Senin, 30 Maret 2015




Nama lengkapnya Wien Kriastuti Adrian. Perempuan ini mampu menghasilkan aksesoris cantik dengan menggunakan kain batik. Lewat ide dan inovasinya,  aksesoris batik seperti kalung pun jadi memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dengan harga mulai Rp 75 ribu hingga Rp 2 juta. Berawal dari hobinya yang menyukai dunia craft, maka sejak resign dari pekerjaannya di tahun 2004, Wien mulai aktif berbisnis. Awalnya ia hanya membuat karya rajutan seperti kaos kaki, sepatu, dan beberapa produk lainnya. Sementara itu, menurut perempuan kelahiran Semarang, 12 Januari 1965 ini, sejak dulu ia sudah menyukai batik dan kerap mencoba membuat handmade dan craft dari bahan batik.

Untuk membuat aksesoris batik, Wien dibantu beberapa pekerja berjumlah 4-5 orang yang mengerjakannya dari rumah. Sementara untuk karya rajut, sampai sekarang ia masih dibantu para ibu rumah tangga di Kabupaten Secang, Magelang. Soal ide, Wien mengaku memang sering mendapat ide dari hobinya jalan-jalan yang kemudian coba ia aplikasikan. Misalnya, kalung yang idenya seperti sampir di keraton, kemudian diberi aksen bulatan. Untuk yang premium, batik yang digunakan memakai batik sutra dan mutiara lombok. Harganya bisa sampai Rp 2 juta.

Perempuan yang belajar bisnis dan craft secara otodidak ini menangkap peluang bahwa batik akan semakin booming dan digemari. Ia melihat, batik sekarang semakin dilirik dan ia pun akhirnya memilih untuk membuat aksesorisnya, karena memang tidak semua orang mau tampil all out berbatik. Maka dengan tambahan aksesoris, tetap ada sentuhan aksen batik yang diberikan. Ternyata, respons yang diterima Wien cukup bagus. Sampai saat ini, ia masih optimis usaha ini dapat terus berkembang. Perempuan bergelar sarjana ekonomi ini pun kerap dapat undangan untuk mengikuti pameran di luar negeri, seperti di Belanda, Barcelona, dan Kamboja. Hasilnya bagus. Menurutnya, setiap negara seleranya beda-beda, ada yang suka batik, ada yang menyukai rajutan. Tapi yang membuat Wien senang adalah, ia bisa mendapatkan personal buyer di sana dan bisa lanjut bekerja sama.

Wien juga mengaku masih berjualan secara konvensional. Ia tidak berjualan lewat online tapi memang mempunyai workshop dan melalui pameran. Jadwal pameran yang diikutinya memang selalu ada. Misalnya, ia biasa mengikuti pameran yag diadakan di JCC atau di Lawang Sewu, Semarang. Lewat pameran, ia bisa langsung bertemu dengan personal buyer. Wien mengaku tidak terlalu ngoyo dalam menjalankan bisnisnya ini. Kuantitas produksi juga bukan menjadi prioritas utamanya. Apalagi kalau untuk bisnis, usaha kerajinan rajutnya sudah berjalan lancar. Sementara untuk bisnis batik ini, ia masih menganggapnya sebagai kegiatan yang berhubungan dengan seni. Agar kualitasnya bagus, maka setiap harinya tidak ada target berapa yang harus bisa dikerjakan. Yang penting setiap karya hasilnya bagus, karena ini memang produk homemade.

Hebatnya lagi, Wien juga bisa memanfaatkan berbagai limbah menjadi kerajinan batik yang bagus. Mulai dari ganjalan pintu hingga gantungan kunci berisikan meteran bisa disulapnya dengan apik dengan tambahan batik. Maka Wien menjamin, di tempatnya tidak ada yang namanya limbah, karena semua sisa bahan bisa dikaryakan dan bernilai ekonomis. Ke depan, Wien bertekad akan terus mengembangkan bisnisnya dan bisa menciptakan lapangan kerja, sekaligus memberdayakan ibu-ibu rumah tangga. Ia memang ingin hidupnya bisa bermanfaat untuk orang banyak dan terus berkarya lewat sentuhan aksesoris batik.

0 komentar:

Posting Komentar