Rabu, 21 Januari 2015



Laut menyimpan kekayaan dahsyat, bahkan termasuk limbahnya. Di tangan Novie Indah Husniah, sisik ikan dengan bau tak sedap yang berserakan dan memenuhi lapak-lapak pedagang ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, bisa disulap menjadi aksesori menarik yang memiliki nilai jual. Ibu satu anak ini menghasilkan bermacam-macam kerajinan mulai dari bros pakaian, jepit rambut, sampai penghias konde. Keterampilan itu pun membawanya meraih berbagai penghargaan.

Novie memang melihat sisik ikan sebagai sesuatu yang menarik. Bentuknya yang melengkung menyerupai kelopak bunga. Setelah ia perhatikan secara detail, rasanya cocok untuk dijadikan bahan baku berbagai macam aksesori untuk perempuan. Berbekal ilmu keterampilan yang telah ia miliki sebelumnya, sisik ikan itu pun akhirnya bisa ia jadikan bros, jepit rambut, sampai hiasan konde untuk wanita yang berkebaya, serta masih banyak lagi lainnya.

Munculnya keinginan untuk membuat aksesori dari sisik ikan itu bermula ketika ia masih kuliah di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) jurusan Tata Busana. Di situ ada mata kuliah kewirausahaan, yang salah satu tugasnya adalah meminta para mahasiswa membuat karya sekreatif mungkin yang bersentuhan dengan dunia fashion. Kebetulan, rumahnya di Desa Pepe, Kecamatan Sedati, Sidoarjo, merupakan kawasan tambak dan pesisir pantai. Ayahnya, H. Fatchur adalah seorang petani tambak. Suatu hari ketika berjalan-jalan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Novie melihat sisik ikan banyak berserakan di lapak-lapak penjual ikan. Ia berpikir, sisik ikan tersebut bisa dijadikan sesuatu. Setelah ia perhatikan lebih detail lagi, rupanya sisik ikan kakap yang berukuran besar itu bentuknya saja sudah terlihat menarik. Warnanya mengkilap dengan bentuk melengkung mirip kelopak bunga.

Novie pun meminta izin ke pedagang ikan di sana untuk membawa pulang sisik ikan itu. Tentu saja mereka mau karena lapaknya bisa jadi lebih bersih. Sampai di rumah, ia mengutak-atik bagaimana caranya membuat sesuatu dari sisik ikan. Saat itu ia sudah berpikir ingin menjadikannya bros, yang pasti hasilnya akan bagus dan unik. Apalagi dari sisi bahannya sudah terlihat cantik. Sisik ikan kakap yang berukuran besar itu lebarnya bisa mencapai 5 cm. Sebelumnya ia hanya sering mengetahui, para perajin aksesoris banyak menggunakan kelobot (kulit) jagung atau kulit kerang sebagai bahan baku utamanya. Menurutnya, bahan-bahan tersebut sudah tidak unik lagi, karena sudah terlalu umum digunakan para pengrajin. Sementara kalau bahannya dibuat dari kulit ikan, pasti akan jadi lebih unik. Mungkin ia memang bukan orang pertama pengrajin yang memakai bahan tersebut, tapi setidaknya masih jarang yang memanfaatkannya. Dari situlah, Novie semakin tertantang untuk membuat sebuah kreasi yang tidak hanya bagus, tapi juga memiliki keunikan.

Langkah pertama yang ia lakukan adalah, harus bereksperimen untuk menghilangkan lendir, sehingga sisik ikan itu menjadi kesat. Tentu ia juga harus berupaya untuk menghilangkan bau amisnya. Sisik ikan itu lalu ia rebus dan menjemurnya di bawah terik matahari. Ternyata, cara yang ia lakukan ini tidak tepat. Sisik ikan tidak bisa rata, tapi justru jadi melengkung sehingga sulit dibentuk. Tapi Novie tidak pernah merasa gagal. Ia masih yakin bisa memanfaatkannya. Dari membaca buku, literatur, hingga meminta saran pada dosennya untuk membuatkan formula yang kira-kira cocok untuk menghilangkan bau amis pada sisik ikan, akhirnya dosennya menyarankan untuk merendamnya dengan cairan pemutih pakaian, kemudian menjemurnya. Formula dari dosennya itu ternyata hasilnya bagus. Sisik ikan sudah tidak bau dan licin lagi.

Dan dari beberapa kali uji coba ia pun makin paham, bahwa untuk pengeringannya tidak boleh terkena sinar matahari langsung karena bakal membuat sisik ikan melengkung. Tapi cukup diangin-anginkan saja. Persoalan bahan baku ini pun sudah selesai. Berikutnya, sisik ikan sudah siap dikreasikan menjadi berbagai aksesori menarik. Novie merangkai sisik ikan itu dan membentuknya menjadi bunga. Ia menggunakan lem untuk merangkainya. Untuk mempercantik bentuknya, ia tempelkan manik-manik di bagian kelopak bunga. Memang pertama kali mencoba tidak langsung jadi. Ia tetap mengalami trial and error. Kegagalan tidak pernah membuatnya patah semangat, dan yakin pasti akan bisa. Dan setelah berkali-kali gagal, Novie pun bersyukur berhasil menjadikan sisik-sisik ikan itu menjadi sebuah bros yang cantik dengan berbagai warna dan bentuk.

