Tak seperti pebisnis kuliner lain yang memilih lokasi strategis, Bambang Sudewo justru memilih lokasi di tengah perkampungan padat di bilangan Blunyahrejo, Yogyakarta, untuk membuka resto Rumah Pohon. Dan ternyata, sesuai dengan namanya, ia benar-benar membuka warung makan yang terletak di atas pohon. Resto Rumah Pohon menawarkan menu khas Indonesia, seperti sayur brongkos, rica-rica, iga bakar, serta sejumlah minuman khas Yogyakarta yang diolah sendiri oleh istri Bambang.
Selain menu
khas, resto ini juga menawarkan sensasi bersantap seraya menikmati pemandangan
alam dari puncak pepohonan. Ruang-ruang di atas pohon dibangun menempel pada
empat pohon utama. Keempat pohon itu adalah pohon asem, jati belanda, alpukat,
dan sawo kecil. Konstruksi bangunannya terbuat dari bambu.
Yang lebih
tidak biasa adalah, konstruksi bangunan ruang-ruang kedai itu dibangun dari
bambu hingga 6 lantai. Lantai 1 hingga lantai 4 sebagai ruang tempat pelanggan
menyantap menu khas yang disajikan. Sedangkan lantai 5 berfungsi sebagai
pesanggrahan untuk bermeditasi atau sholat. Di sebelah pesanggrahan mungil itu
terdapat satu kamar yang difungsikan sebagai home stay. Sementara di lantai 6 difungsikan khusus sebagai gardu
pandang untuk menikmati suasana kota Yogya dan sekitarnya dari puncak pohon
asem setinggi 25 meter. Pohon asem inilah yang menjadi cikal bakal utama
penopang Rumah Pohon.
Bisa
dikatakan, kedai Rumah Pohon ini adalah kedai yang ‘tumbuh’, dalam arti
pembangunannya. Berawal dari satu ruangan pesanggrahan saja di ketinggian 20
meter, kemudian berkembang menjadi 6 lantai melebar ke kanan dan kiri. Sejarah
pembangunan rumah pohon ini berawal dari mimpi Bambang. Pria yang mengawali
bisnisnya dari berjualan ramuan herbal terutama sirih merah ini suatu hari di
tahun 2004 bermimpi bertemu mendiang ibunya. Di dalam mimpi tersebut, sang ibu
memintanya dibuatkan rumah ibadah yang semilir sejuk. Anehnya, di dalam mimpi
itu sudah terbayang di benak Bambang bentuk dan tiang-tiang penyangga
bangunannya.
Keesokan
harinya, Bambang berjalan di halaman rumahnya yang luas dan ditumbuhi rerimbunan
pohon sirih merah, sampai akhirnya kakinya berhenti di dekat pohon asem
setinggi 25 meter. Bambang pun merasa di puncak pohon asem itulah tempat semedi
yang sesuai dengan permintaan ibunya. Maka, ia pun langsung mereka-reka desain
musala yang akan ia bangun di puncak pohon asem tersebut. Sejak awal ia sudah
memilih materinya terbuat dari bambu. Bambu-bambu yang dipilihnya harus yang
besar dan berat Bambang menceritakan, saat pembangunan ia cukup sulit untuk
menarik bambu-bambu itu ke atas pohon.
Singkat cerita,
nyaris dua tahun rumah pohon itu baru selesai dibangun. Ada sembilan tiang
utama yang menopang rumah ibadah berbentuk persegi lima itu. Bambang pun baru
kepikiran untuk mengembangkan bangunan tersebut setahun kemudian, karena merasa
lahannya masih cukup luas, sekitar 1.200 meter persegi. Tahun 2006, ia dan istrinya
berkeinginan membuka rumah makan dengan menjual kelebihan rumah pohon yang
mereka miliki. Modal utama untuk membuka kedai makan itu hanya Rp 2 juta.
Ternyata rerspons masyarakat bagus. Dari sinilah Bambang berpikir untuk
mengembangkan bangunannya. Karena di Indonesia belum ada resto di atas pohon,
apalagi berlantai 6 seperti yang ia miliki.
Selain tamu
lokal, wisatawan dari luar daerah juga memburu suasana makan di kedai Rumah Pohon. Di sini tamu tak sekedar
ingin bersantap, melainkan juga ingin menikmati segarnya suasana karena selain
ditopang pohon besar, Bambang juga menghiasinya dengan tanaman hias di setiap
ruangan. Dan pada akhirnya, kendati lokasi Rumah Pohon berada di tengah
perkampungan padat, namun tetap diburu calon pelanggan. Jumlah tamu akan lebih
banyak terutama pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Dan sepanjang Ramadhan
Bambang pun mengaku juga tidak bisa menolak tamu.
Kedai Rumah Pohon Mas Dewo
Blunyahrejo TR II / 808 Yogyakarta
Telp. 0274 518046
Kedai Rumah Pohon Mas Dewo
Blunyahrejo TR II / 808 Yogyakarta
Telp. 0274 518046
Opening Hours
10:00 – 22:00 WIB
0 komentar:
Posting Komentar