Berbagai prestasi diraih Dra. Betti Risnalenni, MM, pendiri Kelompok Belajar (KB), TK dan SD Insan Kamil, Bekasi. Begitu banyak perjuangan ibu 5 anak ini mendirikan sekolah. Gara-gara salah satu anaknya tak bisa masuk ke sekolah mahal, Betti pun bertekad membangun sekolah yang terjangkau dengan fasilitas bagus. Prinsip hidupnya adalah tak pernah mengeluh lelah sebagai pengajar.
Sosok Betti
memang begitu lekat dengan dunia pendidikan. Bergelut sejak tahun 1991, lulusan
IKIP Jakarta ini telah mendapatkan banyak penghargaan. Mulai dari guru dan
kepala sekolah berprestasi se-Bekasi, juara 1 tokoh wanita berprestasi di
bidang pendidikan dari walikota se-Bekasi, dan juara 1 wirausaha se-Jawa Barat.
Dunia mengajar memang hal yang tak asing baginya. Selain sebagai guru dan
kepala sekolah, ia juga sempat dilatih pengajar dari Malaysia untuk mengajar
aritmatika dan kemudian membuka kursusnya. Betti merupakan orang ke-6 yang
membuka kursus aritmatika di Indonesia. Awalnya, ia hanya punya tiga murid
karena aritmatika saat itu belum banyak dikenal orang.
Tak patah
arang, Betti terus gigih mengenalkan aritmatika dengan membagikan brosur
sekaligus memperagakan alat aritmatika di saat pembagian rapor di sekolah. Tak
sia-sia, Betti bisa mendapatkan murid sampai 400 orang tahun 1998. Bahkan
sampai memiliki 24 cabang dan membuat sendiri buku aritmatika. Sambil berjualan
buku, ia juga memberi training gratis
bagi orang yang ingin membuka kursus. Selanjutnya, salah seorang yang membuka kursus
tersebut menawarkan pada Betti untuk mendirikan TK di bilangan Bantar Gebang.
Betti yang sudah memiliki Yayasan Insan Kamil ini awalnya menolak karena tidak
memiliki biaya. Kalaupun membuka TK ia menginginkan yang bagus kualitasnya.
Awalnya, di Maret 2003, Betti mengontrak sebuah rumah dahulu untuk mendirikan
TK-nya. Namun baru setahun berjalan ketika masa kontraknya habis, si pemilik
rumah tidak mau memperpanjang kontrakannya lagi. Untungnya saat itu ada orang
yang menawarkan rumah dengan harga Rp 23 juta, sehingga TK-nya pun akhirnya di
pindahkan ke rumah tersebut.
Setelah itu,
Betti ditawarkan membeli tanah di sebelah TK itu. Ia pun kemudian nekat membeli
dengan uang muka Rp 1 juta. Tanpa dinyana, tak lama ia ditimpa musibah
kecelakaan yang menyebabkan mukanya hancur. Setelah pengobatan dan istirahat
selama 6 bulan, kemudian ia baru bisa menanyakan kembali kondisi tanah itu. Ternyata
lahan tersebut tak juga dibeli orang. Betti pun akhirnya mencicil pembelian
lahan senilai Rp 48 juta itu. Lalu ada yang menyarankannya membangun SD. Betti
berpikir itu sebuah ide yang bagus, apalagi ia juga didukung suaminya, Drs
Tatan Suherman yang juga seorang guru. Akhirnya, di tahun 2004 ia pun
mendirikan sekolah. Meski belum ditembok, di daerah itu sudah banyak murid yang
mendaftar.
Berbagai
kendala sempat Betti temukan saat membangun sekolah. Misalnya, ia harus
berutang dengan tukang bangunan yang pembayarannya dicicil. Atau harus menggadaikan
emas, sampai-sampai ia menjadi langganan pegadaian. Bila sudah punya uang, emas
itu ia tebus, lalu digadaikan lagi bila kembali tak memiliki uang. Selain itu
ia juga banyak berharap dari penjualan buku aritmatika. Caranya, ia memberikan training gratis, tapi berharap peserta mau membeli bukunya. Ilmu
aritmatika yang ia ajarkan menggunakan sempoa, metodenya bagus, namun memang
tidak semua guru telaten mengajarnya. Tapi dengan kursus hasilnya akan lebih
bagus, karena muridnya lebih kecil, beda dengan di kelas.
Betti mengaku,
tak pernah punya uang yang mengendap lama lantaran selalu diputar untuk memenuhi
kebutuhan yang lain. Bahkan gaji suami juga kadang dipakai dulu olehnya untuk
menggaji guru di sekolahnya. Namun sebenarnya, Betti sendiri tidak pernah
khawatir soal uang. Ia yakin, rezeki itu selalu datang dari Tuhan dengan cara
apapun. Misalnya saja, kalau susu anaknya habis, ada saja yang membeli buku
aritmatikanya, sehingga uangnya bisa ia belikan susu untuk anak. Meski
demikian, Betti tetap bertekad untuk mendirikan sekolah yang bagus dengan biaya
terjangkau. Kursi belajarnya pun harus mirip dengan sekolah mahal sehingga ia
harus membuatnya sendiri. Bahkan ia ikut mengamplas sendiri kursi-kursi itu
yang sebanyak 60 buah.
Keinginan
Betti untuk mendirikan sekolah seperti itu bukan tanpa sebab. Betti pernah
merasakan pengalaman tak enak. Ia pernah mendaftarkan anaknya di sekolah mahal,
tapi tidak diterima karena latar belakang pekerjaannya yang dianggap kurang
mampu untuk menyekolahkan anaknya di sana. Meskipun menurutnya ada juga sekolah
yang isinya semua anak orang kaya, tapi tetap menerima anak dari panti asuhan.
Itu karena pemiliknya adalah orang kaya yang masih mau menolong orang tak mampu
agar bisa menikmati sekolah bagus. Hal itulah yang memicu Betti untuk membangun
sekolah bagus agar orang tidak mampu juga bisa merasakan pendidikan di
sekolahnya. Satu kelasnya hanya terdiri dari 30 murid saja.
Lalu, apa
keistimewaan KB, TK, dan SD Insan Kamil ini ? Betti berujar seni dan permainan
tradisional menjadi keunggulannya. Ia memang menginginkan murid-muridnya harus
senang bermain dan seni. Ia ingat pengalaman masa kecilnya yang terlalu dilindungi,
tidak boleh main hujan atau becek-becekan. Tapi sekarang, ia membebaskan
anaknya agar jangan sepertinya saat masih kecil. Keunggulan lainnya adalah,
adanya tradisi salaman pagi dan hafalan juz amma. Betti berpikir, kadang ada
anak yang kalau berangkat sekolah dalam keadaan belum siap. Ada yang sambil
marah atau masih mengantuk. Tapi, begitu di sekolah disambut dan disapa hangat
dengan salaman pagi oleh gurunya, anak-anak bisa jadi senang dan semangat sekolah.
Selain itu, Betti juga menekankan adanya kegiatan ekstrakurikuler yang beragam.
Mulai dari olahraga voli, tenis meja, sepak bola, bulu tangkis, drum band, seni
tari, pramuka, yang semuanya gratis tidak dipungut biaya. Setiap hari Jumat,
sekolah juga menggelar kegiatan yang bersifat fisik, seperti senam, permainan
tradisional egrang atau congklak. Karena anak-anak sekarang banyak yang tidak
mengenal permainan tradisional seperti apa.
Murid-murid
pun diajarkan berwirausaha waktu penerimaan rapor. Betti bahkan mengajarkan
bagaimana caranya agar dagangan mereka laku. Selain itu Betti juga mengajar
kelas jurnalistik. Ini agar anak-anak, terutama yang duduk di kelas 3 bisa
pintar bercerita dengan cara dipancing lewat cerita. Lalu, dari situ mereka
bisa memberikan tanggapan. Agar komunikasi antara orangtua dan guru tetap
konsisten, diadakan pula sesi parenting
di sekolah. Sesi parenting ini
diadakan per kelas di sekolah agar peserta dan yang bertanya bisa banyak. Tentu
sangat beda kalau diadakan satu sekolah, kemungkinan sedikit yang datang. Betti
yang menjabat sebagai Kepala Harian di SD tersebut juga rajin mengupload kegiatan di sekolahnya ke akun
Facebook sekolah. Ini bertujuan agar para orangtua bisa melihat gambaran dan
memahami kegiatan anak-anaknya.
Menurut Betty,
masih banyak yang beranggapan sekolah bagus itu pasti mahal. Banyak orangtua yang
ingin memasukkan anaknya ke sekolah yang didirikan Betty ini, tapi masih
ragu-ragu karena takut dikenakan biaya mahal. Karena bangunan sekolah memang
tampak bagus, dan pakaian seragam murid-muridnya juga selalu terlihat rapih. Padahal,
sekolahnya juga memberikan biaya gratis bagi anak yatim, dan separuh biaya bagi
anak yang tidak mampu. Betti berharap setiap guru tidak pernah lelah dan harus
kreatif saat mengajar. Jangan sampai jadi guru yang malas dan banyak mengeluh.
Saat sekolah kotor, Betti pun tidak ragu turun sendiri untuk menyapu. Kepada anak-anak
muridnya ia ceritakan, bahwa di luar negeri orang yang buang sampah sembarangan
akan didenda. Akhirnya, Betti pun mengenakan denda kepada murid yang buang
sampah sembarangan, sebesar Rp 20.000. Tapi bagi yang mengingatkan temannya,
lalu melapor ke dirinya, dapat uang jajan Rp 2000.
Pertama-tama,
banyak laporan yang masuk, tapi uang denda tidak ada. Dan ternyata, tidak
sampai mengeluarkan uang Rp 20.000 pun, sekolahnya sudah bersih. Sepertinya,
murid-muridnya sudah mengerti dan kasihan melihat dirinya selalu menyapu
sekolah. Selain itu menurut Betti, para guru juga harus sering mengikuti
pelatihan. Kalau tidak, sepertinya sudah puas dengan kemampuannya. Tapi setelah
mengikuti pelatihan, matanya akan terbuka. Betti merasa, dia termasuk orang
yang berani mengambil sikap atau berspekulasi.
Betti lalu
membagi prinsip hidupnya, yaitu tidak pernah mengatakan capek, sesakit apapun
dirinya. Bila capek, ia lebih memilih tidur dan jarang minum obat. Vitamin
alaminya setiap pagi adalah minum lemon dengan air panas. Betti pun juga
berusaha membagi waktu untuk keluarganya. Meskipun sibuk, ia harus tetap
memasak untuk anak dan suaminya. Anak-anaknya pun merasa bangga bisa membawa
bekal setiap hari dari rumah. Ke depan, masih ada keinginan Betti yang sedang berusaha
ia wujudkan, yaitu menulis buku tentang bagaimana menjadi guru PAUD. Baginya,
mengajar itu sama seperti memasak. Kalau ada bukunya tinggal dibuka lalu
diolah. Ada resep bagaimana caranya mengajar.
Informatif & inspiratif...kbtulan skolah kami sdh menerapkan pembiasaan tsb tp memang blm bs maksimal...mksih
BalasHapusSemoga cita-cita ibu menulis ttg PAUD terwujud
BalasHapusBlognya bagus, Bu. Senang membacanya.
BalasHapusMasya allah bu luar biasa perjuangan ibu
BalasHapusSangat mengispirasi, terimakash bu....
BalasHapusKereenn.. Semangatnya tak kenal lelah..
BalasHapus