Jumat, 24 Maret 2017


Usianya memang masih muda, tapi sudah lebih dari 50 proyek ia kerjakan bersama partner-nya lewat kantor arsitektur dan desain interior yang mereka dirikan pada 2012 silam. Hasil rancangannya kini bisa dinikmati di berbagai sudut kota Jakarta. Tak sedikit klien kelas atas yang mempercayakan kafe atau restoran premium mereka untuk 'disentuh' tangan dingin Agatha Carolina.

Sebelumnya Agatha telah mengambil kuliah arsitektur di Universitas Parahyangan, Bandung tahun 2006. Setelah lulus, tahun 2010 ia sempat bekerjan di Andramartin Architect, sebuah kantor arsitektur milik arsitek kawakan Andramartin, yang sampai saat ini masih ia anggap sebagai panutan dan mentornya. Ketertarikan Agatha pada dunia interior dan arsitektur memang sudah ada sejak kecil, karena ayahnya bekerja sebagai developer dan kontraktor. Ia sering diajak melihat pameran material dan pameran rumah. Sejak dulu pula, Agatha suka sekali melihat tempat-tempat dengan desain yang menarik dan bagus. Ia juga suka duduk di suatu tempat lalu membuat sketsa sebuah bangunan atau interior. Dari situ, Agatha sudah bertekad untuk menjadi arsitek, karena menurutnya seorang arsitek itu bisa merealisasikan mimpi seseorang.


Tahun 2012, dua tahun setelah bekerja, Agatha memulai membuka kantor arsitektur dan desain interior sendiri di Jakarta, yang diberi nama Bitte Design Studio. Ia mendirikannya bersama partner-nya, Chrisye Octaviani. Bagi Agatha, desain interior dan bangunan adalah sebuah solusi untuk memecahkan masalah. Arsitek adalah profesi kreatif di mana seseorang dituntut untuk berpikir solutif akan banyak permasalahan, baik dari permintaan klien, bujet, konstruksi, dan teknikal. Seorang arsitek dituntut untuk menjembatani berbagai keinginan dan permasalahan yang ada di lapangan. Jadi, menurutnya seorang arsitek itu ibarat seorang pemimpin yang harus bisa mengarahkan suatu proyek dan merealisasikannya menurut gambarannya dan ekspektasi klien. 

Menurut Agatha, seorang arsitek yang ingin mendirikan kantor sendiri tentu harus ada tahapannya. Ia dituntut untuk mempunyai tanggung jawab lebih, baik ke klien maupun untuk menjalankan kantornya. Sehingga akan lebih baik jika arsitek tersebut sudah mempunyai pengalaman dan mengerti bagaimana caranya untuk menjalankan profesinya. Agatha dan partner-nya memilih mendirikan kantor sendiri karena mereka memiliki visi yang sama. Mereka merasa dengan memiliki kantor sendiri, bisa merealisasikan ide sesuai gaya mereka sendiri. Berangkat dari visi tersebut dan memulainya dari nol, Agatha dan partner-nya telah melalui banyak tahapan sebelum akhirnya bisa berada di posisi seperti sekarang. Saat ini, Bitte Design Studio telah menyelesaikan lebih dari 50 proyek, dan memiliki karyawan bejumlah 8 orang.


Desain interior pertama yang digarap Bitte Design Studio adalah Poke Sushi Restaurant di Mall Summarecon. Proyek selanjutnya ialah Magnum Cafe di Grand Indonesia, Jakarta. Keduanya dikerjakan pada tahun 2012. Dari kedua proyek tersebut, Agatha berhasil menjalin hubungan yang kuat dengan kliennya, Ismaya Group, sampai saat ini. Dan proyek-proyek yang ada sampai sekarang merupakan hasil kerja kerasnya bersama partner sejak proyek awal tersebut. Pada awal proyek, seperti Magnum Cafe, ia harus mengikuti tender terlebih dahulu. Sedangkan proyek yang lain, klien datang langsung untuk berdiskusi.

Hasil karya yang telah dihasilkan Bitte Design Studio di antaranya, Poke Sushi Summarecon, Magnum Cafe Grand Indonesia, Sushi Groove, Djournal Puri Indah Mall, Standard Denim Supply Plaza Senayan, Blowfish Club Jakarta, Dragonfly Club Jakarta, Publik Markette Grand Indonesia, Beer Garden Radio Dalam, Fujin Restaurant Gunawarman, Monstore Gunawarman, Otoko Store, Viyage Coffe Shop, Hause Restaurant. Sementara untuk hunian antara lain Kemang Residence, Bintaro Residence, Apartment Unit in Setiabudi, Ubud Hotel, Park at Intan Hotel, dan Armada Flow House Bali. Desain mereka juga sempat memenangi penghargaan 10 Best Club Design in Asia untuk Dragonfly Indonesia.


Setelah berkecimpung di dunia arsitektur dan interior selama lima tahun, Agatha memutuskan untuk melanjutkan studi dengan mengambil Master of Interior Architecture di University of the Arts London. Ketika melanjutkan kuliah di London, selain fokus kuliah Agatha juga banyak berkolaborasi dengan kampusnya dalam menjalankan proyek-proyek yang didapat dari kampus. Misalnya, berkolaborasi dengan Tate Modern untuk mendesain bangunan barunya. Meski ia berada di London, semua proyek dari kantornya di Jakarta tetap dalam pengawasannya. Sedangkan untuk proyek yang masih under construction, tetap ia supervisi melalui update e-mail bersama partner-nya, yang full in charge di Jakarta. Bitte Design Studio juga tidak mengkotak-kotakkan target pasar, karena siapa saja yang butuh desain dan jasa mereka, mereka akan berusaha bisa menjalankannya.

Selain mendirikan Bitte Design Studio, Agatha juga menjalankan bisnis toko pakaian siap pakai dengan brand Monstore, bersama dua temannya pada 2008. Ia mengaku, dari dulu memang menyukai tiga hal, arsitektur, art, dan fashion. Dan ia cukup senang saat ini menggeluti ketiga bidang tersebut. Saat mendirikan bisnis pakaian itu, ia dan kedua temannya masih kuliah, namun mempunyai mimpi untuk mendirikan sebuah brand yang fokus pada art, dan bisa menjadi wadah bagi para seniman muda untuk menyalurkan karyanya. Awalnya hanya berupa brand kecil dengan modal pas-pasan. Mereka berjualan di acara-acara kampus dan ikut berbagai pameran. Dari sanalah mereka membangun image untuk brand Monstore. Monstore pun berkembang secara perlahan. Setelah itu mereka mencoba untuk merambah ke bisnis online dengan membuat website. Dan ternyata, perkembangannya juga bagus. 


Saat ini, Monstore sudah mempunyai toko sendiri di jalan Gunawarman., juga sudah mempunyai stockist di beberapa kota dan negara, antara lain Jakarta, Bandung, Surabaya, Balikpapan, Bali, Singapura, dan Jepang. Visi awal Monstore adalah menjadi wadah bagi para seniman muda, sehingga hal itu coba direalisasikan Agatha dan kedua temannya dengan membuat komunitas Scene Stealers, di mana para seniman dapat mengirimkan karyanya dan dapat diproduksi menjadi baju oleh Monstore. Sehingga dari situ, para seniman tersebut dapat memperoleh keuntungan dari penjualan karya mereka. Monstore sangat peduli pada seniman lokal karena menurut Agatha, belum banyak wadah yang dapat menyalurkan bakat dan mengangkat nama mereka.

Menurut Agatha, perkembangan desain di Indonesia sudah mengalami perkembangan yang pesat. Contohnya saja untuk komersial desain. Dulu bisnis di Indonesia dapat dikatakan tidak begitu mementingkan desain interior dalam bisnisnya. Namun, karena persaingan yang kian ketat sekarang ini, bisnis komersil pun turut menganggap bahwa interior desain dari suatu tempat merupakan hal yang utama. Sehingga, desain di Indonesia berkembang pesat dan apresiasi terhadap hal tersebut jauh lebih terlihat. Untuk persaingan dengan luar negeri, menurutnya, jika terus menjalankan hal ini dan melakukan improvisasi secara berkala, Agatha yakin desain Indonesia dapat bersaing dengan semua desain di luar negeri.

Agatha juga bangga, pekerjaannya saat ini mendapat dukungan penuh dari sang suami, Ditho Sitompoel. Suaminya adalah pemilik bisnis Otoko Store, sebuah butik pakaian pria di kawasan SCBD Jakarta.











1 komentar:

  1. SAMBAL ROA JUDES adalah salah satu sambal dengan citarasa terbaik di Indonesia. Kehebatan rasa sambal ini pun bahkan sudah melanglang dunia karena digemari pula oleh masyarakat luar negeri. Terbuat dari bahan-bahan berkualitas dengan bahan utama ikan Roa yang khusus didatangkan dari Manado, Sulawesi Utara. Sambal siap saji ini dibuat dengan kemasan food grade (135 gram), tahan lama, cocok untuk teman bepergian atau oleh-oleh. Nikmat disantap dengan jenis lauk apa pun, yang pastinya akan menambah nafsu selera makan anda. Pemesanan Sambal ROA JUDES untuk wilayah Jakarta, hubungi Delivery SAMBAL ROA JUDES, melalui sms/whats app 085695138867. Pin BB : 5F3EF4E3.

    BalasHapus