Kehidupan ibu tiga orang anak ini bak mozaik penuh warna. Tamat kuliah dari jurusan Hubungan Internasional, ia kemudian sukses meniti karier di dunia perbankan. Di puncak kariernya sebagai bankir, ia harus bercerai. Namun, perceraian dengan lelaki yang amat ia cintai itu tak membuatnya larut dalam kesedihan. Momen itu justru dijadikan titik balik mengembangkan passion yang dimilikinya, bergelut di dunia batik. Kini, Batik Chic berkembang pesat, bahkan menembus pasar luar negeri.
Novita
menceritakan, bila melihat latar belakang pendidikan maupun karier sebelumnya,
memang tidak nyambung dengan usaha fashion
batik yang dimilikinya sekarang. Bahkan ia sendiri tidak pernah membayangkan
akan memiliki usaha seperti ini. Latar belakang pendidikannya adalah Jurusan Hubungan
Internasional FISIP Universitas Padjajaran, Bandung. Setelah tamat, kemudian ia
berkarier di dunia perbankan. Soal mengapa ia memilik berkarier di bank juga
ada ceritanya. Setelah menamatkan kuliah, ia memang langsung melamar kerja di
sebuah bank, yang memang menjadi pekerjaan impiannya. Ia ingin meniti karier di
sana seperti ayahnya, Yunus, yang juga seorang bankir. Ia melihat, seorang
bankir, selain jam kerjanya teratur, penampilannya pun juga selalu rapih.
Itulah yang membuat Novita terpesona dengan profesi itu. Untungnya, lamarannya
itu akhirnya diterima.
Ia merasakan
bekerja di bank itu menarik sekali. Apalagi karakternya memang menyukai tantangan.
Sebagai seorang marketing di bank,
tantangannya adalah target. Sampai ia menikah dan memiliki tiga anak, pola
pikirnya saat itu sebetulnya sederhana saja, asalkan bisa bekerja sejak pagi
sampai malam hari dan mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya itu sudah
cukup. Namun kalau prestasinya di bank itu biasa-biasa saja, ia merasa akan
sangat rugi. Karena tak sebanding dengan pengorbanan meninggalkan anak-anaknya
di rumah. Oleh karena itu, dengan memegang spirit yang kuat, setiap tahun ia harus
berusaha menjadi the best dalam hal
prestasi di perusahaannya.
Namun pada
akhirnya, ada dua hal yang membuatnya memutuskan untuk keluar dari bank dan
menjadi seorang wirausaha. Pertama karena perceraian, dan yang kedua atas
nasihat RB Sentanu, pemilik lembaga training
Quantum Ikhlas. Saat ia berpisah dengan suaminya 2010 silam, di tengah
guncangan batin, ia mulai berpikir bagaimana caranya agar dengan konsisinya
yang single parent bisa mempunyai
pekerjaan yang bisa dilakukan di rumah. Sehingga ia bisa mendampingi ketiga
anaknya, Rangga, Reyhan, dan Nadja. Karena di awal perceraian itu, anak-anaknya
sempat mengalami trauma. Rasanya tidak mungkin ia bekerja seharian meninggalkan
mereka.
Dengan
pertimbangan itulah, sambil mengucap ‘bismillah’,
akhirnya ia memutuskan keluar dari pekerjaan mapan di bank yang sudah dirintis
selama 13 tahun. Semangatnya makin bertambah setelah Mas Nunu (panggilan RB
Sentanu) memberi dukungan moral. Menurut Mas Nunu waktu itu, rezeki datang
tidak hanya lewat bekerja di bank. Oleh karena itu ia dituntut untuk mencari
pekerjaan dari tempat lain, yang semoga berkah. Namun, sebelum berencana
keluar, Novita sudah menyiapkan profesi baru sebagai konsultan finance planner, reksadana, dan
asuransi. Di bidang itu ia memang cukup menguasai ilmunya dan mempunyai
lisensi. Ia yakin, pekerjaan baru tersebut bisa berkembang, karena banyak
rekanan selama bekerja di bank yang bisa menjadi kliennya. Bahkan, untuk
rencana pekerjaan baru tersebut, ia juga sudah menyiapkan kantor baru yang
cukup representatif.
Tapi kebetulan,
menjelang membuka kantor baru, ia mencari kesibukan untuk sekedar mengembangkan
hobi yakni membuat tas dari batik. Biasanya, perempuan memang punya kesukaan
terhadap barang tertentu. Ada yang menyukai permata, sepatu, gaun, ada pula
yang suka mengoleksi tas dan sebagainya. Dan sejak dulu, Novita memang gemar
mengoleksi tas. Jadi ia tahu bagaimana spesifikasi tas yang berkualitas. Selain
itu, sejak kecil ia juga menyukai barang-barang tradisional, salah satunya
adalah kain batik. Karena kala itu juga hampir tidak ada tas yang berbahan kain
batik. Kalaupun ada biasanya kurang bagus, misalnya memakai batik printing, kulitnya imitasi, dan
pengerjaannya juga kasar. Rencananya, kalau sudah jadi, tas itu akan ia pakai
sendiri. Sambil santai di rumah, ia pun mulai membuat desain tas. Setelah
polanya jadi barulah ia bawa ke tukang yang bagus pengerjaannya sekaligus punya
bahan bagus. Setelah jadi, tas itu pun iseng ia unggah di Facebook.
Dan ternyata
responsya luar biasa. Begitu melihat tasnya, banyak yang suka dan memesan.
Sehingga mau tidak mau, Novita harus membuatkan. Dan nyaris tak ia percaya,
dalam waktu kurang dari sebulan, hasil penjualan tas itu melebihi gajinya
sebulan saat bekerja di bank. Dari sana Novita berpikir, usaha ini sepertinya
bisa dikembangkan. Apalagi usaha ini sesuai dengan passion-nya. Menyadari peluang bagus, ia kemudian mengembangkannya
dan menjual secara online dengan
label Batik Chic. Sejak itu, pemesanan makin ramai, tak hanya dari Indonesia
tapi juga luar negeri. Karena belum ada modal cukup, garasi mobil di rumahnya
pun ia sulap menjadi workshop tempat
para tukang mengerjakan tas.
Setelah usaha
tas berkembang bagus, ia lalu mencoba menyewa tempat di Kemang, yang ukurannya
hanya 3x3 meter. Karena permintaan terus meningkat, akhirnya ia membuka cabang
di Bandung, kemudian tahun 2012 membuka galeri di Jakarta, lalu 2015 di
Surabaya. Sementara untuk outlet saat
ini sudah ada di Grand Indonesia, Central Park, Lotte, Pendopo, Plaza Senayan, Ciputra
World Surabaya, dan Bali. Sukses di bisnis ini, akhirnya rencana membuka jasa
konsultan keuangan pun hanya menjadi kenangan.
Ketika customer datang ke tempatnya, ternyata
mereka tidak hanya menanyakan tas, tetapi sekaligus bertanya soal busana yang
pas ketika mengenakan tas buatannya. Dari sanalah, Novita menyadari ada peluang
baru lagi. Kemudian ia mencoba membantu memadukan dengan busana, dan di
galerinya pun ia menyediakan batik. Teryata usaha itu pun berkembang lagi.
Tidak sekedar padu padan busana dan tas, tapi customer-nya lalu juga meminta sandal yang pas. Akhirnya ia pun
membuat sandal dan sepatu bernuansa batik, begitu seterusnya. Novita memang
begitu menyukai sesuatu yang bersifat tradisional seperti kain batik, karena ia
melihat kain batik itu keren sekali. Tapi semua itu juga tak lepas dari peran
ibunya, Hapsah, yang memang sejak kecil memperkenalkan segala sesuatu yang
bersifat tradisional. Misalnya, ketika ia masih anak-anak dan tinggal di
Yogyakarta, ia diikutkan les menari pada Bagong Kussudiardjo, kemudian melukis
di Pak Tino Sidin, serta belajar gamelan, angklung, dan lain-lain.
