Rabu, 20 Agustus 2014




Pasangan suami istri yang tinggal di Sidoarjo ini mengawali usaha produsen baju muslim anak dari bawah. Berkat kegigihan ditambah kepedulian, usahanya berkembang pesat. Bahkan distributornya tersebar di seluruh Indonesia.

Suatu siang, di sebuah rumah yang berada di Perumahan Taman Pondok Legi III, Waru, Sidoarjo, Jawa Timur, nampak beberapa orang tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang memotong kain, membentuk pola baju, ada yang membordir, dan sebagian besar lagi asyik menjahit. Begitulah suasana di kediaman Meidya Hanum, yang memproduksi busana muslim anak merek Meidy. Dengan dibantu 40 karyawan, Meidya melayani pelanggannya yang datang dari berbagai kota di seluruh provinsi di tanah air. Selain kerja keras, Meidya menyebut sukses usahanya ini tak lepas dari kekuatan doa dan rajin sedekah. Bersama sang suami, Krisnardi Hendro Saputro, ia memang mendirikan usaha ini dengan perjuangan yang keras sekali.  Ibarat dengan darah dan air mata, mereka benar-benar merintisnya dari nol.

Ibu dua anak bertubuh mungil ini mengawali usahanya sejak tahun 2000. Ceritanya, setamat SMA Meidya sempat bekerja di sebuah kantor pengacara yang cukup ternama di Surabaya. Dengan pendidikan akhir SMA, tugasnya sehari-hari hanyalah mengetik bahan-bahan pembelaan atau surat gugatan di pengadilan. Karena tergolong rajin, pemimpin di kantornya itu pun sangat senang padanya. Namun setelah lama bekerja, Meidya merasa kariernya tak bakal berkembang kecuali hanya menjadi tukang ketik saja. Ia pun ingin lebih maju dengan kuliah di Fakultas Hukum di salah satu universitas di Surabaya. Waktu itu, ia ingin bisa menapai karier sebagai pengacara. Tapi setelah berhasil mengantongi ijazah sarjana, tiba-tiba saja ia merasa tidak sreg dengan profesi yang pernah diinginkannya itu.

Bahkan, Meidya mulai berpikir untuk keluar dan mengembangkan usaha yang lebih baik. Usaha apakah yang dijalaninya ? Meidya ingat, sejak kecil ia hobi jahit menjahit. Bahkan pernah dikursuskan ayahnya di sebuah sekolah mode di Surabaya. Belum lama mengikuti kursus, ia sudah berani mencoba membuat baby doll dan daster sendiri. Jadi, boleh dibilang dunia jahit menjahit memang sudah lama dikenalnya. Agar semangatnya makin terlecut untuk membuka usaha, ia pun segera keluar dari kantor pengacara tempatnya bekerja selama 7 tahun itu, meskipun oleh sang pemimpin diminta untuk tetap bertahan.


Dengan modal Rp 400.000 dari suaminya yang saat itu bekerja di sebuah bank, Meidya kemudian membeli kain. Lembaran kain-kain itu lalu dibuatkan pola, dipotong, kemudian dijahit. Semua itu dilakukannya sendiri di rumahnya, di sela-sela mengasuh anak pertamanya yang masih bayi. Ketika sudah menjadi daster, ia lalu menjual karyanya itu kepada para tetangga rumahnya. Dan ternyata tetangganya sangat berminat dengan produk pertamanya itu. Karena kalau dilihat dari jahitannya, daster buatannya memang terbilang bagus.


Suatu ketika, salah satu kerabat bersama anak lelakinya datang ke rumah Meidya. Bocah itu mengenakan setelan busana muslim yang bagus. Meidya sempat bertanya harganya, ternyata cukup mahal. Padahal melihat bahan maupun modelnya, Meidya yakin bisa menjahit baju seperti itu. Bahkan bisa membuatnya lebih bagus dengan harga yang lebih murah. Setelah kerabatnya pulang, Meidya langsung belanja bahan dan membuat baju muslim anak dengan warna kontras. Lagi-lagi untuk tes pasar, ia uji coba pada tetangganya. Dan ternyata semua tetangganya pun suka. Mereka bahkan tidak pernah lagi membeli baju muslim untuk anaknya di toko, tapi langsung memesan kepada Meidya.




Pelan-pelan, usaha Meidya mulai dikenal. Suatu ketika jelang Lebaran, ada teman tetangganya yang ingin pesan busana muslim anak dengan jumlah 100 stel, tapi mesti dikerjakan dalam waktu cepat. Sebagai pengusaha baru yang ingin maju, tawaran itu dianggap Meidya sebagai tantangan yang tidak boleh disia-siakan. Dengan modal pas-pasan ia segera membeli bahan yang dibutuhkan. Untuk mempercepat pengerjaan, ia meminta bantuan dua tukang jahit. Meidya dan suaminya waktu itu gembira sekali karena bakal mendapat rezeki yang lumayan besar. Suaminya pun turut membantu sebisanya, meskipun sering pulang kerja sampai larut malam.


