Ibu dua anak yang tinggal di Banyuwangi, Jawa Timur, ini sukses berbisnis di bidang produksi senjata tajam. Dari pisau dapur sederhana, senjata tajam untuk perlengkapan anggota TNI, hingga berbagai jenis samurai dengan harga jutaan rupiah ia produksi.
Sebetulnya, perintis
sebenarnya usaha pisau yang ia jalani sekarang
adalah mendiang ayahnya, Widarto. Setelah sang ayah meninggal dunia, ia yang dipercaya
melanjutkan usaha ini, dengan dibantu suaminya, Nurdiansyah. Cerita sampai berdirinya
usaha ini sebenarnya cukup panjang. Tapi ringkasnya, kemampuan sang ayah
membuat pisau ini sebenarnya erat kaitannya dengan profesinya sebagai anggota
marinir.
Ketika ayahnya masih
berdinas di TNI AL dengan pangkat bintara, tugasnya sehari-hari adalah melatih
siswa di Pusat Pelatihan Tempur Karang Tekok, Situbondo, Jawa Timur. Ada satu
keahlian yang dimiliki sang ayah sebagai anggota pasukan khusus Angkatan Laut,
yaitu ketepatan melempar pisau pada sasaran. Keandalan Ayahnya dalam hal satu
ini memang tak tertandingi. Sekali lempar bisa menancap tepat pada sasaran
dalam jarak cukup jauh sekalipun. Saat itu, ayahnya adalah orang satu-satunya
yang jago melempar pisau. Dalam tugas-tugas khusus di TNI, keahlian ini memang
dibutuhkan bagi seorang anggota pasukan khusus, untuk menjatuhkan lawan dalam
suasana senyap tanpa suara.
Setiap hari sang
sayah selalu mempraktikkan keahliannya itu di rumah. Tak hanya itu,
anak-anaknya, termasuk ia sendiri, juga diajari cara melempar pisau agar tepat
sasaran. Bahkan, aksi-aksi ayahnya terkadang kerap mendebarkan anak-anaknya
maupun para karyawannya. Misalnya, sambil bergurau, tiba-tiba sang ayah suka dengan
cepat melempar pisau ke bawah dan menancap di tanah tepat di samping kaki
karyawannya. Atau, saat ada seseorang jalan, tiba-tiba saja ayahnya melempar
pisau dan melesat melewati depan wajah orang yang sedang jalan tadi. Namun dari
ketiga anaknya yang diajari cara melempar pisau, tidak ada satu pun yang bisa
meniru kehebatan sang ayah, kecuali hanya sekedar bisa saja.
Dari kebiasaan
ayahnya itu, lalu beberapa orang temannya memberi dukungan agar sang ayah tak
sekedar bisa bermain lempar pisau saja, tapi sebaiknya bisa sekaligus membuat
pisau sendiri. Dari anjuran beberapa temannya itulah, sang ayah kemudian jadi tergelitik mencoba membuat
pisau sendiri, sehingga hasilnya jadi lebih bagus. Karena, pisau yang dipakai
untuk latihan lempar pisau memang bukan pisau sembarang, melainkan dibutuhkan
bentuk dan keseimbangan tertentu.
Kemudian sang Ayah
mendatangi seorang pandai besi yang ada di Kecamatan Licin, Banyuwangi, bernama
Pak Hafid. Pak Hafid memang seorang pandai besi yang terkenal terampil membuat
aneka senjata tajam. Di sela tugasnya sebagai tentara, Ayahnya sering
berdiskusi dengan Pak Hafid. Dan suatu saat, ayahnya menyodorkan gambar pisau
hasil coret-coretannya lengkap dengan ukuran dan bentuknya. Oleh sang Ayah, Pak
Hafid diminta membuatkan pisau sesuai gambar yang dibuat, tapi masih dalam
bentuk batangan kasar.