Novita memang
sama sekali tidak memiliki ilmu fashion.
Hanya, ketika bekerja di bank, setiap hari ia selalu bertemu dengan orang-orang
yang berbusana rapih. Dari sanalah ia bisa menilai padu padan busana. Ditambah lagi,
kantornya juga berlangganan majalah-majalah fashion
sehingga sehari-hari di saat luang ia bisa melihat dan membaca berbagai macam
busana sekaligus aksesorisnya. Namun ada satu yang sangat membantu semua
usahanya, yaitu hobinya melukis sehingga bisa tahu kombinasi warna yang bagus.
Itulah yang juga ia terapkan dalam berbusana.
Tahun 2012
Novita mendapat penghargaan dari Unesco. Ceritanya, suatu ketika salah satu customer-nya dari Kementerian
Perdagangan meminta dibuatkan beberapa desain kerajinan berbahan ulap doyo.
Ulap doyo adalah serat daun anggrek hutan yang ada di pedalaman Kalimantan.
Daun tersebut disuwir-suwir menjadi semacam benang kemudian dipintal menjadi
kain. Kain tersebut biasanya dikenakan saat upacara adat. Kalau sekedar untuk
upacara adat, tentu orang kurang berminat dan kebutuhannya pun tidak seberapa.
Padahal ulap doyo sendiri adalah kerajinan warisan leluhur yang sangat bagus.
Kemudian, lembaran ulap doyo itu ia jadikan bahan slippers (sepatu tertutup) yang bentuknya cantik. Tenryata begitu
jadi, oleh pihak Kementerian Perdagangan diikutsertakan dalam kompetisi di
Unesco dan akhirnya menang, bahkan masuk kategori best quality product.
Sejak itu,
pengrajin ulap doyo yang semakin hampir punah mulai berkembang karena
permintaan mengalami peningkatan. Ulap doyo saat ini tak hanya dijadikan bahan
pakaian adat saja tetapi bisa digunakan untuk kerajinan kap lampu, sandal,
sepatu, juga kerajinan lain. Atas keberhasilan itu, oleh Unesco Novita sempat diminta
berbicara di forum internasional di Paris, Perancis. Sejak itu pula usahanya
makin berkibar. Apalagi ia cukup banyak punya relasi dari beberapa kementerian,
para Dubes dan diplomat sehingga ia seringkali diundang pameran ke luar negeri.
Dulu, sebelum sengaja ia batasi, dalam setahun ia bisa sampai 15 kali pameran
ke luar negeri.
Yang
membuatnya juga bangga, meski tak memiliki latar belakang ilmu fashion yang mumpuni, ia bisa terpilih
sebagai salah satu dari delapan desainer di program Jakarta Fashion Week.
Novita bersama desainer kenamaan lain, misalnya Toton, Tex Saverio, digodok dan
diberi materi cara berbisnis di dunia fashion dengan pemberi materi orang
asing. Ilmu yang didapatkan itu kemudian ia bagikan ketika menjadi pembicara di
depan para pemilik UKM atau di perguruan tinggi. Atas kiprahnya tersebut, tahun
2014 ia dinobatkan menjadi satu dari lima pemenang oleh Ernst & Young,
sebuah lembaga audit berbasis di Inggris. Katanya, selain nilai omzet, apa yang
ia lakukan saat ini juga mampu menjadi inspirasi bagi orang lain.
BATIK CHIC
BATIK CHIC
- Alamat: Jl. Kemang Raya No. 86 - 88 BangkaMampang Prapatan Jakarta Selatan DKI JakartaTelepon:(021) 7193236
0 komentar:
Posting Komentar