Minggu, 29 Maret 2015




Ada nama Priscilla Saputro di balik sehelai kain batik Ny. Indo yang sempat dikenakan Miss Universe dan Miss World saat berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu. Bagi Priscilla, kebanggaan tak sebatas oleh siapa kain itu dikenakan, melainkan bagaimana dan oleh siapa kain itu diproses. Priscilla memulai bisnis batik Ny. Indo bersama sang suami, Moses Saputro, pada tahun 1998 di Yogyakarta. Kini karya-karyanya banyak dikoleksi para pecinta batik dan sosialita.

Kain-kain batik yang diproduksi Priscilla bersama suami, sepenuhnya adalah karya-karya nyonya Indonesia. Mereka adalah pembatik yang dimiliki Priscilla yang mayoritas perempuan, ibu muda, dan bahkan kebanyakan menjadi tulang punggung keluarganya. Priscilla menjalankan usaha batik memang bukan sekedar berjualan batik sebagai barang, melainkan juga memiliki visi untuk memelihara dan melestarikan batik sebagai budaya. Selain itu ia juga memegang teguh manajemen artisan, di mana harus memperhatikan betul hidup para pembatik sehingga mereka merasa nyaman bekerja dengannya. Ia mengakomodir kebutuhan para pembatik, misalnya soal UMR yang diberikan lebih. Ketika batik-batik yang mereka buat dikenakan oleh orang-orang penting, maka Priscilla akan memberitahukan, tujuannya agar mereka turut bangga dengan karya yang telah dihasilkan. Bila mereka terlihat jenuh,  manajemen batik Ny. Indo pun akan mengajak mereka jalan-jalan.


Menurut Priscilla, sistim manajemen artisan memang sangat penting dalam mengelola usahanya. Karena setiap tahun ada saja pembatiknya yang ingin berhenti kerja dengan berbagai alasan pribadi. Ada yang karena suaminya cemburu, ada yang karena suaminya sudah pulang dari berlayar sehingga ingin kumpul, dan macam-macam alasan lainnya. Priscilla berpikir, kalau keinginan mereka untuk berhenti membatik selalu ia turuti, lama-lama pembatik Indonesia akan musnah. Maka, di sinilah perannya membina dan membuat mereka bekerja dengan nyaman. Tentu itu membutuhkan satu pikiran tersendiri dan tenaga ekstra. Sistem manajemen artisan ini sudah sejak awal ia bangun, sehingga meski ia selalu wara-wiri Yogya-Jakarta, sudah ada sistem manajemen yang berjalan.

Bagi Priscilla, batik adalah penggambaran Indonesia dalam sepotong kain. Di sana ada kemegahan, semangat, nilai-nilai, dan habitat alaminya. Sumber-sumber lokal ini adalah materi tak terbatas untuk melakukan eksplorasi terus menerus dalam rangka menemukan definisi visual baru akan keindahan dan identitas dalam fashion. Ia mengaku, sudah menyukai batik sejak kecil. Tapi baru benar-benar jatuh cinta dengan batik saat masuk SMA di Yogya. Ia suka bila melihat teman-temannya mengenakan batik, mulai dari baju, sepatu, hingga tas. Menurutnya, orang yang mengenakan baju batik, kendati batiknya murah, tetapi si pemakainya maupun batiknya akan memiliki wibawa sendiri. Baginya pula, satu helai batik itu bisa bercerita, seperti ada rohnya. Karena dalam satu helai batik ada beberapa orang yang terlibat di dalamnya. Ada tangisan, ada kejengkelan, sehingga batik bisa menjadi satu maha karya. Batik dikerjakan oleh beberapa orang, di mana satu dengan yang lain berbeda kerjanya, sehingga tercipta ‘satu nyawa’ dalam selembar kain.


Priscilla menekuni batik tulis sejak tahun 1998. Awalnya ia masih membeli dari para pembatik yang karyanya bagus. Tapi, setelah tahun 2000, ia lantas membuat workshop sendiri di Yogya. Awalnya, bersama sang suami, memulai produksi dengan hanya 1 tungku bagi 8 orang pembatik. Sekarang sudah ada sekitar 40 pembatik yang dimilikinya. Priscilla sendiri dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah. Sementara suaminya berasal dari Solo. Mereka berdua memang bukan keturunan pembatik. Tetapi, kalau soal bau malam atau lilin untuk membatik, juga tradisi orang membatik itu seperti apa, sampai pada kesedihan para pembatik saat malam pecah, ia memahaminya. Itu karena orang tua teman-temannya banyak yang berprofesi sebagai pembatik. Priscilla pun juga mengetahui beberapa motif batik tradisional. 

Menurut Priscilla, kunci keberhasilan dalam mengelola bisnis batiknya adalah tidak pernah mengeluh, apapun kesulitan yang dihadapi. Bisnisnya memang tidak selamanya mulus. Kebetulan, ia dan suami memiliki pandangan yang sama, yaitu sebisa mungkin menghindari mengeluh. Semuanya mereka jalani saja, karena yakin Tuhan yang mendatangkan rezeki bagi mereka. Ibaratnya, kalau kita merindukan keuntungan, lalu akan bekerja sebaik mungkin. Maka Tuhan pun akan lebih berlipat kali rindunya untuk memberikan keuntungan pada kita. Dalam menjalankan usaha batiknya ini, Priscilla memakai moto “Estetika Tanpa Batas”. Jadi ia tidak membatasi batik itu seperti apa.  Motif batik-batik yang ia produksi ada yang klasik warna kontemporer, motif klasik warna klasik, motif kontemporer warna klasik, dan kontemporer warna kontemporer. Semuanya dibuat sesuai keinginan pasar atau pesanan saja.


Priscilla pun juga turut mendesain baju batik, dan ia selalu mengerjakannya dengan hati. Sejak kecil ia memang sudah suka mendesain. Tiap kali membuat baju, ia sendiri yang menentukan desainnya. Ia mempelajari desain secara otodidak. Dan sejak Desember 2014 ia sudah menjadi anggota APPMI, Jakarta. Selain dijual di butik, karya-karyanya juga dikoleksi para high socialite di Jakarta. Bahkan di tahun 2013, karyanya pernah dikenakan perserta Miss World di Bali, juga dikenakan Miss Universe kala berkunjung ke Indonesia. Puteri Indonesia pun juga turut mengenakan batiknya saat berlaga ke ajang Miss Universe. Selain itu, Priscilla juga sudah menggelar desainnya ke berbagai pagelaran busana termasuk Indonesia Fashion Week.

Di bulan Februari 2015, Priscilla pun juga pernah diminta menyediakan 38 potong baju untuk peserta Puteri Indonesia plus 2 untuk MC. Masih ditambah lagi 4 potong untung kunjungan Miss Universe ke Yogyakarta bersama Putri Indonesia yang terpilih. Pada event itu, Priscilla mengangkat batik Banyuwangi. Kebetulan ia memang diminta Bupati Banyuwangi untuk memberi sentuhan pada corak batik Banyuwangi dan membina pengrajin batik di sana agar hasilnya lebih kompetitif dan berkualitas. Dan Priscilla senang, ketika Miss Uniberse berkomentar takjub atas karyanya, dan bangga bisa mengenakan baju batik sebagus itu.


Untuk corak batik Ny. Indo, suami Priscilla lah yang mendesain. Meskipun suaminya berlatar belakang Teknik Kimia, tetapi memang bisa mendesain corak batik sekaligus menciptakan permainan warna-warnanya. Jadi Priscilla selalu merasa, hubungannya dengan sang suami, bagaikan tumbu yang bertemu dengan tutupnya. Sebetulnya Priscilla memiliki 3 brand. Batik Ny. Indo untuk costumer yang memang cinta batik dan kehidupanya mapan. Lalu ada brand Priscilla Saputro untuk costumer yang baru menyukai batik, tetapi tetap ingin terlihat out look. Harganya sekitar Rp 3,5 juta hingga Rp 12 juta-an. Dan satu lagi brand Misselle, yakni batik khusus untuk costumer menengah ke bawah. Biasanya ia buat dari batik yang dihasilkan dari pembatik pemula.

Sampai saat ini, Priscilla memiliki beberapa butik untuk memajang karyanya, seperti di Hyatt Regency Yogyakarta, Sheraton Mustika Resort and Spa Yogyakarta, dan juga di Bellezza Shopping Arcade, Permata Hijau, Jakarta. Selain itu ia juga punya show room di Sleman, Yogyakarta. Di luar mendesain busana, Pricilla pun masih sempat melakukan hobinya seperti wanita pada umumnya, seperti jalan-jalan, belanja, dan melakukan perawatan ke salon seperti manicure atau pedicure.


Tampaknya bakat Priscilla mendesain pun sudah menurun pada anak sulungnya, Michelle Saputra, yang sejak kecil juga sudah suka mendesain. Karena itu ia pun mendatangkan guru fashion untuk sang anak belajar desain. Anaknya ini mengaku kelak ingin kuliah desain ke Parson School New York, Amerika Serikat. Jadi, Priscilla tidak khawatir usaha batik ini bakal tidak ada penerusnya. Sementara anak bungsunya, Johan Morris Saputra, memang belum kelihatan bakatnya. Di luar itu, Priscilla mengaku bangga bisa lahir dan tumbuh dalam budaya Indonesia, sehingga bisa sedikit memberi perhatian pada batik, sebagai hasil budaya Indonesia. Ke depannya, ia ingin lebih meningkatkan kemanfaatannya dengan membuat satu lembaga pelatihan yang ada hubungannya dengan akar budaya Indonesia.



0 komentar:

Posting Komentar