Rupanya Novie tak mau berhenti berkreasi. Ia pun membuat beragam jenis kerajinan lain, salah satunya hiasan konde. Di karyanya ini ia memberi tambahan untaian kawat beserta manik-manik untuk melengkapi keindahan bentuknya. Selanjutnya, kreasinya ini menjadi bahan skripsi. Dan Novie bersyukur berhasil menyelesaikan kuliahnya serta sudah punya modal kuat untuk terjun ke dunia usaha. Atas saran dosen pembimbingnya yang menyarankan agar bros karyanya itu tidak hanya untuk bahan tugas kuliah saja, tapi bisa diproduksi massal, Novie lalu membuatnya dalam jumlah yang banyak. Awalnya, ia hanya menjualnya ke teman-teman di kampus. Dan ketika ada keinginan untuk lebih memperbesar produksi, ia pun mulai mengajari ibu-ibu di sekitar rumahnya.

Setelah para ibu itu mahir, Novie semakin ingin fokus ke usaha. Untuk pengerjaan, ia memang memanfaatkan ibu-ibu dan teman di sekitar rumahnya. Namun untuk urusan desain dan komposisi warna tetap ia yang mengarahkan. Demi mengembangkan usahanya, Novie lalu bergabung dengan koperasi Al Barokah di Tanggulangin, Sidoarjo. Melalui koperasi tersebut, ia bisa mengikuti pameran di berbagai tempat. Ternyata banyak yang suka dengan produknya. Novie pun senang produknya bisa disukai, dan tentu saja semakin membuatnya bersemangat. Suatu ketika, usahanya sempat dilirik sebuah bank. Bahkan, di tahun 2010 ia berhasil mendapatkan penghargaan berupa City Micro Entrepreneur Award (CMA). Bermula dari penghargaan itu, hasil karya kerajinannya dipublikasikan ke media, yang membuat semakin dikenal di mana-mana.

Namun Novie mengakui pula, ada beberapa kendala yang ia temui dalam mengembangkan usaha. Dalam perjalanan waktu, produknya sempat seret. Masalahnya, tidak mungkin orang datang ke outlet hanya untuk memberi aksesori di kios yang ia bangun di depan rumah. Apalagi letak rumahnya juga di pinggiran kota, bukan di jantung kota. Bahkan usaha Novie ini pun sempat vakum, hingga ia beralih bekerja menjadi desainer di sebuah rumah busana muslim. Semasa menjadi karyawan, Novie berpikir ulang. Kalau ia terus menerus bekerja dengan orang lain, pasti tidak akan menguntungkan. Apalagi ia punya kemampuan di dunia mode dan bisa membuat aksesori. Lalu, ia pun mengundurkan diri dan kembali fokus menjalankan usahanya. Kali ini ia tak lagi sekadar menjual aksesori tapi juga beragam produk agar lebih lengkap. Ia membuka butik busana muslim. Ternyata setelah aksesori dan busana muslim ia gabungkan, usahanya berjalan lancar. Karena pembeli biasanya membeli busana muslim lengkap dengan aksesorinya.

Usaha Novie memang tidak sia-sia. Ia pun makin sering ikut pameran di berbagai tempat. Makin banyak produknya terjual, makin banyak pula yang mengenalnya. Yang membuat ia lebih senang, para pembeli tidak hanya membeli aksesori satuan saja, tapi sering dalam jumlah besar. Banyak yang ingin menggelar hajat membeli kerajinan sisik ikan untuk souvenir. Salah satu yang menjadi favorit pembeli adalah jepit rambut. Novie menjelaskan, untuk memesan souvenir tentu tidak bisa mendadak. Butuh waktu yang agak panjang, karena proses pembuatannya membutuhkan keterampilan khusus dan ketelatenan. Bila ada pesanan dalam jumlah besar, paling tidak butuh waktu tiga sampai empat bulan mengerjakannya. Dan saat ini Novie sudah dibantu oleh empat pengrajin. Para pengrajin aksesoris itu bisa mengerjakannya di rumah masing-masing, sehingga perannya sebagai ibu rumah tangga tidak terganggu. Menurut Novie, memang lebih enak mengerjakan pembuatan aksesori di rumah, yang dilakukan setelah pekerjaan rumah selesai.

Novie mematok harga aksesorinya tidak terlalu mahal. Untuk jepit rambut kecil harga satuannya sekitar Rp 15.000, bros Rp 25.000 sampai Rp 40.000 tergantung besar kecilnya, sedangkan untuk hiasan konde harganya Rp 150.000. Untuk hiasan konde memang agak mahal karena selain fisiknya lebih besar, juga ada untaian kawat sekaligus manik-maniknya. Dan tentu Novie tidak akan berhenti sampai di produksi itu saja. Ia akan terus mengembangkan berbagai produk. Apalagi ia memang sudah sejak kecil menyukai seni kerajinan. Oleh karena itu, ia benar-benar mencintai pekerjaan ini dan akan terus berkreasi. Produk baru yang rencananya akan ia buat adalah anting, gelang, dan beragam aksesori lainnya.

Dari usahanya ini, Novie sempat mendapatkan penghargaan dari Kementerian yang dulu disebut Kementerian Ekonomi Kreatif. Ia dianggap mampu memberdayakan wanita yang ada di sekitar rumahnya, sekaligus memberikan penghasilan untuk warga sekitar. Dari desa pesisir tempat tinggalnya, Novie memang telah menyalakan spirit kerativitas yang tak padam. Bersama kaum ibu di sekitar rumahnya, tangan terampilnya mampu mengubah limbah laut menjadi bermakna. Sisik-sisik ikan di sulap menjadi berbagai produk yang menawan.






0 komentar:

Posting Komentar