Saat Seblak
Oces dimulai pada tahun 2012 silam, masih jarang yang berjualan seblak. Menurut
Nia si perintis usaha ini, di keluarganya memang sering membuat makanan yang
aneh-aneh. Contohnya, sang ayah yang pernah membuat seblak dari kerupuk udang.
Suatu hari, ia sempat membuat seblak itu untuk disuguhkan kepada teman-temannya
yang datang ke rumah. Karena seblak buatannya itu ternyata disukai, Nia lalu
mencoba menjualnya. Untuk mendapatkan nama ‘Oces’, dipilih lantaran semasa
kecil tingkah Nia tak bisa diam alias oces
dalam bahasa Sunda. Sebagai langkah awal, Nia berjalan di depan rumah
orangtuanya selama beberapa bulan pertama. Tak sedikit tetangga yang
mengatakan, makanan yang dijualnya aneh karena menggunakan kerupuk sebagai
bahannya. Namun, lebih banyak respons positif yang ia terima, sehingga
pembelinya makin lama makin banyak. Saat itu Nia menjual seblak buatannya
dengan harga Rp 4000 per porsi.
Setelah itu,
Nia mulai menjual seblak dengan gerobak kaki lima di daerah Purnawarman, dekat
Bandung Electronic Centre (BEC). Seblak yang pembuatannya kala itu sudah
dibantu oleh ibunya, tak lagi menggunakan kerupuk udang seperti sebelumnya,
melainkan diganti dengan kerupuk warna-warni. Seblak sendiri memiliki dua
versi, yaitu kering atau kuah nyemek dan
kuah basah. Dan Seblak Oces merupakan seblak basah yang berisi kerupuk, siomay,
batagor, ceker, dan bakso. Awalnya, penjualan Seblak Oces di pinggir jalan
naik-turun antara 5-10 porsi per hari. Namun, respons positif yang mulai banyak
berdatangan membuat seblak ini makin banyak penggemarnya. Karena salah satu
bumbunya menggunakan kencur, banyak orang lewat yang kemudian mampir dan mecoba
karena penasaran apa yang Nia jual sehingga bearoma kencur. Dan banyak pula
yang awalnya bertanya, apa itu seblak ?
Akhirnya
Seblak Oces berhasil mencapai standar penjualan minimal 25 porsi per hari.
Promosi dari mulut ke mulut turut membuat Seblak Oces makin laris. Kini dalam
sehari, Seblak Oces bisa laku sampai 400 porsi. Bahkan, sebelum buka pun sudah
ditunggu pembeli. Setahun setelah berjualan di Purnawarman, Seblak Oces lalu
membuka cabang di depan kampus Universitas Islam Bandung, di Jalan Tamansari.
Perkembangan yang pesat membuat Seblak Oces setelah itu membuka cabang lagi di
daerah Pasir Kaliki, Jalan Dipati Ukur, dan Antapani. Masing-masing cabang itu
dikelola oleh Nia sendiri, dibantu kakak dan saudara-saudaranya. Setiap cabang
memiliki satu pegawai. Meski kini mulai banyak orang yang mengikuti Seblak Oces
dan situasi ekonomi sedang tak menentu, Nia sama sekali tak masalah. Hal itu
justru membuat dirinya dan keluarganya terus berpikir lebih maju dan
berinovasi.
Lagipula,
menurut Nia, keberhasilan yang ia rasakan saat ini sama sekali di luar
perkiraannya. Biasanya, makanan yang aneh-aneh di Bandung, hanya ‘meledak’ di
awal penjualan saja, setelah itu cepat sekali hilang. Paling hanya bertahan
satu tahun. Namun, Seblak Oces bisa bertahan sampai sekarang dengan kondisi
yang banyak kompetitor, menurutnya sudah cukup bagus. Nia pun malah merasa
senang dengan banyaknya orang yang berjualan seblak, termasuk di luar kota
Bandung. Itu berarti makanan kreasi keluarganya diakui banyak orang.
Bila awalnya
hanya menjual seblak biasa, sejak pertengahan 2013 Seblak Oces juga ditambahi
dengan ceker dan bakso. Harga per porsi untuk seblak biasa Rp 8000, ditambah
ceker ayam Rp 10.000, dan ditambah ceker plus bakso Rp 12.000. Dalam sehari,
masing-masing cabang bisa menjual 70-100 porsi. Meski kelasnya kaki lima,
Seblak Oces juga rajin mengikuti bazar di berbagai kampus dan berpromosi di
media sosial Twitter dan Facebook. Maka tak heran bila banyak pembeli Seblak
Oces yang datang dari luar kota terutama Jakarta.
kreeen ...saluut
BalasHapusmakasaih atas infonya, kunjungi http://bit.ly/2CTxqfK
BalasHapus