Bagi perempuan kelahiran Jember, 15 Oktober 1963 ini, memberi manfaat bagi lingkungan menjadi perhatiannya. Pilihannya jauh pada anak-anak difabel. Lewat pengalaman pribadi, Madya P. Andang ingin mengajarkan kemandirian kepada anak-anak tersebut. Keinginan kuat membantu anak difabel memang sejak lama ia rasakan. Lulusan kedokteran gigi Universitas Airlangga ini semakin terdorong membantu karena latar belakangnya yang memang dekat dengan lingkungan difabel. Madya pun memutuskan untuk memulai dengan langkah kecil yaitu mengajari anak-anak difabel tersebut membuat kerajinan tangan dengan merek Regis Craft. Ketulusan dan kerja kerasnya berbuah manis. Usaha kerajinan tangan yang dibuatnya bersama para difabel ini pun kini semakin dikenal dan diminati.
Niatnya ingin
berbuat lebih untuk anak-anak difabel itu diawali, karena setiap hari ia selalu
mengantar jemput anaknya yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Anak Madya
memang memiliki keterlambatan belajar, tetapi bukan tuna rungu atau tuna
wicara. Di situ ia melihat, anak difabel, walaupun memiliki kekurangan, tapi sebenarnya
juga memiliki kelebihan. Dan semakin diperhatikan, Madya pun jadi semakin ingin
berbuat sesuatu agar anak-anak difabel itu bisa mandiri, termasuk anaknya
sendiri. Namun Madya menyadari, dirinya punya keterbatasan kalau harus
merangkul semua anak-anak difabel. Akhirnya, ia hanya memilih anak-anak tuna
rungu. Karena menurutnya, mereka ini pada dasarnya masih bisa menyerap ilmu
dengan baik, hanya faktor komunikasi saja yang harus sinergis, sejalan dengan
bahasa isyarat. Apalagi, ternyata saat di sekolah, mereka juga sudah diajarkan keterampilan
menjahit. Jadi, sudah bisa membuat produk kreatif.
Akhirnya di
tahun 2012 ia pun mengajak dua orang anak difabel untuk memulai membuat
kerajinan tangan berbahan dasar flanel dan limbah kain, yakni dengan membuat
pakaian adat dari seluruh Indonesia. Responsnya sebetulnya sangat bagus, namun
saat itu permintaan yang datang kurang banyak. Karena Madya sebetulnya termasuk
orang yang cepat bosan, beberapa bulan kemudian terlintas untuk mencoba membuat
kerajinan tangan dengan bahan karung goni. Memang prosesnya cukup panjang, dari
mulai mencelup, mencuci, hingga menjemur. Setelah ia coba dengan membuat bros,
kantongan botol, tas selempang, dan dompet dari karung goni, ternyata
responsnya positif. Apalagi harga yang ia patok juga cukup terjangkau, mulai
dari Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu. Produk Regis Craft pun laris dan banyak
permintaan. Karena animo yang datang terhadap kerajinan Regis Craft ini cukup
tinggi, maka Madya pun memutuskan untuk terus berinovasi dengan karung goni.
Nama Regis
sebenarnya terinspirasi dari nama depan dua putra-putri kesayangannya. Anaknya
yang pertama bernama Rezika Radina Putri, dan yang kedua Gilang Kumara.
Pemilihan nama ini juga agar mengingatkan bahwa kedua anaknya tersebut juga
terlibat sebagai cikal bakal usaha ini. Apalagi sebenarnya mengurus Regis Craft
ini juga menjadi kesibukan barunya setelah sang suami meninggal karena sakit
kanker. Jadi, Madya ingin fokus dengan anak-anaknya dan usaha Regis Craft ini.
Pilihan menekuni bisnis kerajinan tangan ini pun diakui Madya, karena sejak
dulu ia memang tidak bisa diam. Ia suka berinovasi dan mencoba-coba membuat handmade secara otodidak, tidak ada yang
mengajari. Dan ia juga sangat menikmati kalau berhasil membuat barang yang
ternyata juga diapresiasi dengan baik oleh orang lain. Apalagi kalau ia
menceritakan bahwa yang membuat kerajinan itu adalah anak-anak difabel, banyak
yang kagum karena produknya bisa bagus dan rapi.
Untuk bahan
baku, Madya sudah memiliki supplier
di Jember. Agar produknya bisa langsung diolah dan tak perlu diproses lagi, ia
pun langsung terbang ke Jember untuk mengajari bagaimana agar karung goni yang
dikirim sudah bersih dan siap produksi. Selain itu, banyak pula limbah kain
yang ia terima secara gratis, bahkan diantar langsung. Madya mengakui,
lingkungan sekitarnya memang ikut mendukung aktivitas Regis Craft yang zero cost product. Kebetulan di dekat workshop Regis Craft ada usaha konveksi
yang kerap mengekspor produknya ke Malaysia. Merekalah yang sering memberikan
sisa limbah kain chiffon dan kain
berkualitas lainnya ke Madya. Ini juga bagian dari koordinasi pengurus RW
tempat Madya tinggal. Jadi, Madya sangat senang, aktivitasnya ini benar-benar
mendapat dukungan mulai dari lingkungan terkecil hingga perhatian dari
pemerintah.
Madya
mengakui, awalnya ia memang sempat khawatir soal komunikasi dengan anak-anak
difabel tersebut. Tapi ternyata, mereka jusru sangat mudah diarahkan. Ketika ia
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, justru anak-anak difabel itulah yang
banyak mengajarinya. Mereka meminta Madya untuk belajar ALS (American Sign
Language), bahasa isyarat yang digunakan secara internasional. Dukungan mereka
pun juga besar. Misalnya saja, mereka kerap mengirimi SMS berisi tanda-tanda
isyarat komunikasi. Meski awalnya bingung, tapi lama kelamaan Madya pun bisa
lancar juga menggunakan bahasa isyarat. Madya juga bersyukur, yang awalnya ia
hanya ingin berbuat sedikit untuk lingkungan, ternyata langkahnya ini
mendapatkan banyak perhatian dari berbagai pihak. Sejak awal saat dirinya
memulai Regis Craft, jalannya memang seperti dimudahkan. Misalnya saja, ia
kerap ditawari mengikuti pameran.
Produk-produk
Regis Craft pun sering mendapatkan penghargaan. Ada beberapa penghargaan
bergengsi yang pernah ia raih, mulai dari UKM Award, Entrepreneur Sosial Award,
dan sebagainya. Selain itu tentu saja ia juga berkesempatan bisa bertemu dengan
orang-orang penting. Sampai-sampai, pasangan Gubernur dan wakil Gubernur DKI
Jakarta saat itu, Jokowi-Ahok, sudah hafal, kalau kerajinan tangan goni yang
bagus, pastilah buatan anak-anak difabel di Regis Craft. Banyak yang tersentuh
saat mengetahui bahwa hasil kerajinan Regis Craft dihasilkan oleh anak-anak
difabel. Madya pun menceritakan, saat ia
menerima penghargaan, banyak yang berempati kepada anak-anak difabel yang
bekerja padanya dan memberikan dukungan serta semangat agar usaha Regis Craft bisa
terus berkembang.
Perkembangan
bisnis Regis Craft saat ini memang semakin baik. Madya tak henti-hentinya
bersyukur karena banyak kemajuan yang tidak hanya dirasakan olehnya, tapi juga oleh
pegawainya. Jumlah SDM nya kini juga bertambah. Sekarang ia sudah bisa
merangkul 6 anak difabel yang bahkan sudah bisa mandiri. Saat Madya sedang
memberikan pelatihan di tempat lain, ia pun kerap mengajak mereka dan terus
mengedukasi agar ke depannya bisa mandiri. Hasilnya, mereka pun kini bisa
percaya diri apabila harus memberikan pelatihan dan tidak menganggap bahasa
sebagai kendala. Seiring berjalannya waktu dan usaha yang telah dilakukan, kini
Regis Craft juga telah digandeng oleh beberapa kementerian, seperti Kementerian
Industri, Kementerian Perdagangan, sampai Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Bahkan workshop Regis
Craft yang berada di Jalan Tanjung Barat, Jakarta Selatan, sekarang rutin
dikunjungi berbagai pihak untuk studi banding. Produksi pun juga semakin
meningkat. Dan agar karyanya terus diminati, Madya selalu memberikan inovasi
pada produk-produk yang dibuat.
Contohnya,
saat ini banyak produk yang ia kombinasikan dengan beberapa material lain.
Dompet dan tas yang harganya premium, ia kombinasikan dengan croco, kulit,
hingga kain tradisional. Ada juga tirai cantik yang materialnya merupakan kombinasi
dan mendapat banyak pujian, bahkan salah satunya yang membeli adalah Ibu
Veronica Ahok. Madya memang menekankan, produk Regis Craft harus juga
memperhatikan trend. Beberapa kali ia juga berkolaborasi dengan anak sulungnya
yang membuat desain baju muslim. Jadi, produk-produk Regis Craft pun bisa pula
dikombinasikan dengan fashion.
Biasanya pula, ia mengeluarkan produk dengan tema. Misalnya tema batik etnik,
dimana ia akan mengeluarkan karya dari bahan batik lawasan, dan lain-lain. Ini
merupakan salah satu sentuhan inovasi yang ia berikan untuk Regis Craft. Idenya
juga bermula karena Madya sering jalan-jalan. Ketika ia melihat suatu kerajinan
yang menarik, lalu kemudian ia coba untuk mengaplikasikannya ke produk Regis
Craft. Madya bersyukur oleh Tuhan diberikan sense
of art yang cukup kuat, jadi produk yang ia buat bisa terus diminati orang.
Rencana ke
depan, Madya sudah membulatkan tekadnya, ingin merangkul anak-anak difabel
sebanyak mungkin. Sudah banyak yang datang kepadanya dan ingin bergabung. Namun
sayangnya, ia memang belum bisa mewujudkan keinginan mereka saat ini. Oleh
karena itu, sejak tahun 2013 lalu, Madya berusaha mendatangi dan meminta
bimbingan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mencari solusi. Ia
ingin sekali, bisa segera mendapatkan izin untuk mendirikan Lembaga Pendidikan
Keterampilan (LPK), agar anak-anak difabel yang ingin bergabung bisa segera ia
bimbing. Madya bahkan sudah membayangkan, kelak LPK ini akan bertempat di
rumahnya saja, yang juga sekaligus sebagai workshop
Regis Craft. Karena rumahnya ini memang sudah menyatu dengan anak-anak difabel
dan menjadi cikal bakal kemandirian mereka. Jadi ia rela, kalau dirinya yang
harus pindah. Tak hanya itu, ia juga menginginkan LPK ini bisa mendapatkan
sertifikasi. Apa pun persyaratannya akan ia penuhi. Madya pun juga siap untuk
mengikuti les dan berusaha mendapatkan sertifikasi apabila nanti ikut mengajar
karena saat ini ia hanya mengajar secara otodidak.
Selain
memiliki LPK, Madya juga ingin workshop
Regis Craft bisa semakin dikenal dan bisa merangkul banyak pihak, serta
mengetuk pintu CSR untuk bisa memfasilitasi kegiatannya. Pada prinsipnya, ia
hanya ingin bisa konsisten dan terus berkomitmen mengembangkan kemandirian anak
difabel dan mengajarkan jiwa entrepreneur
kepada mereka. Karena pada dasarnya mereka memang mampu, hanya butuh diberi
kesempatan untuk mencoba, didorong, serta dibimbing dengan tepat. Tak lupa Madya
pun juga mengajarkan kepada mereka untuk terus mengejar keberhasilan. Sejak
awal bahkan ia sudah mengajari mereka berperilaku yang baik sampai keterampilan
table manner, dengan mengajak mereka
ke restoran Jepang dan Eropa. Ia meyakini bahwa mereka pun bisa mandiri dan
nantinya akan duduk bersama orang-orang penting. Madya bisa merasakan semangat
itu ada dalam diri mereka.
0 komentar:
Posting Komentar