Rabu, 04 Juni 2014





Gadis keturnan Tionghoa kelahiran Surabaya, 5 Agustus 1989 ini meraup sukses berkat bisnis busana berukuran besar. Kejeliannya membaca kemauan pasar, membuat bisnisnya berkembang pesat dalam waktu tiga tahun. Karena bisnisnya ini, banyak yang mengira ia berbadan gemuk, dan tidak percaya begitu mengetahui sebenarnya ia bertubuh langsing. Bagi Yuky, dengan berbisnis busana plus size itu lah ia bisa menemukan tantangan tersendiri. Karena bila menjual pakaian biasa yang sesuai ukuran tubuh sudah terlalu biasa menurutnya.

Untuk membuat baju ukuran besar memang berbeda dengan ukuran normal. Bagian tangan harus benar-benar pas, dan harus menggunakan bahan yang nyaman agar tidak mudah sobek, serta pemakainya tidak gampang berkeringat. Selain itu juga harus pas dalam membuat pattern grading agar bentuk busananya tetap bagus. Jadi bukan asal membalut tubuh.

Ide bisnis ini berawal saat ia masih kuliah di bidang Fashion Marketing di Raffles Design Institute di Singapura. Di sana ia mempunyai teman sekelas asal Malaysia yang badannya sangat gemuk. Tapi temannya itu selalu tampil cantik. Bahkan setiap kali masuk kelas, seluruh murid dibuatnya terpesona. Sementara Yuky melihat perempuan gemuk di Indonesia gemar memakai kaus oblong dan kemeja pria. Jadi hanya sekedar menutup aurat saja. Yuky pun jadi berpikir, kenapa perempuan gemuk di Indonesia tidak ada yang berani memulai sesuatu yang beda ? Selama ini, mereka hanya bisa gigit jari bila melihat baju yang dipakai manekin bertubuh langsing di toko atau department store.

Walau tidak mempunyai dasar mendesain baju, Yuky pun ingin membuat terobosan baru untuk memenuhi kebutuhan mereka. Apalagi setelah ia amati, ternyata potensi pasarnya di Indonesia, khususnya Jakarta, cukup banyak juga. Selama dirinya bekerja di dunia mode dan sebelum memiliki butik sendiri, ia sering melihat, model yang dipakai untuk memperagakan busana hanyalah yang itu-itu saja. Dalam dirinya pun akhirnya muncul keinginan untuk mengubah stigma masyarakat bahwa bukan hanya wanita bertubuh langsing saja yang bisa tampil cantik di majalah atau runway mewah. 

Setelah lulus dan pulang ke Indonesia di akhir tahun 2009, Yuky sempat dipanggil desainer Musa Widyatmojo untuk diminta menjadi asisten eksekutifnya. Tugasnya saat itu adalah mengurus event, branding, membenahi toko agar bisa meningkatkan omzet, dan memperluas customer range.

Biasanya setiap fashion designer mempunyai idealisme tersendiri akan karyanya, dan semasa kuliah Yuky telah mempelajari  banyak hal, antara lain bagaimana mengetahui apa yang dimaui market fashion, sehingga bisa menghasikan uang lebih banyak. Kebetulan pula, saat masih kuliah ia sudah memiliki pengalaman magang kerja di Singapura, yaitu pada perusahaan event organizer fashion festival dan bekerja pada seorang fashion designer Singapura, Danielle Yam. Di kedua tempat itu masing-masing ia bekerja selama enam bulan dan selalu ditempatkan di bagian market research & development. Sehingga semakin banyak ilmu yang didapatkannya, termasuk soal branding.

Pada desainer Musa Widyatmodjo ia bekerja selama delapan bulan. Dan secara bersamaan, di tahun 2010 ia mulai mendirikan X to X, merek buana perempuan yang berukuran plus. Saat itu Yuky membagi waktunya pagi sampai sore untuk bekerja, dan sorenya sampai malam ia mengurus butik X to X miliknya yang terletak di Mal Artha Gading. Namun karena kesibukannya itu, ia pun sempat jatuh sakit dan harus bed rest selama 6 bulan. Dan terpaksa pula ia harus resign bekerja pada desainer Musa Widyatmodjo. Tapi baru empat bulan bed rest, ia mendapatkan telepon dari kantor desainer Biyan, dan diminta untuk bertemu dengan desanier itu. Karena sejak lama sudah mengagumi karya desainer Biyan, Yuky pun nekat datang ke kantornya.