Meidya sanggup memenuhi pesanan itu. Tapi apa yang terjadi ? Si pemesan tiba-tiba tidak ada kabar beritanya. Maka bisa dibayangkan, ia dan suaminya langsung kelimpungan. Apalagi modal yang dikeluarkan mereka sudah sangat banyak. Tentu saja mereka bingung, mau dikemanakan barang yang menumpuk sebegitu banyaknya ? Ternyata, musibah itu adalah cara Allah membukakan pintu rezeki untuk Meidya. Meidya jadi terpacu untuk memasarkan produknya ke pasar yang lebih luas. Di tengah kebingungan itu, ia dan suaminya harus berusaha ekstra keras bagaimana caranya agar baju anak-anak itu cepat terjual. Mereka kemudian sepakat berkeliling naik motor ke toko-toko pakaian anak di Surabaya untuk memasarkan barang miliknya.




Ada kejadian lucu yang selalu dikenang Meidya. Waktu itu ia dan suaminya sama-sama tak memiliki bekal ilmu marketing dan sama-sama tak pandai bicara. Sesampai di depan sebuah toko, mereka saling dorong untuk masuk lebih dulu. Bila mengingat kejadian itu, selalu memunculkan kelucuan dan sekaligus keharuan di benak Meidya. Karena bisa dibayangkan, mereka yang tidak punya pengalaman apapun soal marketing, tapi tiba-tiba harus dihadapkan pada persoalan seperti itu. Tapi karena dilakukan dengan sungguh-sungguh, kerja keras mereka pun membuahkan hasil. Barang dagangannya habis terjual. Bahkan, menjelang lebaran itu, Meidya bisa mendapat uang pemasukan lebih. Ia pun jadi tambah semangat. Pengalaman juga membuatnya makin percaya diri menghadapi konsumen. Bahkan, tak tanggung-tanggung agar lebih fokus pada usaha barunya, sang suami pun akhirnya keluar dari pekerjaannya sebagai karyawan bank. Lalu, mereka berdua total bahu membahu mengembangkan usaha.

 

Masih dengan modal sepeda motor bebek, mereka berboncengan mengantarkan barang atau mencari pelanggan baru. Kadang, tanpa disadari sandal Meidya sampai berlubang karena sering kena knalpot motor. Usaha mereka pun semakin berkembang. Tak hanya pasar Surabaya, saat ini distributor Meidya sudah tersebar di setiap provinsi di seluruh Indonesia. Tak hanya busana muslim anak, Meidya kini juga menerima seragam muslim sekolah dan busana seragam muslim dewasa untuk organisasi-organisasi Islam. Usahanya nyaris tidak ada habisnya. Bila masuk jelang Lebaran dan bertepatan masuk sekolah anak, pesanan pun pasti ramai. Selain itu, pesanan untuk seragam lembaga dakwah Islam pun juga kerap datang.




Meidya dan Krisnardi menyadari betul bahwa kesuksesan usaha mereka tidak datang begitu saja. Ada sebuah proses yang cukup panjang. Tak sekedar perjuangan duniawi semata, tapi juga perjuangan spiritual. Selain bentuk usaha yang bisa diperlihatkan secara kasat mata, sebenarnya mereka berdua juga tak henti-hentinya berdoa dan menjalankan perintah Allah. Meidya meyakini, keberhasilan usahanya ini memang tak terlepas dari anugerah Allah. Saat menerima rezeki, Meidya dan suami berusaha membaginya kepada orang lain. Ia selalu berpegang pada firman Allah, bahwa sebagian harta yang kita miliki adalah milik orang lain. Jadi ketika ia mendapat rezeki, seketika itu pula ia sisihkan 2,5 persen untuk sesama yang membutuhkan.


Sudah menjadi kebiasaan sejak mengawali usaha, Meidya akan langsung bersedekah untuk anak yatim, panti asuhan, sampai pembangunan rumah ibadah yang ada di berbagai tempat ketika habis menerima rezeki. Dan ternyata, begitu ia mengeluarkan sedekah itu, rezeki yang datang kepadanya pun semakin berlipat. Bahkan, Meidya pernah membiayai haji serta umrah orangtua, mertua, dan kerabatnya. Dan sepulang beribadah itu, Meidya merasa rezeki yang diberikan Allah semakin ditumpahkan. Meidya pun mengagumi suaminya yang tak hanya gigih bekerja, tapi juga taat dalam menjalankan ibadah. Suaminya sering melaksanakan sholat Dhuha sebelum berangkat bekerja.  Dan kini, Meidya pun bercita-cita bisa memberangkatkan umrah karyawannya.



MEIDYA - Busana Anak Muslim


Workshop :

Taman Pondok Legi III blok R-1, Pepelgi Waru Sidoarjo

Contact person: Meidya Hanum 08165453891/ 031-8544885

email: meidyahanum@gmail.com      

0 komentar:

Posting Komentar