Ada nama Priscilla Saputro di balik sehelai kain batik Ny. Indo yang sempat dikenakan Miss Universe dan Miss World saat berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu. Bagi Priscilla, kebanggaan tak sebatas oleh siapa kain itu dikenakan, melainkan bagaimana dan oleh siapa kain itu diproses. Priscilla memulai bisnis batik Ny. Indo bersama sang suami, Moses Saputro, pada tahun 1998 di Yogyakarta. Kini karya-karyanya banyak dikoleksi para pecinta batik dan sosialita.
Kain-kain
batik yang diproduksi Priscilla bersama suami, sepenuhnya adalah karya-karya
nyonya Indonesia. Mereka adalah pembatik yang dimiliki Priscilla yang mayoritas
perempuan, ibu muda, dan bahkan kebanyakan menjadi tulang punggung keluarganya.
Priscilla menjalankan usaha batik memang bukan sekedar berjualan batik sebagai
barang, melainkan juga memiliki visi untuk memelihara dan melestarikan batik
sebagai budaya. Selain itu ia juga memegang teguh manajemen artisan, di mana harus
memperhatikan betul hidup para pembatik sehingga mereka merasa nyaman bekerja
dengannya. Ia mengakomodir kebutuhan para pembatik, misalnya soal UMR yang
diberikan lebih. Ketika batik-batik yang mereka buat dikenakan oleh orang-orang
penting, maka Priscilla akan memberitahukan, tujuannya agar mereka turut bangga
dengan karya yang telah dihasilkan. Bila mereka terlihat jenuh, manajemen batik Ny. Indo pun akan mengajak
mereka jalan-jalan.
Menurut
Priscilla, sistim manajemen artisan memang sangat penting dalam mengelola
usahanya. Karena setiap tahun ada saja pembatiknya yang ingin berhenti kerja
dengan berbagai alasan pribadi. Ada yang karena suaminya cemburu, ada yang
karena suaminya sudah pulang dari berlayar sehingga ingin kumpul, dan
macam-macam alasan lainnya. Priscilla berpikir, kalau keinginan mereka untuk
berhenti membatik selalu ia turuti, lama-lama pembatik Indonesia akan musnah.
Maka, di sinilah perannya membina dan membuat mereka bekerja dengan nyaman.
Tentu itu membutuhkan satu pikiran tersendiri dan tenaga ekstra. Sistem
manajemen artisan ini sudah sejak awal ia bangun, sehingga meski ia selalu
wara-wiri Yogya-Jakarta, sudah ada sistem manajemen yang berjalan.
Bagi
Priscilla, batik adalah penggambaran Indonesia dalam sepotong kain. Di sana ada
kemegahan, semangat, nilai-nilai, dan habitat alaminya. Sumber-sumber lokal ini
adalah materi tak terbatas untuk melakukan eksplorasi terus menerus dalam
rangka menemukan definisi visual baru akan keindahan dan identitas dalam fashion. Ia mengaku, sudah menyukai
batik sejak kecil. Tapi baru benar-benar jatuh cinta dengan batik saat masuk
SMA di Yogya. Ia suka bila melihat teman-temannya mengenakan batik, mulai dari
baju, sepatu, hingga tas. Menurutnya, orang yang mengenakan baju batik, kendati
batiknya murah, tetapi si pemakainya maupun batiknya akan memiliki wibawa
sendiri. Baginya pula, satu helai batik itu bisa bercerita, seperti ada rohnya.
Karena dalam satu helai batik ada beberapa orang yang terlibat di dalamnya. Ada
tangisan, ada kejengkelan, sehingga batik bisa menjadi satu maha karya. Batik
dikerjakan oleh beberapa orang, di mana satu dengan yang lain berbeda kerjanya,
sehingga tercipta ‘satu nyawa’ dalam selembar kain.
Priscilla
menekuni batik tulis sejak tahun 1998. Awalnya ia masih membeli dari para pembatik
yang karyanya bagus. Tapi, setelah tahun 2000, ia lantas membuat workshop sendiri di Yogya. Awalnya,
bersama sang suami, memulai produksi dengan hanya 1 tungku bagi 8 orang
pembatik. Sekarang sudah ada sekitar 40 pembatik yang dimilikinya. Priscilla
sendiri dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah. Sementara suaminya berasal dari
Solo. Mereka berdua memang bukan keturunan pembatik. Tetapi, kalau soal bau
malam atau lilin untuk membatik, juga tradisi orang membatik itu seperti apa,
sampai pada kesedihan para pembatik saat malam pecah, ia memahaminya. Itu
karena orang tua teman-temannya banyak yang berprofesi sebagai pembatik.
Priscilla pun juga mengetahui beberapa motif batik tradisional.
Menurut
Priscilla, kunci keberhasilan dalam mengelola bisnis batiknya adalah tidak
pernah mengeluh, apapun kesulitan yang dihadapi. Bisnisnya memang tidak
selamanya mulus. Kebetulan, ia dan suami memiliki pandangan yang sama, yaitu
sebisa mungkin menghindari mengeluh. Semuanya mereka jalani saja, karena yakin Tuhan
yang mendatangkan rezeki bagi mereka. Ibaratnya, kalau kita merindukan
keuntungan, lalu akan bekerja sebaik mungkin. Maka Tuhan pun akan lebih
berlipat kali rindunya untuk memberikan keuntungan pada kita. Dalam menjalankan
usaha batiknya ini, Priscilla memakai moto “Estetika Tanpa Batas”. Jadi ia
tidak membatasi batik itu seperti apa. Motif batik-batik yang ia produksi ada yang
klasik warna kontemporer, motif klasik warna klasik, motif kontemporer warna
klasik, dan kontemporer warna kontemporer. Semuanya dibuat sesuai keinginan
pasar atau pesanan saja.
Priscilla pun
juga turut mendesain baju batik, dan ia selalu mengerjakannya dengan hati.
Sejak kecil ia memang sudah suka mendesain. Tiap kali membuat baju, ia sendiri
yang menentukan desainnya. Ia mempelajari desain secara otodidak. Dan sejak
Desember 2014 ia sudah menjadi anggota APPMI, Jakarta. Selain dijual di butik,
karya-karyanya juga dikoleksi para high
socialite di Jakarta. Bahkan di tahun 2013, karyanya pernah dikenakan
perserta Miss World di Bali, juga dikenakan Miss Universe kala berkunjung ke
Indonesia. Puteri Indonesia pun juga turut mengenakan batiknya saat berlaga ke
ajang Miss Universe. Selain itu, Priscilla juga sudah menggelar desainnya ke
berbagai pagelaran busana termasuk Indonesia Fashion Week.
Di bulan
Februari 2015, Priscilla pun juga pernah diminta menyediakan 38 potong baju
untuk peserta Puteri Indonesia plus 2 untuk MC. Masih ditambah lagi 4 potong
untung kunjungan Miss Universe ke Yogyakarta bersama Putri Indonesia yang
terpilih. Pada event itu, Priscilla mengangkat batik Banyuwangi. Kebetulan ia
memang diminta Bupati Banyuwangi untuk memberi sentuhan pada corak batik
Banyuwangi dan membina pengrajin batik di sana agar hasilnya lebih kompetitif
dan berkualitas. Dan Priscilla senang, ketika Miss Uniberse berkomentar takjub
atas karyanya, dan bangga bisa mengenakan baju batik sebagus itu.
Untuk corak
batik Ny. Indo, suami Priscilla lah yang mendesain. Meskipun suaminya berlatar
belakang Teknik Kimia, tetapi memang bisa mendesain corak batik sekaligus menciptakan
permainan warna-warnanya. Jadi Priscilla selalu merasa, hubungannya dengan sang
suami, bagaikan tumbu yang bertemu dengan
tutupnya. Sebetulnya Priscilla memiliki 3 brand.
Batik Ny. Indo untuk costumer yang
memang cinta batik dan kehidupanya mapan. Lalu ada brand Priscilla Saputro untuk costumer
yang baru menyukai batik, tetapi tetap ingin terlihat out look. Harganya sekitar Rp 3,5 juta hingga Rp 12 juta-an. Dan
satu lagi brand Misselle, yakni batik
khusus untuk costumer menengah ke
bawah. Biasanya ia buat dari batik yang dihasilkan dari pembatik pemula.
Sampai saat
ini, Priscilla memiliki beberapa butik untuk memajang karyanya, seperti di
Hyatt Regency Yogyakarta, Sheraton Mustika Resort and Spa Yogyakarta, dan juga
di Bellezza Shopping Arcade, Permata Hijau, Jakarta. Selain itu ia juga punya show room di Sleman, Yogyakarta. Di luar
mendesain busana, Pricilla pun masih sempat melakukan hobinya seperti wanita
pada umumnya, seperti jalan-jalan, belanja, dan melakukan perawatan ke salon
seperti manicure atau pedicure.
Tampaknya
bakat Priscilla mendesain pun sudah menurun pada anak sulungnya, Michelle Saputra,
yang sejak kecil juga sudah suka mendesain. Karena itu ia pun mendatangkan guru
fashion untuk sang anak belajar
desain. Anaknya ini mengaku kelak ingin kuliah desain ke Parson School New York,
Amerika Serikat. Jadi, Priscilla tidak khawatir usaha batik ini bakal tidak ada
penerusnya. Sementara anak bungsunya, Johan Morris Saputra, memang belum
kelihatan bakatnya. Di luar itu, Priscilla mengaku bangga bisa lahir dan tumbuh
dalam budaya Indonesia, sehingga bisa sedikit memberi perhatian pada batik,
sebagai hasil budaya Indonesia. Ke depannya, ia ingin lebih meningkatkan
kemanfaatannya dengan membuat satu lembaga pelatihan yang ada hubungannya
dengan akar budaya Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar