Salah satu fenomena yang sedang ngetren di Surabaya saat ini adalah Warkop alias warung kopi. Kini, di setiap sudut kota pahlawan itu bermunculan warkop. Berbagai kalangan tak segan datang, dari mulai mahasiswa sampai orang kantoran. Dan meski terlihat ‘ecek-ecek’, dengan manajemen yang bagus, ternyata bisnis yang satu ini menjanjikan profit yang tak sedikit.
Salah satu
warkop yang cukup besar dan memiliki 10 cabang di berbagai tempat di Surabaya
adalah Warkop Podo Mampir yang dirintis Nurul Hidayat. Kesuksesan Nurul tidak datang
begitu saja, melainkan dirintis dari nol dan memakan waktu belasan tahun.
Sebelum mendirikan usaha sendiri, ia ikut menjaga warkop milik orang lain, dan
sebulan hanya digaji Rp 100.000. Setelah bekerja selama dua tahun dan menyerap
ilmunya, bapak dua orang anak asal Bungah, Gresik, Jawa Timur ini, kemudian
mencoba berdiri sendiri dengan membuka warkop di atas gerobak kecil di depan
emperan rumah orang, di Jalan Raya Karah, Surabaya, tahun 1997 silam. Berkat
ketekunannya, usaha tersebut berjalan bagus sehingga ia memberanikan diri
menyewa lahan milik yang empunya rumah.
Untuk bisa
menjadi besar seperti saat ini, Nurul harus melalui perjuangan yang berat. Ia
juga tak mau mengambil uang dari hasil keuntungan. Keuntungan yang diperoleh ia
tabung untuk membuka warkop di lokasi baru. Sebagai orang yang merintis usaha
dari awal, Nurul mempelajari apa saja yang harus dilakukan agar usaha warkopnya
bisa bertambah besar. Pertama, ramai atau tidaknya warkop tergantung strategis
atau tidaknya lokasi. Kedua, lahan parkirnya harus memadai, dan ketiga, makanan
serta kue yang dijual harus variatif. Faktor keempat yang menjadi kunci utama
adalah kedekatan dan keramah tamahan kepada pembeli. Menurut Nurul, meski
ketiga unsur sebelumnya sudah memadai, tapi kalau yang menjualnya tidak
menyenangkan, pasti tidak akan ada pelanggan yang datang. Kalaupun datang,
cukup hanya sekali, lain waktu dia bisa kapok.
Bahkan, tak
sekedar ramah, tetapi Nurul juga melakukan pendekatan personal kepada
pelanggannya. Menurutnya, orang datang ke warkop biasanya tidak sekedar mau
makan atau minum kopi saja, tetapi juga untuk mencari teman ngobrol setelah
seharian menjalani rutinitas. Nurul, yang dulu sebelum mempunyai karyawan,
selalu menjaga sendiri warkopnya ini mencontohkan, ia tidak sekedar berjabat
tangan saja kepada pelanggan yang datang ke warkopnya, tetapi juga menanyakan
kabar dan bila pelanggan lama tidak datang, ditanyakan alasannya. Ini untuk
menunjukkan bahwa antara dirinya dengan pelanggan memiliki kedekatan emosional.
Dengan demikian, pelanggan akan merasa ada sesuatu yang hilang apabila lama tidak
datang ke warkopnya.
Tak jarang,
pelanggannya juga rela berbagi persoalan pribadi. Walau memang terkadang ia
tidak bisa memberikan solusi, tapi mau mendengarkan saja sudah bisa meringankan
beban pikiran mereka. Maka, Nurul pun kerap merasa warkopnya ini bisa juga
merangkap sebagai lembaga konsultasi psikologi. Bagi Nurul, hal-hal seperti
tadi merupakan faktor yang akan membantu mendongkrak daya saing warkopnya
dengan warkop lain. Karena kalau bersaing soal harga, jelas tidak mungkin.
Sebab rata-rata harga di satu warkop dengan warkop lainnya nyaris sama.
Kalaupun beda, sangat tipis. Misalnya, secangkir kopi dijual mulai Rp 2.500
sampai Rp 3.000, begitu pula nasi bungkus atau kue. Di warkopnya, Nurul pun
menyediakan teve dan wifi bagi pelanggan meski ia akui itu kurang
menguntungkan. Pelanggan cenderung nongkrong lama hanya untuk menikmati wifi
saja. Ibaratnya, hanya minum segelas kopi tetapi bisa nongkrong berjam-jam.
Kini Nurul
telah memetik hasil kerja kerasanya. Ia memiliki 20 warkop dengan 38 karyawan.
Omzet per hari mencapai Rp 20 juta. Untuk masing-masing lokasi, Nurul memakai
sistim kontrak dengan pemilik tanah. Harga kontrak pun bervariasi, tergantung
lokasi. Ada lokasi yang kontraknya jutaan sampai belasan juta per tahun. Bila
lokasinya bagus, biasanya Nurul langsung kontrak selama 10 tahun. Dengan jumlah
warkop yang ada saat ini, Nurul memiliki seorang tenaga audit yang tugasnya
berkeliling dari satu warkop ke warkop lain, menghitung makanan dan kue yang
habis. Baginya, meski hanya sekedar warung kopi, kalau ingin berkembang perlu
manajemen yang serius. Dan Nurul pun masih ingin terus mengembangkan jumlah
warkopnya agar bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak.



Bandar Slot JP Terbesar
BalasHapus