Indonesia sangat populer di mata warga Australia. Warga Negara Kanguru, sangat menikmati keramahan dan tentu masakan khas Indonesia. Hal ini menimbulkan sebuah ide di benak Wiraguna Soenan Haniman, warga Indonesia yang tinggal di Melbourne, Australia. Pria yang biasa disapa Soenan ini pun menyesuaikan restoran dengan gaya khas Indonesia, meski soal rasa tetap diatur pas dengan lidah Aussie. Di resto mini yang diberi nama Jokamz itu, rasa rindu warga Indonesia di Melbourne, Victoria, Australia, bisa terobati. Etalase yang memajang Teh Kotak, Kecap Bango hingga Saus ABC menjadi pemandangan ala warung makan di Tanah Air. Belum lagi menunya, sangat menonjolkan makanan-makanan unggulan Nusantara, mulai dari rendang, terong balado, iga bakar, nasi goreng, hingga bakwan.
Tidak hanya itu, Jokamz pun memiliki para pelayan yang memiliki logat Jawa yang kental. Keberadaan mereka kian mengentalkan nuansa Nusantara di resto ini. Alhasil, kekhasan menu di Jokamz tidak hanya dinikmati warga Indonesia. Warga Australia yang rindu kenangannya berlibur di Indonesia juga menikmati makanan di Jokamz. Soenan mendirikan Jokamz sejak Desember 2014. Ia tertarik berbisnis restoran karena menyadari besarnya minat warga Australia terhadap makanan Indonesia. Target pasarnya memang untuk orang bule. Menurut Soenan, Indonesia sangat populer di mata orang Australia. Mereka terbiasa menghabiskan waktu liburan di Nusantara. Dan Bali adalah pilihan paling murah untuk tujuan liburan mereka.
Kehangatan suasana di Tanah Air dan kelezatan menunya membekas di benak warga Australia. Mereka rindu dengan makanan tradisional Indonesia. Soenan mengatakan, Jokamz yang terletak di Jalan Cardiff, Melbourne, Australia, ini dikenal karena memasak makanan Indonesia, meski bukan menu autentik. Artinya, mayoritas bahan makanan yang ditawarkan Jokamz masih diambil dari Australia. Hanya beberapa yang diambil dari Indonesia. Selain itu, Jokamz melakukan variasi produk untuk disesuaikan dengan lidah orang Australia. Kalau rendang misalnya, disesuaikan rasa pedasnya dengan lidah orang setempat.
Variasi lainnya, menu asal Indonesia dikombinasikan dengan makanan Australia. Soenan mencontohkan, Jokamz telah merilis burger tempe dan burger terong balado. Burger yang biasanya diisi oleh fillate sapi diganti dengan tempe dan terong balado. Menu tersebut ternyata membuat penasaran warga Aussie. Tak hanya itu, burger itu juga cocok untuk para vegetarian. Ke depannya, Soenan akan terus menawarkan menu tematik bagi para konsumennya. Menu akan diganti per termin tertentu, dengan menampilkan makanan khas yang terkenal di Indonesia. Misalnya, pekan ini dikasih tema Sumatra, maka menu yang ditawarkan adalah rendang dan terong balado. Lalu pekan berikutnya, dikasih tema Yogyakarta, dengan menawarkan menu gudeg. Ini menurut Soenan, akan menarik konsumen.
Meski tinggal di negeri berpenduduk mayoritas non-Muslim, Soenan tetap berkomitmen agar Jokamz menyajikan makanan halal. Melbourne yang memiliki 200 etnik yang memeluk berbagai agama, termasuk Islam, membuat Soenan mengambil keputusan tersebut. Tidak hanya itu, sebagai seorang Muslim, Soenan pun bertekad bisa mempromosikan makanan halal kepada warga Melbourne dan Australia. Pun untuk mengurus sertifikasi halal di Victoria juga bukan hal yang sulit. Biaya pengurusannya tergolong murah. Pengusaha yang ingin disertifikasi harus mengajukan diri kepada otoritas halal setempat. Setelah itu akan diakreditasi. Petugas terkait akan mengecek dari mana saja suplai bahan baku makanan yang disajikan resto tersebut, apakah ada zat haram atau tidak. Dan sebetulnya, menurut Soenan, asal tidak menyajikan menu babi, relatif lebih mudah.
Warga asli Melbourne juga tidak pernah mempermasalahkan adanya restoran yang mencantumkan label halal. Mereka tidak pernah mengganggu masalah halal, meski identik dengan ajaran Islam yang notabene tengah disoroti oleh dunia barat. Tak hanya itu, para karyawan Jokamz yang rata-rata berjilbab juga tidak pernah mendapat gangguan berarti. Warga Melbourne justru menghormati ketika seseorang memegang teguh prinsip dan keyakinannya.
Sebenarnya, Soenan datang ke Melbourne untuk kuliah di Universitas Central Queensland (CQU) selepas lulus dari Universitas Padjajaran, Bandung, pada 1999. Untuk membiayai kuliah dan biaya hidup, Soenan pun berbisnis jasa kurir. Soenan mulai berbisnis secara profesional sejak 2002. Dia membuat sebuah perusahaan bernama DUIT Enterprises. DUIT merupakan singkatan dari doa, usaha, iman, dan tawakal. Menurutnya, filosofi dari nama tersebut yakni harus membantu orang, kalau ingin dibantu oleh Allah SWT. Filosofi tersebut memiliki benang merah dengan usaha logistik yang dimiliki Soenan. Perusahaannya melayani usaha jasa kurir dan logistik untuk melayani pengusaha-pengusaha kecil di sekitar Melbourne. Dengan kerja keras, Soenan pun berhasil mendapatkan kepercayaan dari para pelanggannya.
Soenan pun berteman dengan para pengusaha dari berbagai etnik dan agama. Sebagai Muslim, Soenan bertekad menunjukkan kinerja terbaik kepada para pelanggannya. Saat ini, DUIT pun sudah menghasilkan omzet senilai 500 ribu dolar Australia atau Rp 5 miliar setiap tahun. Usaha logistiknya yang kian mapan membuat Soenan ingin mencoba tantangan baru. Pada 2014, Soenan memutuskan untuk membeli tempat sebuah resto yang juga berasal dari Indonesia untuk dijadikan rumah makan dengan menu Nusantara. Tempatnya yang relatif dekat dengan Universitas Melbourne membuat Soenan optimistis, restonya bisa diterima warga sekitar dan orang Indonesia.
Untuk menjalankan bisnis makanan, Soenan menjelaskan, dia butuh empat fase untuk sampai meraup laba. Pertama adalah rugi. Butuh banyak biaya bagi sebuah resto dengan brand baru untuk buka pada dua tahun pertama, sehingga menimbulkan kerugian. Namun, sambungnya, pengusaha harus punya target berapa rugi yang akan dihasilkan. Berikutnya adalah, fase mengurangi kerugian. Setelah dua tahun tersebut, pengusaha akan belajar sehingga tidak jatuh ke lubang yang sama sehingga rugi perlahan akan ditinggalkan. Karena itulah, grafik pendapatan akan mulai naik meski belum menutupi rugi. Kemudian, sebuah usaha akan mendapatkan modalnya kembali di fase ketiga. Dan di fase terakhir, pengusaha mulai bisa menikmati untung dari usaha yang sudah dijalankannya. Dan Soenan pun bersyukur, sekarang ia sudah berada di titik kerugian yang berkurang, sedangkan grafik pendapatan naik.
Jokamz saat ini bisa mendapatkan omzet 500 hingga 1100 dolar Australia per hari, dengan grafik yang terus meningkat. Meski demikian, Soenan mengaku, Jokamz masih harus disubsidi dari perusahaan induknya yakni DUIT. Soenan pun bertekad kelak Jokamz bisa lebih maju dari perusahaan induknya tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar