Tak bisa
dipungkiri, ternyata kehadiran usaha kecil dan menengah (UKM) serta pewirausaha
menjadi modal untuk pertumbuhan ekonomi negara yang kuat. David McClelland,
seorang pakar yang terkenal dengan teori kebutuhannya, mengungkapkan, sebuah
negara membutuhkan setidaknya dua persen pelaku wirausaha dari total populasi
untuk mempertahankan pertumbuhan optimal perekonomiannya. Khusus untuk para
perempuan pengusaha, ada cerita unik yang bisa dikulik. Di Indonesia, jumlah pengusaha
perempuan lebih banyak berada dalam skala mikro dan kecil. Data dari
Kementerian Koperasi dan UKM pada akhir 2015 tercatat, dari sekitar 52 juta
pelaku UKM di seluruh Indonesia, sebanyak 60 persen usaha dijalankan oleh
perempuan. Maka tak heran, bila sekarang kita makin sering melihat perempuan
pengusaha bermunculan. Ada kekuatan tersendiri dari kaum perempuan yang memang
menjadi modal kuat untuk menjadi pelaku wisausaha tangguh.
Seperti yang
diceritakan salah satu perempuan pengusaha kondang Indonesia, Dewi Motik
Pramono. Terlahir dari keluarga pengusaha membuat mantan None Jakarta ini
merasa sangat bersyukur. Dia mendapatkan dukungan dan kebebasan ketika
memutuskan mengikuti jejak dari keluarga besarnya sehingga bisnis yang
dijalaninya dapat berkembang dengan baik. Menurut wanita kelahiran 10 Mei ini,
menjadi perempuan bukan berarti menjadi halangan terlibat dalam dunia bisnis
Indonesia yang dulu memang dikuasai oleh para pria. Yang penting adalah bisa
bersikap profesional dalam menjalaninya. Sebagai panutan, pendiri Ikatan Wanita
Pengusaha Indonesia ini mengaku terinspirasi dari Siti Khadijah dan Siti Aisyah,
para istri Nabi Muhammad SAW. Melalui keduanya, tertama Khadijah, Dewi belajar
bagaimana menjadi perempuan pengusaha yang begitu sukses dan sangat dihormati
oleh orang lain.
Perilakunya
menjadi panutan tidak hanya dalam berbisnis, tapi juga dalam berkeluarga.
Menurut Dewi, Khadijah dapat menunjukkan bagaimana peran perempuan mandiri yang
tidak lupa tugasnya sebagai seorang istri. Meski Khadijah sudah sukses dengan
bisnis yang dibangunnya, ternyata peranan sebagai perempuan yang sudah menikah
tidak ditinggalkan. Dia tetap menjalankan tugas dan membagi waktu untuk
mengurusi masalah keluarga di samping bisnis yang dijalani. Dewi menegaskan,
pada era teknologi sekarang, seharusnya lebih mempermudah perempuan untuk
menjadi pengusaha. Hanya dengan modal keberanian pun semua bisa dilakukan. Asal
ada keinginan dan mencoba berusaha mengenalkan apa yang ingin digeluti, bantuan
teknologi akan lebih mudah membantu dalam memulai bisnis.
MIFTI RIZKIANA
ROCHMAYANTI : Pemilik Abiya Pasta.
Melihat
kebutuhan masyarakat yang ingin segalanya serba instan dan praktis, Mifti
Rizkiana Rochmayanti seolah melihat peluang baru yang amat potensial. Berfokus
pada dunia kuliner, Mifti lalu mengembangkan makanan siap saji yang memang
sedang digandrung masyarakat Jakarta. Dia memulainya dengan produk-produk
makanan beku tanpa pengawet dan MSG, seperti jenis-jenis katsu yang terdiri
atas ayam dan udang. Setelah produk Dapur Bento 354 yang ia miliki memiliki
pasar sendiri, ternyata Mifti melihat masyarakat pun mulai menyukai masakan
dengan olahan pasta. Boleh dibilang inilah lahan baru bagi perempuan lulusan
perguruan tinggi Islam negeri di Jakarta ini untuk memperkenalkan Abiya Pasta
atau dikenal dengan Abiyasta dengan menu andalan fusili bolognese.
Baginya,
mengusung masakan cepat saji yang sehat menjadi nilai lebih untuk bersaing
dengan bisnis kuliner lainnya yang sudah dan akan datang. Kuliner merupakan
lahan yang luas sehingga pesaing itu tidak akan ada habisnya. Untuk
menghadapinya, Mifti merasa harus terus bersikap positif, seperti terus
mengembangkan jenis dan varian. Mifti pun berusaha menjaga konsistensi rasa
dari tiap masakan yang dibuat, sebab bagaimanapun ketika orang merasakan
masakannya pertama kali dan ternyata menyukai, dia akan berharap mendapatkan
rasa yang enak lagi ketika akan mencoba untuk yang kedua, ketiga, dan
seterusnya.
Mifti mengaku,
mengembangkan bisnis kuliner memang tidak mudah sebab berhubungan dengan selera
lidah orang yang sangat berbeda-beda. Keluhan menjadi hal yang biasa ketika
produk yang diterima pelanggan ada sedikit kekurangan. Meski begitu, keluhan
tersebut harus diterima dengan sikap yang positif, kemudian menjadi cambuk
baginya untuk lebih memaksimalkan produk yang dipasarkan. Meski sibuk dengan
bisnisnya, sebagai seorang wanita yang sekaligus ibu rumah tangga, Mifti pun
berusaha untuk tetap bisa membagi waktu sebaik mungkin. Saat waktunya untuk
istirahat, ia pun harus beristirahat. Termasuk mengurus suami dan anak menjadi
perhatiannya, karena bagaimanapun, menjadi seorang istri memiliki kewajiban
untuk mengurus suami dan anak ketika di rumah.
Beruntung,
sang suami juga turut mendukung usahanya. Bahkan, sang suami dengan sukarela
akan membantu permasalahan modal dan pemasaran bisnis kuliner yang ia rintis
sejak awal 2016 ini. Mifti menyadari, dirinya bisa memproduksi tapi tidak bisa
memasarkan, dan kebetulan suaminya mampu melakukan hal itu, hingga akhirnya
usahanya bisa berjalan. Sampai saat ini, Mifti masih berdua saja dengan
suaminya untuk mengurus pesanan yang datang. Memang diakuinya, dengan pesanan
yang terus berdatangan dan jumlahnya meningkat cukup membuatnya kewalahan. Kendati
demikian, dia belum berencana untuk merekrut tenaga tambahan. Rencana ke
depannya, bila usaha pastanya ini lancar, ia ingin sekali kelak bisa mempunyai
kedai kecil khusus untuk berjualan pasta.
Mengawali dengan
merintis belanja daring (online shopping)
yang menjual kerudung saat ia masih di semester empat sebuah perguruang tinggi
swasta di Cirebon, Linda sudah merasa sangat tertarik dengan dunia bisnis.
Bahkan, aktivitas kuliahnya sempat kedodoran gara-gara ia keasyikan berjualan.
Melihat perilakunya yang tidak fokus itu, ibunya pun sempat memberikan tawaran
untuk melepas kuliah atau fokus saja untuk berdagang. Linda pun memilih untuk
menyelesaikan kuliah terlebih dahulu. Selepas kuliah, entah mengapa dia sempat
melupakan keinginan berbisnis dan memilih ingin bekerja di tempat orang lain
saja.
Namun, saat
dalam masa pencarian kerja, Linda sempat diminta kakaknya untuk menemani
berbelanja di pasar, dan sebagai imbalan dia diberikan dua buah kerudung.
Kemudian, secara tidak sengaja, dia melihat selebgram yang ternyata memakai
kerudung yang sama dengan yang diberikan kakaknya. Hingga akhirnya, kerudung
pemberian itu ia jadikan profil picture
salah satu media chatting. Rupanya,
teman-temannya banyak yang akhirnya meminta kerudung itu.
Semenjak itu,
lulusan fakultas keguruan ini memulai bisnis kerudung dengan melihat tren yang
dimunculkan oleh selebgram. Dengan harga di bawah pasaran, pembeli yang mampir
ke lapak daringnya pun semakin banyak. Modal awal sebanyak Rp 2 juta
dipinjamkan oleh ibunya untuk berbelanja. Dan sejak Ramadhan tahun 2016, Linda
mencoba membuat produksi kerudungnya sendiri. Dengan modal pelanggan yang sudah
tersebar di seluruh Indonesia, bahkan dia pernah menerima pesana dari Taiwan,
perempuan kelahiran Cirebon ini membeli bahan dengan motif yang memang sedang
tren. Selanjutnya, dia akan menyewa penjahit yang akan membentuk bahan tersebut
menjadi jenis model kerudung yang diinginkan.
Meski
diakuinya dengan membeli bahan sendiri jadi lebih mahal, Linda merasa tidak ada
kerudung yang sulit terjual karena kerudung yang dibuat memang sesuai
permintaan pembeli. Hasil penjualan pun semakin meningkat. Terbukti, selama
Ramadhan hingga Lebaran, ia dapat meraup omzet hingga Rp 20 juta dari penjualan
ke beberapa toko daring dan lapak kecil di sekitar rumahnya. Tapi, walau tampak
menyenangkan berdagang, ternyata sebagai pedagang yang memiliki lapak daring,
membuatnya harus berhadapan dengan penipuan. Linda bercerita, suatu ketika dia
memperoleh pesanan dari seseorang yang berdomisili di Mamuju, Sulawesi Barat.
Tanpa tanggung, orang itu memesan kerudung hingga nominalnya mencapai sekitar
Rp 600 ribu. Sebelum dikirim, pembeli itu sudah mengirim resi pembayaran. Tanpa
mengecek terlebih dahulu, Linda pun mengirim barang ke alamat yang dituju.
Ternyata, selang beberapa hari, dia memeriksa dan rupanya bukti transfer itu
palsu. Linda pun seketika mengecek kembali pengiriman. Paketnya memang sudah
berada di Mamuju, hanya belum dikirim ke alamat yang dituju. Setelah melalui
proses beberapa lama, akhirnya barang tersebut bisa kembali.
Setelah
peristiwa itu, Linda mengaku lebih hati-hati dan waspada. Mengecek bukti
pembayaran sebelum pengiriman barang selalu dilakukan, termasuk bersikap curiga
jika ada pembeli yang tidak menawar dan memberikan keleluasaan buat dia
memilihkan jenis kerudung yang akan dibeli. Karena ternyata, bisnis secara
daring memang tidak selalu mulus, banyak sekali upaya penipuan di sana. Hingga
sampai saat ini, pemilik toko daring @lindascraft ini memilih memegang sendiri
untuk urusan persiapan hingga pengiriman meski telah mengalami peristiwa tersebut.
Menurutnya, mencari seseorang yang bisa dipercaya sangat sulit dan pekerjaan
seluruhnya pun diakuinya masih bisa ditangani sendiri meskipun setiap hari ia
harus menghabiskan waktu hingga pukul 23.00 untuk menyelesaikan pekerjaannya
itu.
0 komentar:
Posting Komentar