Murahnya harga kontainer, menjadi pilihan untuk mengganti biaya bangunan yang melangit. Meski tampilan dasarnya kurang menarik, namun dengan desain yang pas kontainer pun bisa berubah menjadi kafe yang menarik dan enak dipandang. Salah satu kafe yang memanfaatkan kontainer bekas adalah Gal'El The Street Food yang berada di Mall Grand Cakung, Jakarta Timur. Menurut Rhea, pemilik Gal'El, ide membangun kafe dari bahan kontainer berawal dari suaminya yang kebetulan memang memiliki bisnis modifikasi kontainer. Sang suami pun sudah kerap menerima pesanan memodifikasi kontainer untuk dijadikan kafe. Namun kebanyakan permintaan yang datang, hanya membuat kafe dari satu kontainer saja. Dari situlah, kemudian mereka mencoba untuk mengembangkan dengan menggunakan banyak kontainer dan dengan tampilan yang lebih cantik. Sekaligus mengedukasi orang bahwa kontainer pun bisa dipakai untuk apa saja.
Ketika mengunjungi kafe ini, pandangan pertama berupa warna kuning yang mencolok membuat Gal'El menjadi menarik. Warna kuning sengaja dipilih karena eyecatching. Selain itu, konon dari sisi psikologi, warna kuning bisa menambah lapar atau nafsu makan. Proses pembuatan dari bahan kontainer pun tidak lama karena sudah ada pondasinya. Gal'El dibuat dari 4 kontainer ukuran 3 x 40 feet dan 1 x 20 feet. Rangka kontainer tetap sama, hanya tinggal melepas dinding sampingnya sehingga dalam kondisi terbuka. Karena lahannya kecil, maka dibuatlah bertingkat agar lebih kelihatan struktur bangunannya.
Gal'El terdiri dari dua lantai. Bagian bawah ada dapur, panggung untuk penyanyi, dan meja makan. Sementara di lantai atas ada beberapa meja makan. Uniknya, meja makan dibuat dari sisa besi kontainer, sementara kursi dibuat dari kaleng cat bekas yang diberi busa untuk duduk. Panggung sengaja dibuat untuk live akustik setiap malam minggu. Rhea menambahkan, kontainer diperoleh dari daerah Cakung, yang memang menjadi deponya. Jadi memang tidak sulit untuk mendapatkannya. Harga kontainer mengikuti kurs dolar atau ketersediaan barang. Kontainer yang digunakan adalah kontainer bekas yang dijual karena sudah tidak dipakai lagi.
Peremajaan kontainer di pelayaran biasanya dilakukan 8-10 tahun sekali. Di waktu tertentu tersedia dalam jumlah banyak dengan harga yang murah. Harganya berkisar untuk ukuran 20 feet Rp 15-17 juta, sedangkan 40 feet Rp 19-23 juta. Bisa dibilang kondisinya 80% masih bisa dipakai dan tidak bocor. Kalau karat mungkin saja terjadi karena terkena hujan dan matahari. Namun, pada proses fabrikasi karat-karat ini akan di-brushing lagi dengan menggunakan cat anti karat supaya hasilnya bagus.
Menurut Rhea, yang mahal justru pada konsep desainnya menjadi sebuah kafe. Bagaimana memadupadankan antara besi dengan kayu agar lebih natural atau outdoor. Orang berpikir kontainer itu panas, oleh karena itu perlu dicampur dengan kayu yang lebih alami agar terkesan adem. Lalu, juga sengaja dibuat terbuka, karena kalau tertutup akan ada biaya tambahan agar ruangan tidak panas. Membangun dengan bahan dasar kontainer juga lebih cepat dan gampang, hanya memakan waktu 2 bulan saja. Berbeda jauh dengan bangunan biasa yang bisa berbulan-bulan. Bahkan, jika ingin pindah pun, tinggal diangkat saja dan dipindah ke tempat lain.
Begitu juga dengan perawatannya yang sangat gampang. Yang penting selama tidak kepentok akan bertahan lama. Paling yang memudar adalah cat. Jadi pakailah cat bagus yang bisa bertahan 4-5 tahun. Berbeda jika memakai cat biasa, hanya bertahan 1-2 tahun saja. Rhea yang masih ingin mengembangkan Gal'El ini menjelaskan, kafenya menyediakan menu khas, mulai dari martabak telur, burger, nasi goreng, steak, dan minuman Gal'El Orange Lechi yang diracik sendiri.
Kafe lain yang juga memakai bahan dasar kontainer adalah Walking Drums yang didominasi warna cokelat. Letaknya di daerah Pati Unus, Jakarta Selatan, tepatnya di sebelah lapangan tenis. Menurut si empunya kafe, Yasmin, tadinya tempat tersebut adalah halaman dari kantor yang didirikan Yasmin dan kakaknya. Selain itu, mereka juga menjadi pengelola lapangan tenis itu. Melihat lahan kosong tersebut, Yasmin merasa sangat sayang jika tidak dimanfaatkan. Akhirnya, ia dan sang kakak pun mencoba membuat kafe dari bahan kontainer dengan konsep indoor dan outdoor, agar lebih enak dilihat orang. Apalagi, di Jakarta memang butuh banyak tempat untuk duduk-duduk yang banyak pohon hijaunya, untuk menghilangkan rasa lelah.
Walking Drums adalah coffee shop dengan konsep semi resto karena ada makanan untuk breakfast, lunch, dan dinner. Makanan yang disajikan lebih ke Asian fushion mulai dari makanan Indonesia, Vietnam, dan Jepang. Seperti nasi goreng hijau, bubur, kopi, atau teh. Pemilihan kontainer, menurut Yasmin, tak lain karena lebih efisien, fleksibel, dan pembangunannya tidak lama. Lebih kurang 5-6 bulan sudah jadi. Tinggal dipasang lalu renovasi bagian dalam dan luarnya, ditambah halaman. Yang mahal adalah desainnya karena memakai arsitek khusus.
Warna cokelat dipilih karena lebih alami. Bahkan tembok di bagian depan sengaja dibuat berkarat. Jadi, bisa mendapatkan suasana alam yang natural. Bagian luar dipasang meja kayu dan kursi besi agar menyatu dengan konsep kontainer. Sementara di bagian dalam ada sofa sebagai aksen bagi pengunjung yang ingin duduk nyaman. Bagian bar juga masih memakai besi agar desainnya nyambung dengan bagian luar. Begitu juga bagian lantai, masih menggunakan dasar kontainernya. Uniknya, di salah satu sudut meja diletakkan radio kuno Marshall yang memperdengarkan lagu-lagu buat pengunjung. Keberadaan radio inilah yang menjadi favorit para pengunjung kafe.
Yasmin mengakui, tak ada kendala berarti saat membangun kafe ini karena bahan dasarnya tidak rumit. Yang terpenting adalah desain dari arsiteknya supaya bagaimana kelihatan keren dan tidak terlihat seperti kontainer. Anggapan kontainer itu panas tentu saja akan berubah begitu melihat kondisinya tetap nyaman tak seperti di dalam kontainer. Perawatan yang mudah juga membuat Yasmin tak begitu pusing, begitu juga dalam hal ketahanan. Yasmin pun senang, Walking Drums kini selalu ramai didatangi orang. Dari pagi sampai malam dengan kondisi orang yang berbeda-beda, mulai dari anak sekolah, mahasiswa kampus, sampai orang kantoran.
0 komentar:
Posting Komentar