Di sana ia diwawancara dan bisa bertemu langsung dengan Biyan. Rasanya saat itu senang sekali. Sempat ada niat ingin berfoto bersama, namun sang desainer ternama itu tidak memperbolehkannya, dan mengatakan bahwa mereka akan sering bertemu kembali. Dalam hatinya saat itu ada keyakinan ia bisa diterima bekerja di tempat itu. Namun seketika ia menjadi dilema karena saat itu sudah sibuk mengurus X to X dan sedang berencana membuka butik kedua di Mal Pondok Indah. Apalagi bisa diterima untuk membuka butik di mal itu juga tidak mudah.

Namun akhirnya Yuky pun memutuskan untuk bekerja daripada mengurusi usahanya. Karena menurutnya, pengalaman bekerja lebih bagus daripada background akademis. Sepintar apa pun orang dalam nilai akademis, tidak akan berarti apa-apa kalau tidak memiliki pengalaman kerja yang bagus.

Kembali ke awal mendirikan X to X, karena tidak memiliki basic desain, ia pun meminta mantan teman-teman kuliahnya untuk membuatkan desain sampai sekarang dan membayarnya. Soal desain, Yuky mencari referensi ke Hongkong atau Singapura. Terkadang ia juga membeli baju berukuran besar dari toko online yang ada di Amerika, atau bisa juga dengan mengambil gambar dari internet lalu memodifikasinya. Untuk produksi, semuanya dikerjakan oleh konveksi sesuai bidangnya masing-masing sehingga kualitasnya tetap terjaga.

Saat ini ada lebih dari 15 konveksi yang mengerjakan pakaian di butiknya. Selain itu ada pula dua orang penjahit inhouse yang tugasnya untuk merevisi atau membuat produk kecil. Saat pertama kali membuka butik, Yuky hanya memperkerjakan 3 orang SPG dan  1 orang administrasi. Sebetulnya saat itu ia juga sedang bingung antara mau meneruskan kuliah S2 atau tidak. Kampusnya memang menawarkan beasiswa S2 di Australia. Namun berkat masukan orang tuanya ia membatalkan rencana kuliah S2 nya dan lebih memilih menjadi bos kecil di usahanya sendiri.

Awal membuka usaha sempat ada rasa pesimis, dan berpikir apakah ada orang yang mau datang ke butiknya ? Karena waktu itu mal tempat butiknya berada masih sepi. Pada hari pertama ia membuka butik juga sepi pembeli. Namun saat melakukan grand opening, entah tahu dari mana, banyak pengunjung yang datang. Kemudian mereka menjadi pelanggan dan meninggalkan nomor telepon untuk minta dikabari kalau ada model pakaian yang baru.

Pelanggannya rata-rata sekali belanja bisa menghabiskan biaya Rp 1-3 juta per orang. Dan semua pakaian yang dibelinya itu untuk dipakai sendiri. Yuky pun semakin terharu ketika pelanggannya mengucapkan terima kasih karena sudah memikirkan kebutuhan mereka. Karena biasanya mereka hanya bisa gigit jari bila melihat dress yang cantik di butik. Mereka juga merasa selama ini tempat membeli baju yang sesuai dengan ukuran tubuhnya sangat terbatas. Kalau ke factory outlet, misalnya, yang disediakan paling hanya model polo shirt. Memang sebelumnya sudah ada toko yang menjual pakaian plus size, tapi modelnya selalu tidak sesuai dengan usia mereka.


Pada kesempatan itu Yuky pun juga membagikan brosur dan kartu nama. Akhirnya, dari mulut ke mulut pula usahanya ini berkembang. Orang yang berbadan kurus pun turut mengambil brosur untuk diberitahukan pada temannya. Dan di tahun kedua, ia berhasil membuka butik kedua di Mal Pondok Indah serta di tahun ketiga membuka kembali di Mal Taman Anggrek atas tawaran pihak pengelola.

Produk X to X terdiri dari dress, vest, bolero, summer dress, evening dress, belt, legging, stocking, denim wear, mulai dari hotpants sampai celana, dan rok. Untuk blus, bolero, dan dress ukurannya mulai XL-8L, ukuran celana 33-44, serta sepatu 39-43. Per size baju ukuran lingkar dadanya beda 5 cm. Pangsa pasarnya adalah perempuan usia 17-35 tahun. Namun yang usia di atas 35 tahun banyak juga yang memakai, karena masih berjiwa muda.

Ciri kas X to X terletak pada motif dan siluet busananya. Yuky memang masih berpegang pada prinsip mode. Yang melenceng adalah warnanya, karena tidak harus selalu hitam. Busana yang ada di butiknya justru hadir dengan warna-warni. Semua desain X to X selalu dibuat playfull dan ada sisi fun-nya. Misalnya, tabrak warna biru dan pink, dan kemeja yang diberi sentuhan berupa ritsleting tembaga di bagian dada.


