Menu sate nyaris identik dengan Madura. Namun, Mr. Teto bukan sembarang sate. Ia sukses mem-branding usaha dan memproklamirkan produk sate yang melayani delivery oder. Apa lagi keistimewaannya ?
Dari kota
Yogyakarta, keistimewaan Mr. Teto bermula. Nama unik ini ternyata sebutan
pendek Madura Sate Soto, sebuah brand
yang diusung Achmad Junaidi Basri, pria asal Desa Mambulu, Sampang, Madura.
Butuh waktu panjang bagi Junaidi agar Mr. Teto dikenali masyarakat. Tahun 2000,
ia datang ke Yogya untuk kuliah manajemen di Universitas Cokroaminoto. Saat
duduk di bangku semester IV, dengan bermodal uang Rp 30.000 ia berjualan sate
di pasar Prenggan, Kota Gede, tak jauh dari rumah kontrakannya. Ia menjual per
bungkusnya Rp 1.500. Namun dalam sehari itu satenya hanya laku empat bungkus.
Hari berikutnya ia menjual lagi dengan harga per bungkus Rp 1000. Dan dalam
tempo hanya lima menit sudah laku 35 bungkus. Junaidi pun berkesimpulan, harga
jual sate sehari sebelumnya memang kemahalan.
Sejarah bisnis
Junaidi terus terukir. Dua tahun kemudian, ia membeli gerobak dorong. Setelah
itu ia membagi waktu, pagi jualan sate bungkus di pasar, malam harinya ia
berjualan keliling kampung dengan gerobak barunya itu. Dalam tempo lima bulan,
tabungannya pun cukup untuk membeli lima gerobak sate lagi. Ia lalu mencari
karyawan untuk menjalankannya. Semua gerobak itu ia namakan sate imut karena
pangsa pasarnya memang anak-anak. Sayang, bisnis Junaidi mendapatkan ujian.
Tidak semua karyawan yang menjalankan gerobaknya bertindak jujur. Akhirnya, ia
pun kembali berjualan sendiri. Dari lima gerobak, akhirnya ia kembali hanya
memiliki satu gerobak.
Tahun 2007,
setelah genap 6 tahun jualan keliling, Junaidi membuka lapak tak jauh dari
kantor Pegadaian Kotagede. Tendanya ia namai Sate Suramadu lantaran
terinspirasi Jembatan Suramadu yang kala itu baru diresmikan. Pelan tapi pasti,
pelanggan mulai berdatangan. Namun lagi-lagi ujian datang, si pemilik tempat
meminta Junaidi tak berjualan di sana lagi. Setelah itu, satu tahun boleh
dikata Junaidi menganggur. Lalu ia kembali berjualan keliling. Tetapi
keinginannya untuk membesarkan usaha tidak padam. Ia butuh ilmu bagaimana
caranya bisa mengelola usaha sate secara profesional dari seorang pembimbing.
Sebagai
seorang mahasiswa jurusan manajemen, tentu Junaidi tidak lepas dari up date berita di koran, terutama bacaan
soal seminar-seminar bisnis agar memperoleh ilmu mengelola bisnis secara
profesional. Ia kemudian bersikeras untuk mengikuti seminar bisnis. Sayang
kebanyakan seminar yang ia temui biayanya terlalu mahal untuk kantongnya. Namun
beruntung, suatu kali ada seminar bisnis yang berbiaya cukup murah. Ia lalu
mendaftar di seminar bisnis yang bertempat di sebuah perguruan tinggi di
kawasan Yogya utara itu. Di seminar tersebut, Junaidi berjumpa dengan sesama
pemula bisnis atau yang sudah senior. Dua poin yang ia peroleh dari seminar itu
adalah, ia harus punya keyakinan penuh dalam berbisnis dan memiliki mentor yang
bisa membimbing bisnisnya. Cara pandangnya yang kedaerahan juga harus segera berubah.
Ia harus berpikir secara nasional bila usahanya ingin besar.
Seminar
pertama yang diikutinya itu ternyata masih belum cukup. Ia lalu mendaftar di
seminar kedua. Dan begitu masuk ruangan seminar, Junaidi sudah memperkenalkan
dirinya sebagai Mr. Teto, owner
bisnis sate. Nama ini memang melawan arus, karena biasanya penjual sate
menggunakan sebutan Cak. Di seminar itu Junaidi seperti mendapatkan kesempatan
menjelaskan tentang Mr. Teto yang sebenarnya bukan Mister, sebutan pria ala
Barat, melainkan kependekan dari Madura. Jadi, Mr. Teto adalah kependekan dari
sate-soto Madura. Selain berjualan sate, pada saat itu Junaidi memang juga
berjualan soto di Jalan Kemerdekaan.
Ihwal warung
soto dan sate di Jalan Perintis Kemerdekaan di tahun 2012, Junaidi punya sejarahnya.
Ceritanya, di saat ia pasrah karena tidak kunjung berhasil mengembangkan usaha,
ia bertemu dengan teman karibnya semasa SMA di Facebook, yang bernama Andri.
Saat itu, si teman sudah menjadi pegawai negeri di provinsi lain. Dalam
percakapan itu, Junaidi mencoba mengingatkan si teman, bahwa mereka dulu pernah
berkomitmen untuk mempunyai perusahaan. Singkat cerita, sang sahabat tersebut
lalu membantu modal Rp 30 juta. Uang Rp 30 juta itulah yang ia gunakan untuk
merayu adik iparnya yang sudah membuka warung sate di Jalan Perintis
Kemerdekaan. Ia menawarkan kerja sama untuk membesarkan usaha dengan bagi hasil
50 : 50. Sayangnya, adik iparnya itu tidak terbujuk rayuannya. Mungkin karena
saat itu si adik ipar sudah mendapatkan penghasilan sekitar Rp 300.000 per
hari.
Junaidi tak
menyerah, ia terus membujuk sampai akhirnya sang ipar menyetujui ajakannya
sebagian. Junaidi boleh jualan soto koya dan ayam bakar di warung si adik ipar,
sementara si adik ipar tetap berjualan sate. Namun, meski Junaidi berjualan
soto dan ayam bakar, ia tetap mem-branding
sate milik si adik ipar. Dan dalam satu bulan omzet usaha sate itu pun naik
drastis menjadi Rp 800.000 sampai Rp 1 juta per hari. Ayah dua anak ini pun
makin yakin dengan pepatah siapa menanam, dialah yang akan menuai hasilnya. Dengan
ikhlas ia terus mem-branding dan
mempromosikan sate dari rumah ke rumah, dan dari instansi satu ke instansi
lainnya. Ia menyebarkan brosur dan mempromosikan pula delivery order sate Madura pertama di Indonesia. Dan dalam tempo
empat bulan melayani delivery order,
omzet satenya mencapai Rp 30 juta. Tapi Junaidi mengaku saat itu tak sedikitpun
ia menikmati fee dari iparnya.
Baginya saat itu, yang penting masih bisa berjualan di warung dan mem-branding sate.
Suatu ketika,
adik iparnya bersedia bekerja sama penuh dengan syarat dalam tempo tiga bulan,
omzet delivery satenya bisa 100 boks
per hari. Junaidi menyanggupi. Dan ternyata dalam tempo 2 bulan saja sudah
memenuhi target. Genap 10 bulan, ia pun mulai minta ketegasan sang adik perihal
kerja sama penuh tersebut. Bila tidak, Junaidi akan keluar dari warung itu
tetapi tetap dengan membawa brand Mr. Teto, sementara sang adik kembali ke
warung aslinya. Dan si adik ternyata bersedia, namun itu pun masih dengan
pembagian 60 : 40 untuk Junaidi. Sepertinya kesabaran Junaidi masih diuji.
Sampai akhirnya, ketika kepemilikan saham sama imbangnya, Junaidi mulai kerja
eksra keras mem-branding Mr.Teto sebagai delivery
order sate Madura pertama di Indonesia, bahkan dunia. Adik iparnya ia
jadikan manajer produksi. Berkat branding yang kuat tersebut, usahanya pun
melesat.
Ada beberapa
menu sate yang ditawarkan Mr. Teto. Sate original bumbu kacang, sate ayam Madurasa,
dan Sate Kelapa Dimadu. Sate ayam Madurasa memiliki keunikan dalam proses
pengolahannya. Yakni menggunakan campuran madu. Jadi tidak perlu pakai bumbu
kacang saja sudah lezat, apalagi bila ditambah bumbu kacang, tentu rasanya
semakin bertambah lezat. Sementara Sate Kelapa Dimadu juga tak kalah sensasi
rasanya. Ini adalah sate ayam yang bahan bakunya dibacem lalu dibumbui dengan
kelapa dan madu sebelum dibakar. Rasa satenya lebih renyah dan lezat meski
harganya hanya Rp 16.000 per porsi. Untuk menu sate memang bisa delivery order, tapi untuk menu ayam
bakar dan soto koya belum bisa.
Dari berdagang
sate, soto, dan ayam bakar, per hari Junaidi bisa mengantongi tak kurang dari
Rp 10 juta. Tak lupa, Junaidi pun banyak beramal. Ia memanggil putra-putri
Madura yang kurang mampu untuk berkuliah di Yogya. Di sela-sela jam kuliah,
mereka bisa bekerja di Mr. Teto, dan tetap mendapatkan gaji. Selain itu Junaidi
juga memasukkan anak-anak Madura ke pesantren agar bisa menjadi tahfiz
(penghafal) Al Quran. Rupanya, Junaidi ingin membangun usahanya dengan
mengutamakan spiritual company. Ia
tidak hanya memikirkan keuntungan, melainkan juga sebagai tempat pengembangan
diri karyawan baik skill maupun
religinya.
Harapan
Junaidi, misi Mr. Teto mengangkat masakan tradisional Indonesia, khususnya sate
Madura ke tingkat nasional bahkan internasional. Usahanya memang sudah
membuahkan hasil. Mr. Teto menjadi pemenang pertama ajang Business Plan Contest Smartpreneur. Junaidi yang juga mantan tukang
sapu ini pun sekarang sudah menjadi jutawan. Semua ini berkat sate istimewa,
dari daerah istimewa Yogyakarta.
terharu,,, saya pernah menikmati sate ini,,, memang ada yg berbeda,, dan sekarang warungnya sudah besar bisa tikatakan resto.. lebih rapi dan lebih nyaman....
BalasHapusberbisnis memang butuh kesabaran dan keikhlasan serta do'a dan usaha dan tak lupa amal di sebagian rezki yg didapatkan
Cincin kawin emas putih
Ajip
BalasHapus