Tokoh drama Jepang, Oshin, pada era 1980-an sempat menjadi idola di masyarakat Indonesia. Nama Oshin yang terkenal saat itu pun dilekatkan ke berbagai barang untuk menarik pembeli, termasuk jajanan, yang akhirnya ikut terkenal. Popularitas Oshin inilah yang kemudian membawa berkah bagi Angga dan Lega lewat Midi Osyin. Midi Osyin adalah jajanan berbentuk mi lidi, atau kalau di daerah lain biasa disebut nyenyerean atau lidi-lidian, yakni berupa mie kering panjang dengan taburan bumbu. Nama Oshin disematkan karena mie itu diyakini berasal dari Jepang.
Midi Osyin
mulai dikembangkan Angga dan Lega, sejak akhir November 2011 di Sukabumi. Untuk
meningkatkan popularitasnya, mereka pun berusaha untuk memiliki keunggulan lain
dari produk serupa yang sudah ada di pasaran. Dilihat dari kemasannya, Midi
Osyin sudah terlihat unik. Mi kering itu dibungkus dengan tabung mika bening
seberat 150 gram. Dari segi rasa dan kualitas pun juga dibuat berbeda dari
produk lain. Kedua sahabat tersebut butuh tiga bulan untuk menyiapkan konsep
bisnis dan produksi. Saat awal produksi kuantitasnya masih terbatas. Sebab
promosi dan inovasi masih terus dirancang.
Memulai
bisnis, mereka hanya bermodal Rp 4 juta. Modal itu digunakan untuk membeli
bahan baku produksi serta distribusi. Belanja modal itu antara lain untuk
mencari pemasok mi lidi setengah jadi, penggorengan khusus, kompor, bumbu,
serta kemasan. Promosi Midi Osyin pun turut dilakukan melalui media sosial.
Produksi pertama Midi Osyin menggunakan bahan baku 10 kilogram mi yang
diperoleh dari pabrik di kawasan Majalaya, Bandung. Mi yang masih setengah jadi
itu kemudian digoreng di penggorengan ceper berukuran 30x60 cm. Setelah itu
baru dikemas.
Membangun jaringan
merupakan bagian paling penting dalam promosi dan distrubusi. Mereka pun
menghubungi teman-teman dan kalangan komunitas pengusaha lainnya untuk mencoba
Midi Osyin. Jaringan online dan media
sosial pun dinilai efektif memperkenalkan jajanan ini kepada konsumen. Hasil
promosi itu membuat permintaan Midi Osyin melonjak. Pasokan dari pabrik mie di
Majalaya pun tidak lagi mencukupi. Pemasok mi tersebut juga tidak sembarangan.
Harus memperhatikan kualitas terigu yang digunakan. Proses pembuatannya pun harus
higienis. Dan kualitas mie kering itu tetap dijaga saat proses penggorengan.
Minyak yang digunakan untuk menggoreng bukan dari minyak curah. Minyaknya pun
hanya digunakan untuk satu kali penggorengan. Sementara bumbu yang digunakan
juga berasal dari cabai asli.
Midi Osyin
menawarkan ragam pilihan rasa, yakni pedas, barbeque
(BBQ), keju spesial, original, BBQ pedas, jagung bakar, jagung bakar pedas,
pizza dan cokelat. Selain itu juga menawarkan berbagai tingkatan rasa pedas.
Setiap kemasan dijual seharga Rp 12 ribu. Untuk mengerjakan Midi Osyin, mereka
merekrut tenaga kerja dari tetangga sekitar. Jumlahnya mencapai 13 orang yang
terdiri dari para ibu dan anak muda.
Perjalanan
bisnis Midi Osyin bukan pula tanpa rintangan. Ketika produksi mulai menggeliat,
mereka malah rugi hingga 50 persen dari biaya produksi. Saat itu banjir melanda
Ibu Kota. Pesanan menjadi sepi, termasuk distribusinya. Namun rintangan itu tak
membuat mereka memutuskan berhenti. Kini Midi Osyin semakin berkembang.
Produksi rata-rata per hari bisa mencapai 150 kg sampai 200 kg mi atau 1.200
kemasan. Penjualan bisa meningkat karena mereka menggunakan sistem agen daerah,
selain mengandalkan pemasaran online.
Mereka merekrut agen-agen pemasaran di daerah agar distribusinya semakin dekat
tanpa ongkos kirim.
Dengan
perjanjian jual putus, agen setiap bulan mengambil minimal 1000 hingga 2000
kemasan Midi Osyin. Nantinya mereka dapat mengambil keuntungan dari sisa
penjualan dari harga dasar yang ditetapkan. Agen Midi Osyin saat ini ada di
lima titik, yakni di kawasan Jakarta, Depok, Tangerang, Bogor, Bekasi,
Sidoarjo, Lamongan, Sukabumi, dan Bandung. Dengan strategi tersebut, omzet yang
dihasilkan pun melesat. Dalam sebulan, mereka berhasil menyebarkan 20 ribu
kemasan kepada para agen dengan omzet rata-rata Rp 100-200 juta per bulan.
Meski sudah
sampai pada capaian tersebut, mereka tak mau cepat puas. Baik Angga maupun Lega
sepakat untuk merambah pasar internasional pada 2015. Menurut mereka, Era
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), harus dimanfaatkan. Penawaran eksklusif dengan
cita rasa dan kebudayaan lokal, adalah nilai jual yang baik di pasar bebas.
Karena itulah, mereka tengah mempersiapkan berbagai perizinan dan sertifikasi
dari pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sertifikasi dinilai penting
agar daya saingnya juga terbukti dan diakui.
Order here :
CS : 0897 0880 878
Pin BB : 25C26970
Order here :
CS : 0897 0880 878
Pin BB : 25C26970
0 komentar:
Posting Komentar