Selor, Kalimantan Utara. Anak kedua dan keempatnya, Estelita Octy Priandini dan Dhiajeng Cinthya Prativi tinggal bersamanya di Semarang. Sedangkan anak ketiganya Bobbie Kirana Pradana masih kuliah di Surabaya. Keluarganya juga memiliki agenda rutin liburan bersama. Setiap tahun mereka wajib berkumpul dan menghabiskan waktu bersama. Biasanya mereka melakukan wisata domestik. Sedangkan bersama suami, dua kali setahun ia selalu liburan berdua, biasanya memilih wisata ke luar negeri.

Walau sudah memiliki usaha yang cukup sukses, Ina memang tidak memutuskan untuk pensiun dini dari pekerjaannya sebagai PNS. Karena ia akui instansi tempatnya bekerja juga telah memberikan awal penghidupan yang baik baginya. Maka tetap berkarir sebagai PNS adalah salah satu bentuk pengabdiannya dan ia akan terus melakukan tugasnya di sana sampai nanti waktu pensiun tiba. Moto hidupnya adalah sebisa mungkin bisa bermanfaat bagi orang lain dan berbagi lewat apa yang ia lakukan. Ia ingin bisa berkomitmen, baik di dunia bisnis maupun sebagai pelayan publik.


Ina pun berharap semoga ia selalu diberikan kesehatan terus, jadi memungkinkannya melakukan banyak hal. Kalau ditanya apa lagi impiannya, tentu banyak sekali. Misalnya ia ingin membuat majalah, juga ingin sekali memiliki sekolah PAUD atau TK. Ia memang merasa, ada jiwa untuk menjadi guru. Menurutnya bila mengajar anak TK menyanyi dan menari ada suatu kebahagiaan tersendiri. Ina ingin memberikan tempat untuk kegiatan ini, yang mungkin akan ia lakukan nanti setelah pensiun. Menurutnya lagi, seorang perempuan memang perlu mengaktualisasi diri dan bisa bermanfaat bagi orang lain. Tentu tetap dengan dukungan keluarga.



INA PRIYONO
Jl. Sriwijaya No. 7–8 Ruko 8-G Semarang.Phone:(024) 86453161

1 komentar: