Kamis, 02 Juli 2015




Saat usianya baru 13 tahun, Gwendolyn Chloe Purnama sudah sukses berjualan baju dan kosmetik lewat media sosial. Menariknya lagi, akibat pernah merasakan kehilangan seorang adik membuat Chloe menyisihkan lebih dari separuh keuntungannya untuk anak tak mampu. Chloe mulai berbisnis pada tahun 2012 saat usianya baru menginjak 11 tahun. Memang bukan tanpa alasan ia terjun ke dunia bisnis di usia yang masih sangat belia. Chloe terlahir sebagai anak sulung dari tiga bersaudara, yang mempunyai dua adik kembar perempuan, Euclia Verity Purnama dan Euclida Arcely Purnama. Sayang, salah satu adiknya, Clida meninggal dunia hanya dalam watu enam bulan setelah sakit. Chloe masih mengingat sang adik mulai sakit saat usianya 2,5 tahun. Sempat dibawa berobat ke Singapura dan didiagnosis terkena kanker otak. Chloe dan keluarganya pun sempat pindah ke Singapura untuk mendampingi sang adik berobat. Saat itu, Chloe yang masih berumur 8 tahun harus mengikuti homeschooling dengan ibunya sendiri, Mega Hillary Narso Atmodjo, yang menjadi gurunya. Si adik sendiri akhirnya meninggal tepat pada usia 3 tahun, di bulan Oktober 2009.

Setelah sang adik meninggal, Chloe dan keluarganya kembali ke Jakarta dalam keadaan yang sangat terpukul. Untuk mengalihkan kesedihan, teman-teman di gereja mengajak keluarganya melakukan pelayanan gereja berupa bakti sosial untuk anak-anak sakit, kurang mampu, dan kurang berpendidikan. Dan ternyata aktivitas itu sedikit mengobati kesedihan Chloe. Salah satu kegiatannya adalah pergi mengunjungi anak-anak di kolong jembatan yang kebanyakan pemulung dan ke rumah singgah. Di situ Chloe ikut mengajari mereka bahasa Inggris dan membagikan makanan. Akhirnya, ia pun termotivasi dan selalu ingin melayani anak-anak kurang beruntung itu. Bahkan, anak-anak itu sudah ia angggap seperti adiknya sendiri, dan Chloe sangat menyayangi mereka.

Ketika itu, Chloe melayani dengan cara mengajar, memberi makanan, mengadakan bazar dan pengobatan gratis dengan modal uang milik ibunya. Suatu saat, muncul keinginannya untuk mendanai kegiatan itu dengan uangnya sendiri. Itu sebabnya ia memulai bisnis online shop. Apalagi, tahun 2012, online shop sedang booming dan banyak teman-temannya yang juga asyik bermain online shop. Chloe pun jadi ingin tahu, apa yang membuat teman-temannya itu sangat menyukai online shop ? Ternyata, setelah ia coba, tidaklah mudah. Awalnya, Chloe berjualan sarung bantal anak-anak dan tas sekolah anak. Ia mengambil barang dari teman gerejanya yang memberikan harga reseller dengan potongan Rp 10.000 per buahnya, sehingga ia bisa mendapatkan untung. Chloe berjualan lewat Blackberry Messanger (BBM) yang semua kontak PIN-nya ia dapatkan dari ponsel ibunya. Jumlahnya hampir 200 nomor.



Tiap mengunggah foto barang baru, ia mem-broadcast ke semua kontak dan foto itu dipajangnya sebagai Profil Pictrure (PP). Chloe masih ingat, bulan pertama ia berjualan, mendapat untung Rp 100.000. Bulan-bulan awal itu diakuinya lebih banyak rugi daripada untung. Tak sedikit yang mencuranginya dengan mengirimkan bukti transfer palsu. Karena belum berpengalaman, tanpa mengecek lebih lanjut ia langsung saja mengirim barang yang dipesan. Saat akhir bulan melakukan rekapitulasi, ternyata banyak uang yang belum masuk. Total yang hilang sekitar Rp 3 juta. Ini sempat terjadi beberapa bulan lamanya. Chloe sangat sedih dan sempat terpikir untuk menghentikan bisnis ini. Namun, ia teringat lagi pada motivasinya berbisnis, yaitu untuk mendanai anak-anak tak mampu. Bila ia berhenti, lalu apa gunanya ia bersusah payah melakukan semua itu ? Akhirnya ia tetap bertahan, dan beruntungnya kedua orangtuanya pun mendukung.

Berikutnya, belajar dari pengalaman, ia baru akan mengirim barang setelah uang ditransfer. Untuk menjaga kepercayaan pembeli, Chloe pun harus memiliki imej dan reputasi yang bagus, serta review yang positif. Pembeli pada awalnya adalah teman-teman ibunya yang ingin membelikan barang untuk anak mereka. Lalu lama kelamaan, pembelinya banyak yang tak dikenalnya. Tidak sampai sebulan setelah berjualan sarung bantal, Chloe beralih berjualan baju remaja dan kosmetik yang semuanya ia dapat dari supplier. Biasanya ia menjual baju-baju yang baru ditampilkan di fashion show. Bila barangnya sedang tren, ia bisa menjualnya lebih mahal. Kosmetik baru mulai ia jual di tahun kedua. Sebetulnya Chloe sendiri awalnya tidak menyukai kosmetik. Sampai suatu hari ketika sebuah merek kosmetik asal Korea sedang booming di Indonesia, ia mencoba memakai eye liner produk itu. Sejak itulah, ia jadi sangat tertarik pada kosmetik dan memutuskan untuk menjualnya juga.

Harga kosmetik yang ia jual berkisar Rp 50.000-Rp 500.000. Di atas harga itu, ia tidak mau menjualnya. Selain tampaknya tidak akan laku, ia juga harus membelinya lebih dulu. Untuk mendapatkan harga yang lebih murah, tak jarang Chloe harus membelinya sendiri langsung di negara asalnya. Awalnya, Chloe juga sempat mempromosikan produknya di Instagram dan Twitter. Tapi akhirnya ia hentikan karena menurutnya melalui BBM lebih mudah. Produknya juga lebih laku karena Chloe menerapkan diskon. Misalnya untuk tiap pembelian dari lima orang yang berteman. Dari situlah, jumlah teman di BBM-nya makin banyak. Saat ini sudah sekitar 300-500 orang dan ia pun jadi memiliki 10 grup BBM.

Omzet penjualan pun makin meningkat. Kini, Chloe sudah dibantu asisten untuk menjawab pertanyaan pembeli, membungkus dan mengirim barang. Namun, urusan mencari supplier, memotret, dan mempromosikan produk masih tetap ia lakukan sendiri. Chloe mengaku, sampai saat ini ia masih belajar bisnis dari ayahnya, Philip Suwardi Purnama, serta belajar bisnis online dari online shop milik orang lain. Sejak bisnis ini ia jalankan pertama kali hingga sekarang, omzetnya telah melampaui Rp 600 juta. Sekitar 70 persen dari keuntungannya ia gunakan untuk mendanai anak-anak tidak mampu. Sisanya baru digunakan untuk dirinya sendiri, antara lain untuk membeli baju, sepatu, uang transportasi untuk pelayanan gereja ke luar kota, bahkan terkadang juga untuk membayar uang sekolah. Kedua orangtuanya memang memintanya untuk belajar mandiri.


Sejak awal, memang targetnya berjualan bukan untuk dirinya sendiri. Orangtuanya yang awalnya tidak mengetahui kalau ia berbisnis, kini sangat mendukung. Apa yang sudah dihasilkannya ini, semua Chloe anggap sebagai kemuliaan Tuhan. Chloe juga bersyukur atas semua yang sudah ia lalui. Kepergian sang adiklah yang memotivasinya untuk mendanai dan mencintai anak-anak tak mampu itu. Rencana ke depan, Chloe ingin membuat merek baju dan kosmetik sendiri. Dan kini, sang ayah telah menuliskan perjalanan hidupnya dalam bentuk buku, agar bisa menjadi inspirasi bagi orang lain dan anak-anak muda pun bisa menjadi entrepreneur muda seperti dirinya.

0 komentar:

Posting Komentar