Pasang surut berbisnis kerajinan batu tak membuat Danto Susanto patah arang. Setelah terpaksa mem-PHK 200 orang karyawannya, ia kemudian banting setir dan memulai usaha kuliner : Waroeng Pohon. Pasalnya, ia harus menghidupi istri dan kedua anak serta beberapa karyawan yang tetap setia bekerja padanya. Waktu itu Juli 2003, awalnya Danto terinspirasi tempat-tempat kuliner yang walaupun lokasinya di pelosok, tetapi selalu diburu orang. Kebetulan, Danto seorang biker yang hobi berburu kuliner. Berdasarkan kesimpulannya, asalkan memiliki keunikan, kuliner apa pun akan diburu orang.
Merasa
memiliki modal keunikan untuk membuka usaha kuliner, Danto sepakat dengan sang
istri, Siti, untuk memanfaatkan halaman belakang rumahnya yang luas dan
ditumbuhi aneka pepohonan. Di areal itu tumbuh berbagai jenis pepohonan, mulai
pandan pantai hingga kelapa. Sebelum berdiri rumah makan, selain halamannya yang memang sudah rimbun,
juga sudah terdapat rumah-rumahan berdinding dan berlantai batu.
Dengan bantuan
sang ibu mertua, Danto melakukan eksperimen mengolah ayam kampung. Ia jujur,
tidak bisa masak, tapi bisa merasakan masakan mana yang pas di lidah.
Kebetulan, ibu mertuanya pandai memasak ingkung, menu khas kenduri zaman dulu.
Danto pun meminta sang ibu mertua untuk membuat ingkung. Setelah yakin dengan
rasanya, ia segera me-launching rumah
makannya. Belum genap setahun berdiri, warungnya sudah banyak dikunjungi
pelanggan dari berbagai kota. Di awal berdiri, Danto dan sang istri melakukan
promosi dengan mengundang rekan-rekannya berbuka bersama di halaman belakang rumahnya
itu. Dari sana, kabar dibukanya Waroeng Pohon pun mulai menyebar di media
sosial. Sejak itu, tamu mulai berdatangan. Bahkan sekarang, Darto sering
mendapat pesanan ingkung untuk dikirim ke Jakarta.
Waroeng Pohon
kini tak pernah sepi pengunjung. Bahkan, jika berniat datang dengan rombongan,
pengunjung sebaiknya memesan tempat lebih dulu. Karena sudah bisa dipastikan,
setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu, tempat ini selalu full. Bahkan terkadang tamu kerap menunggu di depan pintu masuk.
Menu Waroeng Pohon antara lain Nasi Sarang yang bisa disantap 4 orang. Selain
nasi putih, ada ingkung (ayam utuh berasa gurih) berikut pelengkapnya berupa
sambal kacang, sambal gepeng dan lalapan. Penyajiannya unik dengan menggunakan
anyaman daun kelapa. Nasi Sarang merupakan nasi tradisi kenduri di desa.
Sengaja Danto menyajikan menu ini untuk melestarikan budaya kenduri di masa
lalu yang mulai tergerus zaman.
Selain menu
utama, Danto juga melengkapi menunya dengan aneka minuman dan menu pendukung,
mulai dari ikan nila, ayam bakar, mi hingga kentang goreng yang amat disukai
anak muda. Banyak pelajar dan mahasiswa yang juga suka datang. Danto memang
sengaja mendesain restorannya ini untuk semua kalangan. Dengan uang Rp 15.000
saja sudah bisa makan di tempatnya. Melihat respons masyarakat yang begitu besar,
membuat Danto dan Siti kini berniat membuka cabang yang lokasinya tak jauh dari
Waroeng Pohon saat ini. Mereka akan menamakannya Waroeng Pohon Kampung Sebelah,
karena memang lokasinya berada di
sebelah kampung tempat Waroeng Pohon sekarang berada.
WAROENG POHON
Jl. Parangtritis Km 6, Sewon, Bantul, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
WAROENG POHON
Jl. Parangtritis Km 6, Sewon, Bantul, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar