Sabtu, 30 Juli 2016

Orang daerah tidak melulu mengandalkan usaha tani dan peternakan sebagai penambah pundi-pundi rupiah. Jenis usaha bidang fashion pun cukup menjanjikan, bahkan membuka pemberdayaan pemuda-pemuda di lingkungan sekitar. Hal tersebut dipraktikkan seorang guru madrasah asal Kampung Cibeber, Desa Pasirpogor, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, bernama Jajang Nasri. Ia merintis usaha pakaian sejak Juni 2013, dimulai dengan memasok pakaian seragam pramuka untuk anak sekolah di kawasan Jawa Barat dan sekitarnya. Seragam yang ia jahit istimewa, sebab mengandalkan kualitas bahan serta jahitan. Namun, dengan harga di bawah rata-rata pasar. Dari seragam, bisnisnya kemudian merambah ke baju koko guna memenuhi kebutuhan Lebaran di daerah.

Jajang Nasri mengaku, sebetulnya ia sama sekali tidak memiliki latar belakang di bidang jahit menjahit. Ia selama ini lebih banyak berkecimpung di bidang bongkar pasang elektronik. Istrinya menjadi pendorong utama, setelah ia mengutarakan peluang bisnis di bidang pengadaan seragam pramuka untuk anak-anak madrasah di sekolahnya. Karena ia melihat baju seragam yang ada di pasar kebanyakan tidak sesuai dengan keinginan anak-anak sekolah. Berdasarkan hasil riset, kebanyakan siswa madrasah menginginkan seragam pramuka yang longgar tapi nyaman dipakai. Menjawab kebutuhan konsumen tersebut, ia pun mengajukan diri kepada pengurus sekolah untuk memasok seragam sesuai keinginan siswa. Bukan hanya akan nyaman dipakai, tapi tampilan seragam juga didesain modis tanpa mengabaikan ciri khas umum pakaian pramuka.

Ketika menerima order menjahit seragam pertama kali, ia mengandalkan modal kepercayaan konsumen serta uang tabungan Rp 5 juta. Uang tersebut dibelanjakan untuk membeli bahan kain berkualitas bagus. Menemukan satu kain terbaik pun butuh riset dan survei langsung ke pasar. Proses tersebut ia jalani di sela-sela kesibukannya mengajar di sekolah. Ia mengupayakan agar kesan pertama konsumen tidak mengecewakan. Jika pelanggan puas, order akan berkelanjutan dengan kuota pemesanan berlipat. Penjagaan kualitas juga tidak dibarengi dengan pemasangan harga yang melambung. Justru biaya produksi dan operasional ia desain sehemat mungkin. Jangan sampai ada banyak modal dan waktu yang terbuang sehingga beban kerugian ditimpakan pada konsumen.

Pada produksi perdana sebanyak 200 rok seragam, para siswa mengaku puas dengan hasil jahitan Nasrie Collection. Sistem pemesanan dilakukan setiap musim tahun ajaran baru tiba. Hasil efisiensi berbuah harga produk yang lebih rendah dari rata-rata pasar, namun kualitasnya bersaing. Menginjak tahun ketiga usaha, Nasrie Collection telah memiliki pelanggan di empat sekolah yang setiap tahun mengorder dalam jumlah banyak, juga pelanggan lainnya yang kerap memesan seragam secara satuan. Setiap sekolah biasanya mengorder sekitar 300 potong seragam. Modal per satu setel seragam, termasuk pemasangan atribut seragam, ia menghabiskan sekitar Rp 60 ribuan. Seragam jadi lantas dijual dengan harga Rp 85 ribu hingga Rp 90 ribu. Harga tersebut jauh lebih rendah daripada harga pasar yang membanderol harga seragam pramuka Rp 120 ribuan.

