Laut menyimpan
kekayaan dahsyat, bahkan termasuk limbahnya. Di tangan Novie Indah Husniah,
sisik ikan dengan bau tak sedap yang berserakan dan memenuhi lapak-lapak
pedagang ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kecamatan Sedati, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur, bisa disulap menjadi aksesori menarik yang memiliki nilai
jual. Ibu satu anak ini menghasilkan bermacam-macam kerajinan mulai dari bros
pakaian, jepit rambut, sampai penghias konde. Keterampilan itu pun membawanya
meraih berbagai penghargaan.
Novie memang
melihat sisik ikan sebagai sesuatu yang menarik. Bentuknya yang melengkung
menyerupai kelopak bunga. Setelah ia perhatikan secara detail, rasanya cocok
untuk dijadikan bahan baku berbagai macam aksesori untuk perempuan. Berbekal
ilmu keterampilan yang telah ia miliki sebelumnya, sisik ikan itu pun akhirnya
bisa ia jadikan bros, jepit rambut, sampai hiasan konde untuk wanita yang
berkebaya, serta masih banyak lagi lainnya.
Munculnya keinginan
untuk membuat aksesori dari sisik ikan itu bermula ketika ia masih kuliah di
Universitas Negeri Surabaya (Unesa) jurusan Tata Busana. Di situ ada mata
kuliah kewirausahaan, yang salah satu tugasnya adalah meminta para mahasiswa
membuat karya sekreatif mungkin yang bersentuhan dengan dunia fashion. Kebetulan, rumahnya di Desa
Pepe, Kecamatan Sedati, Sidoarjo, merupakan kawasan tambak dan pesisir pantai.
Ayahnya, H. Fatchur adalah seorang petani tambak. Suatu hari ketika berjalan-jalan
di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Novie melihat sisik ikan banyak berserakan di
lapak-lapak penjual ikan. Ia berpikir, sisik ikan tersebut bisa dijadikan
sesuatu. Setelah ia perhatikan lebih detail lagi, rupanya sisik ikan kakap yang
berukuran besar itu bentuknya saja sudah terlihat menarik. Warnanya mengkilap
dengan bentuk melengkung mirip kelopak bunga.
Novie pun
meminta izin ke pedagang ikan di sana untuk membawa pulang sisik ikan itu.
Tentu saja mereka mau karena lapaknya bisa jadi lebih bersih. Sampai di rumah,
ia mengutak-atik bagaimana caranya membuat sesuatu dari sisik ikan. Saat itu ia
sudah berpikir ingin menjadikannya bros, yang pasti hasilnya akan bagus dan
unik. Apalagi dari sisi bahannya sudah terlihat cantik. Sisik ikan kakap yang
berukuran besar itu lebarnya bisa mencapai 5 cm. Sebelumnya ia hanya sering
mengetahui, para perajin aksesoris banyak menggunakan kelobot (kulit) jagung
atau kulit kerang sebagai bahan baku utamanya. Menurutnya, bahan-bahan tersebut
sudah tidak unik lagi, karena sudah terlalu umum digunakan para pengrajin.
Sementara kalau bahannya dibuat dari kulit ikan, pasti akan jadi lebih unik.
Mungkin ia memang bukan orang pertama pengrajin yang memakai bahan tersebut,
tapi setidaknya masih jarang yang memanfaatkannya. Dari situlah, Novie semakin
tertantang untuk membuat sebuah kreasi yang tidak hanya bagus, tapi juga
memiliki keunikan.
Langkah
pertama yang ia lakukan adalah, harus bereksperimen untuk menghilangkan lendir,
sehingga sisik ikan itu menjadi kesat. Tentu ia juga harus berupaya untuk
menghilangkan bau amisnya. Sisik ikan itu lalu ia rebus dan menjemurnya di
bawah terik matahari. Ternyata, cara yang ia lakukan ini tidak tepat. Sisik
ikan tidak bisa rata, tapi justru jadi melengkung sehingga sulit dibentuk. Tapi
Novie tidak pernah merasa gagal. Ia masih yakin bisa memanfaatkannya. Dari
membaca buku, literatur, hingga meminta saran pada dosennya untuk membuatkan
formula yang kira-kira cocok untuk menghilangkan bau amis pada sisik ikan,
akhirnya dosennya menyarankan untuk merendamnya dengan cairan pemutih pakaian,
kemudian menjemurnya. Formula dari dosennya itu ternyata hasilnya bagus. Sisik
ikan sudah tidak bau dan licin lagi.
Dan dari
beberapa kali uji coba ia pun makin paham, bahwa untuk pengeringannya tidak
boleh terkena sinar matahari langsung karena bakal membuat sisik ikan
melengkung. Tapi cukup diangin-anginkan saja. Persoalan bahan baku ini pun
sudah selesai. Berikutnya, sisik ikan sudah siap dikreasikan menjadi berbagai
aksesori menarik. Novie merangkai sisik ikan itu dan membentuknya menjadi
bunga. Ia menggunakan lem untuk merangkainya. Untuk mempercantik bentuknya, ia
tempelkan manik-manik di bagian kelopak bunga. Memang pertama kali mencoba
tidak langsung jadi. Ia tetap mengalami trial
and error. Kegagalan tidak pernah membuatnya patah semangat, dan yakin
pasti akan bisa. Dan setelah berkali-kali gagal, Novie pun bersyukur berhasil
menjadikan sisik-sisik ikan itu menjadi sebuah bros yang cantik dengan berbagai
warna dan bentuk.
Rupanya Novie
tak mau berhenti berkreasi. Ia pun membuat beragam jenis kerajinan lain, salah
satunya hiasan konde. Di karyanya ini ia memberi tambahan untaian kawat beserta
manik-manik untuk melengkapi keindahan bentuknya. Selanjutnya, kreasinya ini
menjadi bahan skripsi. Dan Novie bersyukur berhasil menyelesaikan kuliahnya
serta sudah punya modal kuat untuk terjun ke dunia usaha. Atas saran dosen
pembimbingnya yang menyarankan agar bros karyanya itu tidak hanya untuk bahan
tugas kuliah saja, tapi bisa diproduksi massal, Novie lalu membuatnya dalam jumlah
yang banyak. Awalnya, ia hanya menjualnya ke teman-teman di kampus. Dan ketika
ada keinginan untuk lebih memperbesar produksi, ia pun mulai mengajari ibu-ibu
di sekitar rumahnya.
Setelah para
ibu itu mahir, Novie semakin ingin fokus ke usaha. Untuk pengerjaan, ia memang
memanfaatkan ibu-ibu dan teman di sekitar rumahnya. Namun untuk urusan desain
dan komposisi warna tetap ia yang mengarahkan. Demi mengembangkan usahanya,
Novie lalu bergabung dengan koperasi Al Barokah di Tanggulangin, Sidoarjo.
Melalui koperasi tersebut, ia bisa mengikuti pameran di berbagai tempat.
Ternyata banyak yang suka dengan produknya. Novie pun senang produknya bisa
disukai, dan tentu saja semakin membuatnya bersemangat. Suatu ketika, usahanya
sempat dilirik sebuah bank. Bahkan, di tahun 2010 ia berhasil mendapatkan
penghargaan berupa City Micro Entrepreneur Award (CMA). Bermula dari
penghargaan itu, hasil karya kerajinannya dipublikasikan ke media, yang membuat
semakin dikenal di mana-mana.
Namun Novie
mengakui pula, ada beberapa kendala yang ia temui dalam mengembangkan usaha.
Dalam perjalanan waktu, produknya sempat seret. Masalahnya, tidak mungkin orang
datang ke outlet hanya untuk memberi
aksesori di kios yang ia bangun di depan rumah. Apalagi letak rumahnya juga di
pinggiran kota, bukan di jantung kota. Bahkan usaha Novie ini pun sempat vakum,
hingga ia beralih bekerja menjadi desainer di sebuah rumah busana muslim.
Semasa menjadi karyawan, Novie berpikir ulang. Kalau ia terus menerus bekerja
dengan orang lain, pasti tidak akan menguntungkan. Apalagi ia punya kemampuan
di dunia mode dan bisa membuat aksesori. Lalu, ia pun mengundurkan diri dan
kembali fokus menjalankan usahanya. Kali ini ia tak lagi sekadar menjual
aksesori tapi juga beragam produk agar lebih lengkap. Ia membuka butik busana
muslim. Ternyata setelah aksesori dan busana muslim ia gabungkan, usahanya
berjalan lancar. Karena pembeli biasanya membeli busana muslim lengkap dengan aksesorinya.
Usaha Novie
memang tidak sia-sia. Ia pun makin sering ikut pameran di berbagai tempat.
Makin banyak produknya terjual, makin banyak pula yang mengenalnya. Yang membuat
ia lebih senang, para pembeli tidak hanya membeli aksesori satuan saja, tapi
sering dalam jumlah besar. Banyak yang ingin menggelar hajat membeli kerajinan
sisik ikan untuk souvenir. Salah satu yang menjadi favorit pembeli adalah jepit
rambut. Novie menjelaskan, untuk memesan souvenir tentu tidak bisa mendadak.
Butuh waktu yang agak panjang, karena proses pembuatannya membutuhkan
keterampilan khusus dan ketelatenan. Bila ada pesanan dalam jumlah besar, paling
tidak butuh waktu tiga sampai empat bulan mengerjakannya. Dan saat ini Novie
sudah dibantu oleh empat pengrajin. Para pengrajin aksesoris itu bisa
mengerjakannya di rumah masing-masing, sehingga perannya sebagai ibu rumah
tangga tidak terganggu. Menurut Novie, memang lebih enak mengerjakan pembuatan
aksesori di rumah, yang dilakukan setelah pekerjaan rumah selesai.
Novie mematok
harga aksesorinya tidak terlalu mahal. Untuk jepit rambut kecil harga satuannya
sekitar Rp 15.000, bros Rp 25.000 sampai Rp 40.000 tergantung besar kecilnya,
sedangkan untuk hiasan konde harganya Rp 150.000. Untuk hiasan konde memang
agak mahal karena selain fisiknya lebih besar, juga ada untaian kawat sekaligus
manik-maniknya. Dan tentu Novie tidak akan berhenti sampai di produksi itu
saja. Ia akan terus mengembangkan berbagai produk. Apalagi ia memang sudah
sejak kecil menyukai seni kerajinan. Oleh karena itu, ia benar-benar mencintai
pekerjaan ini dan akan terus berkreasi. Produk baru yang rencananya akan ia
buat adalah anting, gelang, dan beragam aksesori lainnya.
Dari usahanya
ini, Novie sempat mendapatkan penghargaan dari Kementerian yang dulu disebut
Kementerian Ekonomi Kreatif. Ia dianggap mampu memberdayakan wanita yang ada di
sekitar rumahnya, sekaligus memberikan penghasilan untuk warga sekitar. Dari
desa pesisir tempat tinggalnya, Novie memang telah menyalakan spirit
kerativitas yang tak padam. Bersama kaum ibu di sekitar rumahnya, tangan
terampilnya mampu mengubah limbah laut menjadi bermakna. Sisik-sisik ikan di
sulap menjadi berbagai produk yang menawan.
0 komentar:
Posting Komentar