Nama lengkapnya Wien Kriastuti Adrian. Perempuan ini mampu menghasilkan aksesoris cantik dengan menggunakan kain batik. Lewat ide dan inovasinya, aksesoris batik seperti kalung pun jadi memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dengan harga mulai Rp 75 ribu hingga Rp 2 juta. Berawal dari hobinya yang menyukai dunia craft, maka sejak resign dari pekerjaannya di tahun 2004, Wien mulai aktif berbisnis. Awalnya ia hanya membuat karya rajutan seperti kaos kaki, sepatu, dan beberapa produk lainnya. Sementara itu, menurut perempuan kelahiran Semarang, 12 Januari 1965 ini, sejak dulu ia sudah menyukai batik dan kerap mencoba membuat handmade dan craft dari bahan batik.
Untuk membuat
aksesoris batik, Wien dibantu beberapa pekerja berjumlah 4-5 orang yang
mengerjakannya dari rumah. Sementara untuk karya rajut, sampai sekarang ia
masih dibantu para ibu rumah tangga di Kabupaten Secang, Magelang. Soal ide,
Wien mengaku memang sering mendapat ide dari hobinya jalan-jalan yang kemudian
coba ia aplikasikan. Misalnya, kalung yang idenya seperti sampir di keraton,
kemudian diberi aksen bulatan. Untuk yang premium, batik yang digunakan memakai
batik sutra dan mutiara lombok. Harganya bisa sampai Rp 2 juta.
Perempuan yang
belajar bisnis dan craft secara
otodidak ini menangkap peluang bahwa batik akan semakin booming dan digemari. Ia melihat, batik sekarang semakin dilirik
dan ia pun akhirnya memilih untuk membuat aksesorisnya, karena memang tidak
semua orang mau tampil all out
berbatik. Maka dengan tambahan aksesoris, tetap ada sentuhan aksen batik yang
diberikan. Ternyata, respons yang diterima Wien cukup bagus. Sampai saat ini, ia
masih optimis usaha ini dapat terus berkembang. Perempuan bergelar sarjana
ekonomi ini pun kerap dapat undangan untuk mengikuti pameran di luar negeri,
seperti di Belanda, Barcelona, dan Kamboja. Hasilnya bagus. Menurutnya, setiap
negara seleranya beda-beda, ada yang suka batik, ada yang menyukai rajutan.
Tapi yang membuat Wien senang adalah, ia bisa mendapatkan personal buyer di sana dan bisa lanjut bekerja sama.
Wien juga
mengaku masih berjualan secara konvensional. Ia tidak berjualan lewat online tapi memang mempunyai workshop dan melalui pameran. Jadwal
pameran yang diikutinya memang selalu ada. Misalnya, ia biasa mengikuti pameran
yag diadakan di JCC atau di Lawang Sewu, Semarang. Lewat pameran, ia bisa
langsung bertemu dengan personal buyer.
Wien mengaku tidak terlalu ngoyo dalam menjalankan bisnisnya ini. Kuantitas
produksi juga bukan menjadi prioritas utamanya. Apalagi kalau untuk bisnis, usaha
kerajinan rajutnya sudah berjalan lancar. Sementara untuk bisnis batik ini, ia
masih menganggapnya sebagai kegiatan yang berhubungan dengan seni. Agar
kualitasnya bagus, maka setiap harinya tidak ada target berapa yang harus bisa
dikerjakan. Yang penting setiap karya hasilnya bagus, karena ini memang produk homemade.
Hebatnya lagi,
Wien juga bisa memanfaatkan berbagai limbah menjadi kerajinan batik yang bagus.
Mulai dari ganjalan pintu hingga gantungan kunci berisikan meteran bisa
disulapnya dengan apik dengan tambahan batik. Maka Wien menjamin, di tempatnya
tidak ada yang namanya limbah, karena semua sisa bahan bisa dikaryakan dan
bernilai ekonomis. Ke depan, Wien bertekad akan terus mengembangkan bisnisnya
dan bisa menciptakan lapangan kerja, sekaligus memberdayakan ibu-ibu rumah
tangga. Ia memang ingin hidupnya bisa bermanfaat untuk orang banyak dan terus
berkarya lewat sentuhan aksesoris batik.
0 komentar:
Posting Komentar