Usaha Jajang bukannya tanpa kendala. Memproduksi dalam jumlah banyak terkadang dibarengi dengan kasus salah ukuran ketika barang disebarkan. Ketika hal tersebut terjadi, ia harus siap mengganti barang tersebut, jangan sampai konsumen dikorbankan. Baginya, penggantian barang bukan berarti rugi. Justru barang yang saat ini tak terpakai dapat menjadi aset dan bisa digunakan untuk pelanggan berikutnya yang ukurannya sesuai. Jadi seperti tukar menukar pakaian saja. Pastinya, suatu saat nanti seragam yang salah ukuran di tubuh A, bisa menemukan lagi badan yang cocok di kemudian hari.

Alasan terkuat Jajang terus mempertahankan bisnis membuat baju yakni para karyawan. Semuanya berjumlah enam orang. Dua di antaranya merupakan tenaga ahli yang mendesain master baju, melakukan pengecekan, dan membantu merealisasikan inovasi usaha lainnya semisal merancang model baju koko. Sistem kerja di Nasrie Collection berdasarkan order. Jadi, pekerjan di desa tidak terganggu karena order tak datang sepanjang waktu. Ada pula karyawan yang sudah jompo tapi masih semangat berkarya untuk mengisi waktu luang. Jajang merangkul semuanya lantas membagi tugas, siapa yang menjahit, memotong kain, memasang kancing, menggosok, dan melakukan pekerjaan detail lainnya.

Jajang lantas memperluas bidang bisnisnya ke produksi baju koko sejak enam bulan sebelum Ramadhan 2016. Ide tersebut muncul ketika ia melihat banyaknya orang-orang desa yang membelikan baju koko untuk Lebaran bagi saudara-saudaranya. Ia berpikir, kenapa tidak menjadi pemasok, daripada orang-orang desa repot membeli ke kota. Selain itu, baju koko yang dibeli di kota harganya cukup mahal dan menghabiskan ongkos perjalanan.

Sama seperti ketika memulai produksi seragam, ia juga mulai melakukan survei harga baju koko di sejumlah mal dan pasar. Targetnya, ia ingin menjahit baju koko dengan harga di bawah pasar, namun tetap modis dan mengikuti tren. Ia merogoh uang Rp 15 juta untuk modal produksi 300 potong baju koko. Biaya produksi bisa ditekan sampai Rp 60 ribu per potong. Ciri khas baju koko karya Nasrie Collection memiliki desain simpel dan motif yang tidak muluk-muluk. Pemilihan warna kain untuk baju koko juga kebanyakan kalem, adem, sehingga terkesan cool bagi pemakainya. Segmentasi pasar yakni kalangan muda hingga dewasa. Harga baju koko dibanderol beragam. Tapi jangan sampai dijual di atas Rp 110 ribu per potong.

Saat ini Nasrie Collection menyimpan aset hingga Rp 28 juta dan terus melakukan perputaran barang dan modal. Menurut Jajang, baju itu tidak seperti makanan, tidak basi, bisa dijual kapan saja, jadi yang penting adalah tinggal terus memodifikasi untuk menarik perhatian konsumen. Setelah pakaian seragam maupun baju koko jadi, ia beserta istri yang turun tangan dalam proses promosi dan distribusi pakaian. Ia memiliki jaringan antar guru dan murid serta teman-teman yang tertarik di bidang bisnis. Sedangkan sang istri memiliki banyak relasi di bidang kedokteran gigi. Pemasaran pun masih mengandalkan relasi dan penyebaran informasi dari mulut ke mulut. Ke depan, ia ingin merambah sistem promosi via online agar pemasaran lebih meluas. Saat ini, ia baru mengandalkan promosi online via media sosial akun pribadi, seperti facebook dan BBM. Nantinya ia akan membuat website khusus.    

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Mantaaap kang Jajang....mugia barokah dan terus maju..aamiin yaa robbal alamiin

    BalasHapus
  3. Mantaaap kang Jajang....mugia barokah dan terus maju..aamiin yaa robbal alamiin

    BalasHapus