Senin, 09 Januari 2017


Inspirasi untuk mencari desain, bisa datang dari mana saja, termasuk dari masa lalu. Furniture atau pernak-pernik dengan desain retro, terutama tahun 60-an hingga 70-an, kini termasuk yang sangat diminati. Kesan klasik, minimalis, dan artistik menjadikan gaya ini tak lekang dimakan zaman. Menurut Johonas Budhi Pamungkas, pemilik Wasik Galeri, gaya retro umumnya terlihat dari barang-barang elektronik yang digunakan. Lampu belajar, televisi, jam dinding, figura, hingga poster iklan-iklan lama. Barang-barang ini biasanya dijadikan pajangan di kamar tidur, ruang tamu, maupun kafe-kafe.

Gaya retro identik dengan barang-barang tahun 60-an hingga 90-an. Desain ini ditandai dengan warna-warna terang dan mencolok seperti merah, kuning, dan biru. Unsur besi dan plastik juga mendominasi produk-produk retro. Gaya retro pun kini banyak diadaptasi dalam berbagai desain digital, misalnya poster, kaus, dan stiker dinding. Namun, menurut pria yang akrab disapa Dandu ini, barang-barang asli tetap lebih diminati. Gambar-gambar tokoh atau barang tertentu, misal mobil Volkswagen, mesin ketik klasik, atau artis Marlyn Monroe, hanya menjadi pelengkap. Tanpa ada gambarnya pun, dari bentuk dan warnanya tetap akan kelihatan kalau itu bergaya retro.

Penggemar gaya retro umumnya menyukai barang-barang tangan kedua yang berkualitas. Semakin tua, plastik yang digunakan semakin tebal dan awet. Begitu pula bahan-bahan seperti kuningan atau besi, jauh lebih berkualitas daripada buatan baru. Sebagai konsekuensi, barang ini umumnya lebih mahal dibandingkan produk-produk digital. Mencari ornamen retro juga bisa dibilang gampang-gampang susah. Para penggemar gaya retro biasanya mencari produk di galeri-galeri seperti Wasik. Mereka akan kesulitan mencari barang retro dari rumah ke rumah, karena banyaknya pemburu yang siap bersaing. Di antara para penjual, biasanya terjalin hubungan yang baik. Mereka sering melakukan barter atau tukar tambah.


Menurut Dandu, Surabaya dan Jakarta, adalah dua daerah yang kini banyak memiliki peminat gaya retro. Ada pula Yogyakarta, Semarang, Solo, dan Bandung. Di Surabaya, tempat Wasik berada, peminat gaya retro dapat berkunjung ke berbagai pameran yang biasa digelar di mal. Mereka biasanya menjual barang-barang bekas dan produk retro. Pembeli perlu cermat dalam mencari produk retro. Referensi yang berasal dari bahan-bahan bacaan maupun interaksi sosial sangat diperlukan untuk mengenali produk yang baik. Sebab, tak menutup kemungkinan ada pedagang yang nakal dan sengaja membuat barang cacat agar terlihat klasik.

Wasik, yang merupakan singkatan Warung Klasik, dahulunya hanya sebuah warung makan yang menjual nasi bali bumbu pedas. Dandu sengaja mendesain warungnya dengan gaya retro. Semakin lama, ruang untuk menyimpang barang-barangnya pun semakin sempit. Akhirnya ia membuka galeri khusus untuk barang-barang tersebut. Harga barang yang dijual di galerinya berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 2,5 juta.

Ornamen bergaya retro juga bisa diproduksi saat ini. Sara_shop Jakarta, misalnya, menghasilkan lukisan-lukisan kayu bergaya retro. Produk galeri ini biasa diaplikasikan di restoran, barbershop, sekolah, hingga rumah. Sara merupakan singkatan dari nama dua pemilik usaha ini, yaitu Sari Laba Priskila dan Rahel Sembiring. Usaha ini dimulai dari butik bergaya retro yang dirintis Rahel pada 2013. Namun, bukannya tertarik dengan pakaian yang dijual, pengunjung butik justru ingin membeli hiasan-hiasan yang dipajang. Tak sampai setahun, Rahel pun akhirnya memutuskan untuk banting setir menjalani bisnis ornamen retro.


Sara sengaja menggunakan media kayu bekas daur ulang. Bahan ini diolah dan disesuaikan ukurannya, hingga siap dilukis. Kayu daur ulang memiliki beberapa kelebihan. Selain umur kayu yang menambah kesan zaman dahulu (jadul), kayu tua juga memiliki tekstur kering, sehingga lukisan tidak akan mengkerut ketika dipanaskan. Sara juga menggandeng pelukis khusus untuk membuat produk-produknya. Setiap hiasan dinding dibuat sesuai keinginan konsumen, baik dari sisi tulisan maupun gambar. Dengan keahlian yang dimiliki, para pelukis tersebut dapat menyulap kayu dan cat menjadi lukisan bergaya vintage. Jika dilihat sepintas, karya yang diciptakan terlihat sangat klasik.

Gambar yang dipakai biasanya menyesuaikan permintaan pengunjung. Mereka tak jarang membawa sendiri gambar yang ingin dibuat. Ada yang memilih tema alam, seperti binatang laut, ada pula yang memilih karakter tokoh tertentu yang berjaya di zaman retro. Misalnya, the Beatles, Marlyn Monroe, Charlie Chaplin, Bruce Lee, atau Lady Diana. Sejalan dengan merebaknya kafe-kafe dan warung kopi di berbagai kota, tema kopi dan teh pun kini cukup banyak diminati. Gambar ini biasanya dikombinasikan dengan kata-kata mutiara pilihan konsumen. Selain itu, tema dapur juga menjadi favorit konsumen Sara_shop.

Sara menggunakan ukuran standar, 45 sentimeter kali 60 sentimeter. Jika berkunjung ke toko, pengunjung akan dikenai biaya Rp 200 ribu per produk standar. Sementara harga untuk pembelian melalui Instagram yaitu Rp 215 ribu. Produk custom dikenai biaya Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu, tergantung tulisan dan gambar yang digunakan. Sara juga memberikan ukuran pilihan lain, yaitu 15 sentimeter kali 30 sentimeter. Harga yang ditawarkan berada di kisaran Rp 130 ribu per papan.

0 komentar:

Posting Komentar