Alih-alih bekerja kantoran, lulus kuliah Fitri Aulia memilih memenuhi panggilan passion-nya untuk berbisnis fashion muslim. Terbukti, kini brand Kivitz sukses merebut hati konsumen dengan gaya busana yang syar'i namun tetap stylish. Awal bisnis Fitri dimulai dari membuat tas kulit sintetis pada masa kuliah di FISIP Universitas Indonesia jurusan Administrasi Bisnis. Bersama dua teman perempuannya, ia berjualan via online dengan harga terjangkau, sekitar Rp 100.000-an. Begitu lulus kuliah tahun 2010, Fitri dipinang sang suami, Mulky Aulia Hamdy. Namun, ia tidak tertarik bekerja kantoran karena pernah magang saat kuliah di sebuah bank. Perjalanan dari rumah di Depok ke kantor di Jakarta saja terasa jauh sekali. Fitri merasa pekerjaan itu tidak sesuai dengan jiwanya.
Akhirnya, Fitri pun meminta izin pada sang suami agar tidak bekerja kantoran lagi dan ingin memiliki usaha sendiri. Berhubung pada saat itu busana muslim masih susah ditemukan karena kebanyakan yang tersedia model gamis, Fitri pun ingin membuat model busana yang menyasar ke anak muda. Dengan persiapan 5 bulan, mulai dari mencari penjahit dan supplier bahan-bahan, akhirnya ia bisa launching produk pertamanya di bulan Februari 2011 dengan brand Kivitz. Nama Kivitz berasal dari nama panggilan kecilnya, Kipit. Alasannya memakai nama tersebut karena ingin memikili brand yang berbeda dan unik, tapi gampang disebut.
Awalnya, Fitri berjualan melalui FB, kemudian bekerja sama dengan salah satu gerai hijab, dan kini produknya bisa ditemui di gerai-gerai busana muslim ternama. Omzetnya pun telah berkali lipat. Reseller-nya telah sampai mancanegara, seperti Malaysia. Meski tak ada keluarganya yang terjun ke bisnis, Fitri yakin dengan pilihan bisnisnya ini. Karena bidang inilah yang memang ia sukai sehingga dalam menjalankannya pun akan lebih senang dan ikhlas. Begitu juga dengan orangtua, Fitri bersyukur sekarang orangtuanya malah sangat memperhatikan karyawannya dengan mengantar makanan buat mereka.
Fitri menemukan pembeda pada karya-karyanya, yaitu harus tetap stylish. Sampai akirnya, sekarang bila ada orang yang ingin mencari busana yang syar'i tapi tetap stylish pasti mencari Kivitz. Warna maroon, navy, putih, dan hitam menjadi ciri Kivitz. Begitu launching di FB, tiga hari kemudian Fitri mengaku sudah balik modal dari modal awalnya Rp 4 juta. Usahanya dimudahkan karena berbasis komunitas di mana ia sebagai founder Hijabers Community. Berkat komunitasnya itu, ia punya pasar sendiri dan sudah dikenal orang.
Semenjak itulah Fitri makin yakin bakal bisa maju dengan mengusung gaya busana muslim yang feminin. Busana yang syar'i tentu tidak boleh menyerupai laki-laki. Jadi baju yang dikeluarkan lebih banyak dress dan rok, tidak pernah celana panjang. Bahan-bahan yang dipakai selama ini sebagian menggunakan bahan impor. Sementara, untuk penjahit biasanya Fitri mencari penjahit rumahan. Namun, kadang kendalanya kualitasnya tidak bagus dan tidak kuat produksi dalam jumlah banyak. Akhirnya, Fitri pun mengakali dengan memilih penjahit yang tidak menetap kecuali tukang pola saja yang tetap. Ia lebih suka melempar ke konveksi yang agak besar untuk menjaga SDM. Karena mendapatkan SDM seperti itu agak susah, akan lebih baik jika ia mencari partner saja.
Meski belum merambah ke busana laki-laki, karena pasarnya tidak sebanyak perempuan, namun Fitri juga membuat baju pengantin yang syar'i yang memang masih jarang ada. Memang, menurutnya, dalam berbisnis itu harus tahu celah dan pintar membaca peluang yang lagi kosong. Membuat baju pengantin ternyata lebih susah apalagi dengan sistem membeli bukan menyewa. Kalau membeli berarti harus bertemu dengan orang yang memesan beberapa kali, mengajukan proposal, dan memberikan contoh desain. Setelah ada contoh desain pun, terkadang ada yang ingin dikompilasi lagi, yang berarti harus ada penyesuaian lagi. Memproduksi busana bridal pun juga lebih lama karena ada detail-detail busana, seperti payet dan bordir. Namun, meski lebih lama dan susah, tapi dari sisi desainer ia lebih puas mengerjakannya. Untuk mengekspresikan passion-nya di fashion, memang bisa dilihat dari baju pengantin muslim yang ia buat ini. Fitri memasok harga busana pengantin dari Rp 5-20 juta. Sedangkan untuk sewa dipatok Rp 5 juta.
Kesuksesan Fitri tidak lepas dari peran suami yang lebih menangani sisi branding dan marketing. Pekerjaan suaminya mulai dari bagaimana orang mendapatkan persepsi tentang Kivitz, bagaimana orang bisa membaca tentang Kivitz lewat visual, membuat sosial media agar lebih dikenal, membuat foto yang pas seperti apa, begitu juga caption-nya yang harus mengena. Selanjutnya, Fitri ingin membenahi manajemen Kivitz yang diakuinya masih serabutan. Dulu, ia sama sekali tidak memakai target, tetapi sekarang harus ada targetnya agar lebih teratur dan jelas.
Untuk memperkaya ilmunya dalam mendesain pakaian, Fitri sempat sekolah di Lasalle College selama 2 tahun. Dari sekolah tersebut Fitri mendapatkan ilmu fashion. Ia jadi mengerti tentang produksi atau bahan yang baik untuk busana itu seperti apa. Oleh karena itu ia merasa makin matang menjadi desainer bukan karena ikut-ikutan. Harga yang dipatok Fitri termasuk yang premium sehingga ia benar-benar menjaga kualitas atau bisa dibilang harga dengan kelas butik. Ia memang tidak mau memberikan kualitas yang jelek. Namun, ia juga ingin membuat busana dengan harga yang lebih terjangkau. Kalau biasanya dijual dengan harga Rp 500.000-an, nanti akan ada yang dijual seharga Rp 200-400 ribu.
Di balik kesuksesan Kivitz, Fitri pun pernah mengalami kendala. Pada Lebaran tahun 2015 ia sempat membuat busana dengan warna pastel, pink, dan cokelat muda di luar warna biasanya. Ternyata penyuka Kivitz sudah tahu kalau itu bukan warna-warna Kivitz. Akibatnya, penjualannya pun kurang berjalan. Dari kejadian tersebut, Fitri pun memahami harus konsisten dengan ciri khas yang dimiliki. Awalnya, ia ingin meraup pasar yang lebih luas, tapi ternyata pasar sudah tahu dengan ciri khas Kivitz. Maka menurut Fitri, sebaiknya ia memang konsisten dengan ciri khas dan jangan terlalu mengikuti pasar yang sedang booming.
Desain yang ditiru orang pun pernah dialami Fitri. Sekali waktu ia membuat koleksi dengan cutting yang lebih 'gila'. Selama ini desain Kivitz benar-benar hasil dari kreasi otak sendiri. Ternyata ada yang komentar kalau busana tersebut dijual di tempat lain. Akhirnya, Fitri menyuruh seorang stafnya untuk mengecek, ternyata benar adanya. Walau orang yang meniru itu sudah ia tegur, tapi sudah tidak mungkin baju tersebut ditarik penjualannya. Fitri pun memilih untuk fokus menaikkan brand-nya saja, yaitu orang harus bangga memakai brand Kivitz.
Belum lagi menghadapi pesaing yang makin banyak bermunculan saat ini. Untuk menghadapi pesaing, tentu harus punya jati diri sendiri. Lalu, harus punya diferensiasi yaitu produk sendiri yang bisa membedakan dengan produk orang lain. Tidak melulu bicara tentang desain, tapi tentang servis, sosial media, dan promo. Diakui Fitri, bidang bisnis pasti ada naik turunnya. Bila penjualan sedang sepi maka ia harus melakukan sesuatu yang baru. Tapi sebenarnya, menurut Fitri, itu lebih ke mental pebisnisnya yang harus kuat dan memahami pasar sehingga bisa cepat berpikir dan mencari solusinya.
0 komentar:
Posting Komentar