Saat menjelang Natal, Lebaran, Valentine, Chinese New Year, jumlah produksi akan meningkat dua kali lipat dari hari biasa. Sementara pada bulan biasa jumlah produksinya sekitar 500-700 buah. Satu ukuran baju biasanya diproduksi 60 buah. Sementara, satu model ia buat hanya dalam tiga ukuran, misalnya 3, 5, 7 atau 4, 6, 8. Jadi, satu model biasanya ada 180-200 buah. Harga termurah adalah belt, mulai dari Rp 90.000 dan termahal adalah baju, yang bahkan ada yang seharga Rp 500.000.

Customer X to X mulai dari kalangan biasa sampai selebriti, antara lain Nunung, Lula Kamal, Marcella Lumowa, Ira Maya Sopha, dan Maya Wulan. X to X juga sempat menjadi busana tetapnya Shena saat tampil dalam acara X Factor. Begitu juga dengan Regina saat tampil di Indonesian Idol. Peran customer lah yang membuat Yuky selalu optimis. Penjualan lewat online juga sudah dimulai sejak 2013, dan pembelinya datang tidak hanya dari luar kota, melainkan juga dari Malaysia dan Singapura. Bahkan pelanggan yang di Malaysia biasanya membeli sampai Rp 20 juta untuk dijual kembali. Pembeli dari luar kota pun juga sering mampir berbelanja ke butiknya kalau sedang di Jakarta.

Tantangan berbisnis di bidang ini terletak pada pemilihan bahan. Tiga bulan pertama mengawali usahanya, ia masih kesulitan mencari bahan yang tepat. Pernah ada customer-nya yang komplain karena bajunya cepat sobek. Belajar dari hal itu, Yuky pun sangat berhati-hati dalam memilih bahan agar tidak mudah sobek atau membuat keringat berbau tidak sedap. Selain itu, bahan juga tidak boleh luntur dan menyusut. Sulitnya adalah karena ia sendiri tidak mengalami memiliki tubuh plus size. Kalau saja tubuhnya berukuran plus size tentu ia akan lebih mengetahui bahan yang cocok dan nyaman untuk busananya.

Prinsip Yuky dalam berbisnis adalah tidak pernah berhenti belajar, terutama dari para customernya. Stay foolish, stay hungry. Apa yang mereka mau, selalu coba dipelajari. Ia pun sengaja menyebarkan nomor ponselnya ke para customer, agar mereka bisa lebih mudah memberikan masukan untuk X to X kapan pun. Bahkan ada pelanggannya yang sejak awal membuka butik, masih setia memberi masukan hingga sekarang. Mereka umumnya sudah sreg sekali dengan X to X.

Untuk memastikan customer tidak salah gaya, semua SPG juga sudah dilatih untuk memberikan panduan dalam memilih busana. Namun, kalau memang customernya ingin memilih yang berbeda juga tidak masalah. Karena setiap orang memang mempunyai taste masing-masing. Yang penting, setelah memakai busana dari X to X mereka bisa tampil percaya diri. Selain itu Yuky juga kerap menggunakan customer yang cantik untuk dijadikan model saat ada acara fashion show. Rencana berikutnya, dalam waktu dekat Yuky juga akan membuka butik ke empat di Jakarta, setelah itu baru ingin mengembangkan usahanya ke luar kota. Ia juga berencana untuk rutin mengikuti acara Jakarta Fashion & Food Festival.


Mengenai latar belakang keluarganya, Ayahnya dulu adalah seorang manajer nasional di sebuah perusahaan farmasi dan kecantikan. Sementara sang Ibu mempunyai usaha garmen khusus baju muslim. Sewaktu duduk di bangku SD, Yuky mengaku sudah suka berjualan jepit rambut atas keinginan sendiri. Setelah SMP, ia mencoba berjualan produk kecantikan secara MLM, kartu Natal, dan sebagainya. Dan waktu SMA, ia sempat menjadi drummer sebuah band. Sementara ketika kuliah ia hanya fokus untuk belajar saja.

Yuky sadar, ia bukan berasal dari keluarga kaya, jadi harus benar-benar belajar agar bisa sukses. Ketika teman-temannya saat itu pergi clubbing, ia memilih pergi ke perpustakaan. Meski terdengar sangat membosankan, tapi baginya tidak masalah karena toh saat ini ia senang dengan hasilnya. Kalau sedang tidak mengurusi bisnisnya, Yuky senang menjalani hobinya diving di berbagai tempat yang ada di Indonesia bersama anggota keluarganya.                 


 

____________________________

1 komentar: