Minggu, 04 Desember 2016


Perjalanan Irfan Rahadian Sudiyana memulai bisnis kopi bermula dari kepulangannya setelah menimba ilmu di bidang agrobisnis di Jerman, tahun 2014. Ketika itu, ia dipercaya untuk meneruskan usaha yang dirintis oleh sang ibu, Hermin Karlina. Sebenarnya, latar belakang keluarganya tak ada yang menggeluti bisnis kopi. Namun, sang ibu memang hobi bercocok tanam. Kesenangan ini berlanjut ketika sang ibu menyambangi daerah perbukitan Manglayang, Kota Bandung. Ibunya melihat bahwa daerah perbukitan ini mulai tandus. Bukan hanya karena lahan di sana dijadikan tempat menanam sayur, tapi ada juga penambangan batu secara liar. Hasilnya, lahan di sekitar Manglayang yang masih masuk daerah kota Bandung itu sangat gersang. Air bersih pun sulit didapat masyarakat sekitar, karena kurangnya pohon untuk menyerap air.

Pada 2010, keluarganya kemudian membeli lahan seluas 5000 meter persegi untuk ditanami pohon guna menjaga erosi dan menampung air hujan. Kemudian tercetuslah pemikiran untuk menanami lahan tersebut dengan pohon kopi. Karakter pohon kopi tidak bisa terkena matahari terlalu banyak. Maka harus ada pohon pendamping. Oleh karena itu, selain kopi di lahan tersebut juga ditanam pohon kayu manis, pisang, alpukat, dan pohon-pohon lain. Pada 2013, pohon kopi dan pendampingnya mulai tumbuh dan berbuah. Tak memiliki pemikiran untuk berbisnis lebih luas, Irfan dan keluarga kemudian menjual cherry kopi yang telah dipanen. Meski jumlahnya tidak banyak, tapi hasilnya pun cukup menjanjikan dan memperlihatkan prospek yang bagus, karena cherry yang dijual banyak diminati tengkulak kopi. Selain itu, keluarganya juga menjual kopi luwak dengan merk dagang Kopi Luwak Manglayang.


Tidak puas dengan cara menanam dan menjual yang dilakukan sejak 2010-2013, Irfan yang pulang ke Indonesia pada 2014, melihat bahwa usaha yang dijalankan keluarganya bisa lebih menguntungkan. Keuntungan dalam hal ini bukan hanya diberikan kepada dirinya, tetapi lebih kepada lingkungan dan masyarakat sekitar. Irfan kemudian mengajak sejumlah petani yang dahulu telah diberikan bibit kopi untuk ditanam agar mau bergabung dengan kelompok tani yang ia bangun. Karena, Irfan memiliki misi ke depan agar petani kopi yang berada di sekitar perkebunannya bisa tersejahterakan. Bekerja sama dengan dua rekannya, Muhammad Fajrur dan AndryYanuar, yang merupakan rekan di SMA 1 Bandung, ketiganya kemudian membuat kelompok tani secara resmi bernama Kiwari Farmers. Nama Kiwari merupakan bahasa Sunda yang memiliki arti masa kini. Dengan nama tersebut, tiga sekawan ini ingin menunjukkan bahwa untuk menjadi seorang petani dan pebisnis pun harus mengikuti perkembangan zaman atau kekinian.

Berdiri sejak 2016, Kiwari Farmers memang baru memiliki enam orang petani yang bisa diajak bekerja sama. Enam orang ini merupakan sedikit petani yang beberapa tahun sebelumnya diberikan bibit dan benih kopi secara gratis. Tak tanggung-tanggung, untuk melakukan penghijauan dengan pohon kopi, Irfan memberikan 10 ribu bibit dan 40 ribu benih, sekedar ingin mengajak petani menghijaukan Manglayang dengan pohon kopi. Walau tidak semua petani yang ia berikan bibit dan benih mau bergabung di kelompok taninya, tapi petani mana pun bisa menjual hasil panen kopi mereka ke Kiwari Farmers. Sebagai lulusan dengan jurusan Sustainable International Agriculture, Irfan tahu betul apa yang harus ia kerjakan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat terkait usaha kopi yang dijalankan. Tiga konsep utama dijadikan landasan kinerja untuk Kiwari Farmers yakni environment conservation (konservasi lingkungan), fair trade (perdagangan yang adil), dan animal welfare standard (standar kesejahteraan hewan).

Untuk lingkungan, Kiwari Farmers selalu concern memberikan edukasi kepada petani kopi yang ada di sekitar Desa Cikawari, Kampung Pondok Buah Batu, yang menjadi tempat unit pengolahan hasil (UPH) perkebunan kopi. Baik edukasi dalam hal pemanenan kopi agar bisa panen secara berkelanjutan, hingga pembelajaran menjaga lingkungan kerap diberikan ketika petani menjual biji kopi. Sementara, untuk kesejahteraan petani kopi yang bergabung bersama Kiwari Farmers, hasil panen yang dijual dalam bentuk cherry kopi merah bisa mendapatkan harga jual lebih tinggi dari harga jual di tangan tengkulak atau bandar. Keberanian pembelian dengan harga lebih tinggi tidak terlepas dari produk hilirisasi kopi tersebut yang bisa langsung dirasakan konsumen. Irfan menjelaskan, produk hilir dari kopi memang sangat tinggi dibandingkan produk kopi yang dijual di hulu seperti cherry kopi atau kopi green bean. Sebab, jika kopi yang telah mengalami proses roasting, maka harga kopi bisa melambung tiga hingga empat kali lipat. Dari harga kopi green bean di angka Rp 65 ribu per kilogram (kg), harga kopi yang di-roasting bisa mencapai Rp 250 ribu per kg.


Tidak hanya itu, Kiwari Farmers yang kini telah memiliki outlet sendiri dengan membuka warung bernama Kopi Kiwari, sehingga bisa membuat harga jual kopi siap minum lebih tinggi lagi. Keuntungan ini, kata Irfan, yang membuat Kiwari Farmers berani membeli kopi petani dengan harga lebih tinggi. Sejauh ini, dari usaha perkebunan kopi di hulu dan hilir Kiwari Farmers mampu meraup keuntungan cukup besar. Untuk industri hulu, Kiwari Farmers mampu meraih omzet mencapai Rp 32 juta dalam sekali panen. Sebab, selain mengandalkan dari hasil perkebunan di sekitar Manglayang, Kiwari Farmers juga menanam kopi di lahan milik PTPN seluas 8 hektare. Sedangkan, omzet di industri hilir termasuk melalui warung Kopi Kiwari, usaha ini bisa mendapatkan laba mencapai Rp 30 juta per bulan. Sementara, untuk program ketiga yaitu kesejahteraan luwak yang dijadikan perantara untuk membuat kopi luwak, Kiwari Farmers telah menerapkan konsep agar luwak dipelihara secara baik. Berbeda dengan luwak di perkebunan kopi lainnya, luwak di Kiwari Farmers diberikan perlakuan istimewa.

Irfan mengatakan, Kiwari Farmers sebetulnya memiliki banyak keinginan dalam perkembangannya. Dengan UPH yang ada saat ini, pihaknya baru bisa memproduksi 2,4 juta ton dalam sekali panen. Angka ini masih kecil dibandingkan potensi perkebunan kopi yang ada di sektitar Manglayang dengan luas lahan mencapai 70 hektare. Sayangnya, investor yang siap menggelontorkan dana sebesar Rp 2 miliar untuk pembangunan UPH baru, gagal menginvestasikan dana mereka. Padahal, dengan perluasan UPH, akan banyak petani dan lahan yang bisa tersejahterakan ketika bekerja sama dengan Kiwari Farmers. Di samping itu, Irfan memiliki mimpi untuk menjadikan kawasan di sekitar Kiwari Farmers sebagai agrowisata. Dengan menjadikan sebagai tempat wisata, akan banyak hal yang berkembang di daerah perkebunan kopi.



0 komentar:

Posting Komentar