Dari bentuk pisau
yang masih kasar itu kemudian oleh ayahnya dibawa pulang dan dipoles sendiri
secara manual, sekaligus untuk membentuk agar senjata tajam itu jadi seimbang
dan proporsional. Ternyata, setelah jadi hasilnya amat bagus. Selain bentuknya
tak kalah dengan pisau buatan pabrikan, ukurannya juga sangat presisi sehingga
ketika dibuat melempar ke sasaran memiliki akurasi tinggi.
Lalu pisau-pisau itu
pun dibeli oleh teman-teman ayahnya. Dari pengalaman pertama itu kemudian
ayahnya membuat lagi dan lagi. Oleh karena selalu laku terjual, sang Ayah pun
mulai menjadikannya sebagai usaha sampingan selain sebagai anggota pelatih di TNI
AL. Sejak itu, Pak Hafid pun dipekerjakan secara permanen. Ayahnya membuat workshop pandai besi lengkap dengan
peralatannya di Banyuwangi, dekat tempat tinggalnya.
Setiap hari Ayahnya
membuat desain pisau, dan Pak Hafid-lah yang membakar serta menempa besi untuk
dibuat berbagai bentuk pisau. Kemudian dilanjutkan finishing-nya oleh karyawan lain. Lantaran bentuknya sangat bagus
dan ideal digunakan untuk anggota TNI, salah satu jenis pisau lempar yang
dibuat ayahnya kemudian dipatenkan. Pisau produksinya itu oleh Ayahnya diberi
merek Amphibious.
Karena secara
kualitas tak diragukan lagi, pada tahun 2000-2009 ayahnya berhasil memenangkan
tender di Mabes TNI AL untuk membuat pisau yang digunakan oleh pasukan marinir.
Tapi seiring berjalannya waktu, usaha yang dirintis ayahnya itu berkembang tak
hanya membuat jenis pisau pesanan TNI AL saja, tapi juga membuat jenis pisau
lain. Hampir semua jenis pisau militer, pisau tradisional, pisau kebutuhan
rumah tangga, sampai membuat samurai.
Setelah sang Ayah meninggal
dunia pada tahun 2005, usaha ini sempat dipegang sebentar oleh adik lelaki
Nina, Oscar Muara. Selanjutnya, adiknya melepaskan diri dan kemudian Nina yang
melanjutkan usaha ini sampai sekarang. Saat ini, produk Amphibious sudah
tersebar ke seluruh Indonesia, dengan berbagai jenis pisau yang dipasarkan.
Selain pernah memasok
untuk TNI AL, produk Amphibious juga pernah menjadi pisau standar petugas satuan
keamanan (satpam), juga petugas tim SAR. Namun saat ini, produksi tidak terpaku
pada model yang ada saja, melainkan juga menerima pesanan dari mana saja dengan
bentuk sesuai keinginan pemesan.
Kelebihan pisau Amphibious
tentu saja pada kualitasnya yang sangat bagus. Tak hanya bentuknya saja yang
menarik, ketajaman maupun kekuatannya pun tak kalah dengan produksi lain. Oleh
karena itu, soal harga pisau yang dijualnya memang jauh di atas pisau pabrikan
buatan Cina, misalnya. Baik pisau dapur yang seharga Rp 10 ribu, sampai pisau
lain yang seharga ratusan ribu, bahkan yang jutaan rupiah, semua kualitasnya
sudah terjamin.
Pisau yang dibuat,
dari mulai pisau dapur yang harga paling murah sampai yang termahal, rata-rata
berbahan baku baja pilihan yang kekerasannya berbeda dengan besi biasa. Biasaya
baja sejenis itu didapatkan dari cakram motor, per mobil, atau batangan
gergaji. Oleh karena berbahan baja yang sangat keras, terus terang saja
sekarang ini Nina agak kesulitan dalam mendapatkan bahan bakunya.
Selain itu, ia
kesulitan pula dalam hal mencari tukang yang bersedia mengerjakannya. Karena,
proses pengerjaannya memang lebih berat. Dulu, saat masih ada Pak Hafid, memang
tidak ada masalah. Sebab, berapa pun banyaknya pesanan pasti dibuatkan. Tapi
setelah Pak Hafid meninggal dunia, para pandai besi yang ada sekarang, diakui
Nina tidak ada yang seandal Pak Hafid. Sehingga Nina pun terpaksa harus memanfaatkan
beberapa pandai besi yang tersebar di berbagai tempat. Para pandai besi itu
hanya membuat bentuk kasar. Sementara untuk finishing
sekaligus melengkapi aksesori, dari pegangan sampai sarung pisau, ia punya
tukang sendiri yang bekerja di workshop-nya.
Sebetulnya, bisa saja
bila Nina tak menggunakan tenaga pandai besi untuk memproduksi pisaunya, tapi
hasilnya tidak bisa kuat dan tajam. Karena, bila langsung dipotong dengan mesin
cetak tanpa melalui proses pembakaran layaknya yang dilakukan panda besi,
hasilnya jelas akan berbeda. Meski bahannya baja, tapi jika tidak dibakar dan
ditempa, pisaunya tak akan bisa tajam. Tentu berbeda sekali antara pisau yang
dibuat dari bahan besi biasa dengan baja. Pisau berbahan baja hasilnya sangat
tajam dan kuat atau tidak mudah protol
bagian mata pisaunya.
Dengan jumlah pandai
besi yang terbatas saat ini, tentu saja Nina memiliki persoalan tersendiri
untuk memenuhi permintaan pasar. Ia sering kali mendapat pesanan dari berbagai
lembaga secara kontinu dalam jumlah besar, tapi hal itu tidak bisa ia terima,
karena tak bisa dipenuhinya.
Saat ini, dari workshop-nya Nina sudah memproduksi
sekitar 330 model atau jenis pisau. Dari pisau dapur yang paling sederhana
sampai samurai. Untuk samurai saja ada beberapa jenis. Ada jenis kenzi, juga ada tanto. Yakni samurai berukuran pendek, yang kalau di Jepang banyak
digunakan untuk harakiri. Selain itu
Nina juga menerima pesanan pisau yang di lempengan pisaunya tertera logo,
stempel, atau nama sesuai yang diinginkan pembeli.
Meski sang Ayah sudah
tidak ada, Nina pun tak berhenti untuk berinovasi dalam menciptakan model pisau
baru. Sebab jika tidak, ia tentu akan ditinggalkan oleh konsumen. Soal bentuk,
untuk membuat model-model baru, ia biasanya memanfaatkan situs-situs di internet
untuk mencari referensi. Begitu ada model baru dan bagus, akan coba ia buat,
tentu dengan sejumlah modifikasi agar tampak lebih bagus.
Untuk penjualan, Nina
melayani pesanan dari sejumlah toko penjual aksesori militer yang tersebar di
seluruh Indonesia. Selain itu ia juga memiliki dua show room di Banyuwangi. Dan ia pun juga cukup rajin mengikuti
pameran di berbagai daerah. Harga jual pisaunya sangat variatif. Misalnya pisau
dapur seharga Rp 10 ribu, sampai samurai yang nilainya jutaan rupiah pun ada di
tempatnya. Soal omzet, dalam sebulan sudah mencapai sekitar Rp 200 jutaan. Yang
paling laku adalah jenis pisau King Cobra, karena bentuknya memang gagah.
Untung pengembangan
usaha, yang berhubungan dengan urusan ke luar (eksternal), Nina dibantu
suaminya. Tapi untuk urusan ke dalam, ia yang menanganinya sendiri. Para
pembeli pisaunya memanfaatkannya untuk berbagai keperluan, ada yang memang
dimanfaatkan sesuai dengan profesinya, misalnya jagal hewan. Tapi tak jarang
juga mereka yang membeli untuk sekedar dikoleksi.
Contact
:
Nina
Agustina
0823-3552-7309
____________________________
advetorial :
MENERIMA
LAYANAN JASA KURIR, ANTAR BARANG, PAKET MAKANAN, DOKUMEN, DAN LAIN-LAIN UNTUK
WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYA KLIK DI SINI
BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan !! Pesan sekarang di 085695138867 atau KLIK DI SINI
BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan !! Pesan sekarang di 085695138867 atau KLIK DI SINI
0 komentar:
Posting Komentar