Sabtu, 03 Januari 2015




Tokoh drama Jepang, Oshin, pada era 1980-an sempat menjadi idola di masyarakat Indonesia. Nama Oshin yang terkenal saat itu pun dilekatkan ke berbagai barang untuk menarik pembeli, termasuk jajanan, yang akhirnya ikut terkenal. Popularitas Oshin inilah yang kemudian membawa berkah bagi Angga dan Lega lewat Midi Osyin. Midi Osyin adalah jajanan berbentuk mi lidi, atau kalau di daerah lain biasa disebut nyenyerean atau lidi-lidian, yakni berupa mie kering panjang dengan taburan bumbu. Nama Oshin disematkan karena mie itu diyakini berasal dari Jepang.

Midi Osyin mulai dikembangkan Angga dan Lega, sejak akhir November 2011 di Sukabumi. Untuk meningkatkan popularitasnya, mereka pun berusaha untuk memiliki keunggulan lain dari produk serupa yang sudah ada di pasaran. Dilihat dari kemasannya, Midi Osyin sudah terlihat unik. Mi kering itu dibungkus dengan tabung mika bening seberat 150 gram. Dari segi rasa dan kualitas pun juga dibuat berbeda dari produk lain. Kedua sahabat tersebut butuh tiga bulan untuk menyiapkan konsep bisnis dan produksi. Saat awal produksi kuantitasnya masih terbatas. Sebab promosi dan inovasi masih terus dirancang.

Memulai bisnis, mereka hanya bermodal Rp 4 juta. Modal itu digunakan untuk membeli bahan baku produksi serta distribusi. Belanja modal itu antara lain untuk mencari pemasok mi lidi setengah jadi, penggorengan khusus, kompor, bumbu, serta kemasan. Promosi Midi Osyin pun turut dilakukan melalui media sosial. Produksi pertama Midi Osyin menggunakan bahan baku 10 kilogram mi yang diperoleh dari pabrik di kawasan Majalaya, Bandung. Mi yang masih setengah jadi itu kemudian digoreng di penggorengan ceper berukuran 30x60 cm. Setelah itu baru dikemas.

Membangun jaringan merupakan bagian paling penting dalam promosi dan distrubusi. Mereka pun menghubungi teman-teman dan kalangan komunitas pengusaha lainnya untuk mencoba Midi Osyin. Jaringan online dan media sosial pun dinilai efektif memperkenalkan jajanan ini kepada konsumen. Hasil promosi itu membuat permintaan Midi Osyin melonjak. Pasokan dari pabrik mie di Majalaya pun tidak lagi mencukupi. Pemasok mi tersebut juga tidak sembarangan. Harus memperhatikan kualitas terigu yang digunakan. Proses pembuatannya pun harus higienis. Dan kualitas mie kering itu tetap dijaga saat proses penggorengan. Minyak yang digunakan untuk menggoreng bukan dari minyak curah. Minyaknya pun hanya digunakan untuk satu kali penggorengan. Sementara bumbu yang digunakan juga berasal dari cabai asli.

Midi Osyin menawarkan ragam pilihan rasa, yakni pedas, barbeque (BBQ), keju spesial, original, BBQ pedas, jagung bakar, jagung bakar pedas, pizza dan cokelat. Selain itu juga menawarkan berbagai tingkatan rasa pedas. Setiap kemasan dijual seharga Rp 12 ribu. Untuk mengerjakan Midi Osyin, mereka merekrut tenaga kerja dari tetangga sekitar. Jumlahnya mencapai 13 orang yang terdiri dari para ibu dan anak muda.


Perjalanan bisnis Midi Osyin bukan pula tanpa rintangan. Ketika produksi mulai menggeliat, mereka malah rugi hingga 50 persen dari biaya produksi. Saat itu banjir melanda Ibu Kota. Pesanan menjadi sepi, termasuk distribusinya. Namun rintangan itu tak membuat mereka memutuskan berhenti. Kini Midi Osyin semakin berkembang. Produksi rata-rata per hari bisa mencapai 150 kg sampai 200 kg mi atau 1.200 kemasan. Penjualan bisa meningkat karena mereka menggunakan sistem agen daerah, selain mengandalkan pemasaran online. Mereka merekrut agen-agen pemasaran di daerah agar distribusinya semakin dekat tanpa ongkos kirim.

Dengan perjanjian jual putus, agen setiap bulan mengambil minimal 1000 hingga 2000 kemasan Midi Osyin. Nantinya mereka dapat mengambil keuntungan dari sisa penjualan dari harga dasar yang ditetapkan. Agen Midi Osyin saat ini ada di lima titik, yakni di kawasan Jakarta, Depok, Tangerang, Bogor, Bekasi, Sidoarjo, Lamongan, Sukabumi, dan Bandung. Dengan strategi tersebut, omzet yang dihasilkan pun melesat. Dalam sebulan, mereka berhasil menyebarkan 20 ribu kemasan kepada para agen dengan omzet rata-rata Rp 100-200 juta per bulan.



Meski sudah sampai pada capaian tersebut, mereka tak mau cepat puas. Baik Angga maupun Lega sepakat untuk merambah pasar internasional pada 2015. Menurut mereka, Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), harus dimanfaatkan. Penawaran eksklusif dengan cita rasa dan kebudayaan lokal, adalah nilai jual yang baik di pasar bebas. Karena itulah, mereka tengah mempersiapkan berbagai perizinan dan sertifikasi dari pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sertifikasi dinilai penting agar daya saingnya juga terbukti dan diakui.

Order here :
CS : 0897 0880 878
Pin BB : 25C26970

0 komentar:

Posting Komentar