Kamis, 08 Juni 2017


Kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah memberikan ide segar bagi Didi Diarsa untuk mengolahnya menjadi sebuah produk yang bisa diproduksi secara massal dan dinikmati oleh banyak orang. Berangkat dari hal ini, Didi mulai memproduksi sepeda dari kayu. Didi memang bukan pemain baru di dunia perkayuan. Dia telah terjun di bisnis furnitur sejak 2011. KAYUH merupakan suatu brand inovasi sepeda yang berbahan dasar kayu. Kayu yang digunakan adalah kayu karet yang sudah tidak produktif lagi dan dikombinasikan dengan veneer kayu jati.

Didi Diarsa berpendapat bahwa kayu yang dibuat menjadi barang-barang furnitur masih belum bisa memberikan manfaat yang lebih kepada masyarakat. Oleh karena itu, dia ingin membuat produk yang memanfaatkan sumber daya alam dan memberikan manfaat yang lebih banyak kepada masyarakat. Menurutnya, kalau furnitur fungsinya hanya untuk duduk dan hanya dinikmati sesaat, tapi kalau berubah bentuk menjadi sepeda maka bisa berkontribusi bagi manusia, terutama kesehatan.


Didi mengatakan, ide awal membuat sepeda kayu ini didapatkan dari komunitas kreatif yang dia bangun, yakni Code Margonda Creative Hub yang berbasis di Depok, Jawa Barat. Komunitas tersebut diisi oleh anak-anak muda berbakat dari berbagai disiplin ilmu untuk menghasilkan sebuah karya kreatif yang dapat dimanfaatkan untuk masyarakat luas. Dari hasil ngobrol-ngobrol dengan para anggota komunitas, tercetuslah ide membuat sebuah produk yang bisa dikontribusikan untuk menyelesaikan masalah yang ada di kota-kota besar di Indonesia, salah satunya adalah kemacetan. Kemudian, Didi yang memiliki latar belakang sebagai pengusaha furnitur ingin mencoba mengkreasikan suatu produk yang bisa dipakai untuk menyelesaikan masalah kemacetan yang dialami oleh beberapa kota besar di Indonesia.

Didi melihat, perkembangan tren di kota besar dunia justru semakin sehat dan masyarakatnya mulai beralih kepada transportasi yang ramah lingkungan. Bahkan, populasi sepedanya lebih banyak ketimbang populasi mobilnya, seperti di Beijing yang saat ini sudah mulai beralih kembali lagi ke sepeda. Untuk saat ini, sepeda kayu buatan Didi masih dalam proses prototyping dan terus melakukan beberapa tes penyempurnaan agar dapat mulai diproduksi secara massal. Namun, meski belum diproduksi massal, sudah ada beberapa masyarakat di daerah yang melakukan preorder, yakni di Bali, Jakarta, Bandung, dan Medan.


Hal yang membedakan sepeda kayu buatan Didi dengan sepeda lainnya bukan hanya terletak pada material atau bahan bakunya, tetapi juga desainnya yang artistik. Sepeda kayu buatan Didi memiliki frame yang berbeda dan terinspirasi dari bentuk pulau-pulau yang ada di Indonesia. Sebagai tahap awal, Didi mengambil desain dengan bentuk Pulau Bali karena ergonomis dan sangat memungkinkan untuk diaplikasikan dalam bentuk sepeda. Tapi, tidak menutup kemungkinan ada bentuk-bentuk pulau lain yang akan dicoba untuk diaplikasikan ke model sepeda berikutnya. Kayu yang digunakan oleh Didi adalah kayu karet yang sudah tidak produktif atau sudah tidak mengeluarkan getah karet lagi.

Didi tidak khawatir akan kekurangan bahan baku karena Indonesia merupakan penghasil karet terbesar di dunia dan memiliki lahan karet yang luas. Karena menggunakan kayu, maka masyarakat akan berkontribusi terhadap upaya penyelamatan lingkungan, karena kayu yang digunakan merupakan kayu yang sudah tidak terpakai atau tidak produktif lagi. Didi mengakui, tidak mudah membuat desain sepeda kayu ini dan membutuhkan proses yang lama. Hal yang paling sulit adalah membentuk kayu, sehingga dapat menjadi frame yang diinginkan agar dapat menjadi rangka sepeda yang artistik. Proses pembentukan ini memerlukan teknik spesial dan tenaga ahli yang mumpuni, sehingga mengeluarkan cost yang cukup besar.


Didi membagi jenis sepeda kayu yang ia produksi menjadi dua, yakni sepeda biasa seperti pada umumnya dan sepeda listrik. Didi mengatakan, khusus untuk sepeda listrik, sistemnya ditambahkan baterai yang bisa di-charge selama dua jam untuk jarak tempuh 30 kilometer. Proses charging sepeda listrik ini cukup mudah, yakni sama seperti proses charging telepon seluler, sehingga sangat efisien. Jadi, menurut Didi, yang mau ia coba bangun adalah produk berbasis alam, punya kreativitas, dan juga canggih secara teknologi.

Sepeda kayu tanpa baterai listrik dibanderol dengan harga Rp 5 juta untuk model fixie atau light MTB, sedangkan sepeda kayu listrik dijual dengan harga Rp 11 juta per unit. Didi mengakui, harga sepeda kayu listrik lebih mahal karena komponen baterainya masih harus diimpor dari Cina. Dia berharap, ke depan ada baterai listrik yang diproduksi di dalam negeri, sehingga harganya bisa lebih murah. Jadi, apabila sepeda listrik ini bisa diproduksi dengan banyak maka dapat menggantikan fungsi sepeda motor dan bisa membantu mengurangi polusi udara.


Didi berharap, sepeda kayu ini dapat berkontribusi untuk membangun kota yang lebih nyaman dan sehat. Apalagi, bahan baku sepeda ini sebagian besar berasal dari dalam negeri dan merupakan produk dari hasil ide kreativitas anak-anak Indonesia. Didi ingin membuktikan bahwa sepeda kayu ini bisa menjadi produk lokal yang dibanggakan, bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas, serta berkontribusi terhadap upaya pelestarian lingkungan.

Ke depan, Didi memiliki mimpi, suatu hari ada tempat persewaan sepeda yang digunakan sebagai fasilitas publik, misalnya di stasiun. Apabila fasilitas sewa sepeda ini bisa dibangun, ditambah dengan biaya sewa sepeda yang murah, maka dapat mengurangi masalah kemacetan dan polusi di ibu kota. Didi mengatakan, Jakarta saat ini sedang gencar untuk mencari solusi dan alternatif dalam mengurangi kemacetan. Sepeda kayu bisa menjadi salah satu solusi yang menarik karena bentuknya yang unik dan dapat menjadi daya tarik bagi warga lokal maupun wisatawan asing untuk memakainya sebagai alat transportasi berkeliling di Jakarta. Akan tetapi, semua hal ini dapat terwujud jika ada dukungan yang kuat dari pemerintah dan juga stakeholder terkait.




2 komentar:

  1. Bagus sekali artikelnya ijin share ya kawan - http://essenaquatic.xyz/umpan-oplosan-essen-ikan-mas-harian/

    BalasHapus
  2. Menurut saya ini bisa dikembangkan jadi industry skala UKM, bravo hebat deh. Ditunggu desain yg lebih baik dari ini. Maju terus desain Indonesia, jangan dikit dikit impor!

    BalasHapus