Saat usianya baru 13 tahun, Gwendolyn Chloe Purnama sudah sukses berjualan baju dan kosmetik lewat media sosial. Menariknya lagi, akibat pernah merasakan kehilangan seorang adik membuat Chloe menyisihkan lebih dari separuh keuntungannya untuk anak tak mampu. Chloe mulai berbisnis pada tahun 2012 saat usianya baru menginjak 11 tahun. Memang bukan tanpa alasan ia terjun ke dunia bisnis di usia yang masih sangat belia. Chloe terlahir sebagai anak sulung dari tiga bersaudara, yang mempunyai dua adik kembar perempuan, Euclia Verity Purnama dan Euclida Arcely Purnama. Sayang, salah satu adiknya, Clida meninggal dunia hanya dalam watu enam bulan setelah sakit. Chloe masih mengingat sang adik mulai sakit saat usianya 2,5 tahun. Sempat dibawa berobat ke Singapura dan didiagnosis terkena kanker otak. Chloe dan keluarganya pun sempat pindah ke Singapura untuk mendampingi sang adik berobat. Saat itu, Chloe yang masih berumur 8 tahun harus mengikuti homeschooling dengan ibunya sendiri, Mega Hillary Narso Atmodjo, yang menjadi gurunya. Si adik sendiri akhirnya meninggal tepat pada usia 3 tahun, di bulan Oktober 2009.
Setelah sang
adik meninggal, Chloe dan keluarganya kembali ke Jakarta dalam keadaan yang
sangat terpukul. Untuk mengalihkan kesedihan, teman-teman di gereja mengajak keluarganya
melakukan pelayanan gereja berupa bakti sosial untuk anak-anak sakit, kurang
mampu, dan kurang berpendidikan. Dan ternyata aktivitas itu sedikit mengobati
kesedihan Chloe. Salah satu kegiatannya adalah pergi mengunjungi anak-anak di
kolong jembatan yang kebanyakan pemulung dan ke rumah singgah. Di situ Chloe ikut
mengajari mereka bahasa Inggris dan membagikan makanan. Akhirnya, ia pun
termotivasi dan selalu ingin melayani anak-anak kurang beruntung itu. Bahkan,
anak-anak itu sudah ia angggap seperti adiknya sendiri, dan Chloe sangat
menyayangi mereka.
Ketika itu,
Chloe melayani dengan cara mengajar, memberi makanan, mengadakan bazar dan
pengobatan gratis dengan modal uang milik ibunya. Suatu saat, muncul
keinginannya untuk mendanai kegiatan itu dengan uangnya sendiri. Itu sebabnya
ia memulai bisnis online shop.
Apalagi, tahun 2012, online shop
sedang booming dan banyak
teman-temannya yang juga asyik bermain online
shop. Chloe pun jadi ingin tahu, apa yang membuat teman-temannya itu sangat
menyukai online shop ? Ternyata,
setelah ia coba, tidaklah mudah. Awalnya, Chloe berjualan sarung bantal
anak-anak dan tas sekolah anak. Ia mengambil barang dari teman gerejanya yang
memberikan harga reseller dengan
potongan Rp 10.000 per buahnya, sehingga ia bisa mendapatkan untung. Chloe berjualan
lewat Blackberry Messanger (BBM) yang semua kontak PIN-nya ia dapatkan dari
ponsel ibunya. Jumlahnya hampir 200 nomor.
Tiap mengunggah
foto barang baru, ia mem-broadcast ke
semua kontak dan foto itu dipajangnya sebagai Profil Pictrure (PP). Chloe masih ingat, bulan pertama ia
berjualan, mendapat untung Rp 100.000. Bulan-bulan awal itu diakuinya lebih
banyak rugi daripada untung. Tak sedikit yang mencuranginya dengan mengirimkan
bukti transfer palsu. Karena belum berpengalaman, tanpa mengecek lebih lanjut
ia langsung saja mengirim barang yang dipesan. Saat akhir bulan melakukan
rekapitulasi, ternyata banyak uang yang belum masuk. Total yang hilang sekitar
Rp 3 juta. Ini sempat terjadi beberapa bulan lamanya. Chloe sangat sedih dan
sempat terpikir untuk menghentikan bisnis ini. Namun, ia teringat lagi pada
motivasinya berbisnis, yaitu untuk mendanai anak-anak tak mampu. Bila ia
berhenti, lalu apa gunanya ia bersusah payah melakukan semua itu ? Akhirnya ia
tetap bertahan, dan beruntungnya kedua orangtuanya pun mendukung.
Berikutnya,
belajar dari pengalaman, ia baru akan mengirim barang setelah uang ditransfer.
Untuk menjaga kepercayaan pembeli, Chloe pun harus memiliki imej dan reputasi yang bagus, serta review yang positif. Pembeli pada
awalnya adalah teman-teman ibunya yang ingin membelikan barang untuk anak
mereka. Lalu lama kelamaan, pembelinya banyak yang tak dikenalnya. Tidak sampai
sebulan setelah berjualan sarung bantal, Chloe beralih berjualan baju remaja
dan kosmetik yang semuanya ia dapat dari supplier.
Biasanya ia menjual baju-baju yang baru ditampilkan di fashion show. Bila
barangnya sedang tren, ia bisa menjualnya lebih mahal. Kosmetik baru mulai ia
jual di tahun kedua. Sebetulnya Chloe sendiri awalnya tidak menyukai kosmetik.
Sampai suatu hari ketika sebuah merek kosmetik asal Korea sedang booming di Indonesia, ia mencoba memakai
eye liner produk itu. Sejak itulah,
ia jadi sangat tertarik pada kosmetik dan memutuskan untuk menjualnya juga.
Harga kosmetik
yang ia jual berkisar Rp 50.000-Rp 500.000. Di atas harga itu, ia tidak mau
menjualnya. Selain tampaknya tidak akan laku, ia juga harus membelinya lebih
dulu. Untuk mendapatkan harga yang lebih murah, tak jarang Chloe harus
membelinya sendiri langsung di negara asalnya. Awalnya, Chloe juga sempat
mempromosikan produknya di Instagram dan Twitter. Tapi akhirnya ia hentikan
karena menurutnya melalui BBM lebih mudah. Produknya juga lebih laku karena
Chloe menerapkan diskon. Misalnya untuk tiap pembelian dari lima orang yang
berteman. Dari situlah, jumlah teman di BBM-nya makin banyak. Saat ini sudah
sekitar 300-500 orang dan ia pun jadi memiliki 10 grup BBM.
Omzet penjualan
pun makin meningkat. Kini, Chloe sudah dibantu asisten untuk menjawab pertanyaan
pembeli, membungkus dan mengirim barang. Namun, urusan mencari supplier, memotret, dan mempromosikan
produk masih tetap ia lakukan sendiri. Chloe mengaku, sampai saat ini ia masih
belajar bisnis dari ayahnya, Philip Suwardi Purnama, serta belajar bisnis online dari online shop milik orang lain. Sejak bisnis ini ia jalankan pertama
kali hingga sekarang, omzetnya telah melampaui Rp 600 juta. Sekitar 70 persen
dari keuntungannya ia gunakan untuk mendanai anak-anak tidak mampu. Sisanya
baru digunakan untuk dirinya sendiri, antara lain untuk membeli baju, sepatu,
uang transportasi untuk pelayanan gereja ke luar kota, bahkan terkadang juga
untuk membayar uang sekolah. Kedua orangtuanya memang memintanya untuk belajar
mandiri.
Sejak awal,
memang targetnya berjualan bukan untuk dirinya sendiri. Orangtuanya yang
awalnya tidak mengetahui kalau ia berbisnis, kini sangat mendukung. Apa yang
sudah dihasilkannya ini, semua Chloe anggap sebagai kemuliaan Tuhan. Chloe juga
bersyukur atas semua yang sudah ia lalui. Kepergian sang adiklah yang
memotivasinya untuk mendanai dan mencintai anak-anak tak mampu itu. Rencana ke
depan, Chloe ingin membuat merek baju dan kosmetik sendiri. Dan kini, sang ayah
telah menuliskan perjalanan hidupnya dalam bentuk buku, agar bisa menjadi inspirasi
bagi orang lain dan anak-anak muda pun bisa menjadi entrepreneur muda seperti dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar