Gadis keturnan Tionghoa kelahiran Surabaya, 5 Agustus 1989 ini meraup sukses berkat bisnis busana berukuran besar. Kejeliannya membaca kemauan pasar, membuat bisnisnya berkembang pesat dalam waktu tiga tahun. Karena bisnisnya ini, banyak yang mengira ia berbadan gemuk, dan tidak percaya begitu mengetahui sebenarnya ia bertubuh langsing. Bagi Yuky, dengan berbisnis busana plus size itu lah ia bisa menemukan tantangan tersendiri. Karena bila menjual pakaian biasa yang sesuai ukuran tubuh sudah terlalu biasa menurutnya.
Untuk membuat baju ukuran
besar memang berbeda dengan ukuran normal. Bagian tangan harus benar-benar pas,
dan harus menggunakan bahan yang nyaman agar tidak mudah sobek, serta
pemakainya tidak gampang berkeringat. Selain itu juga harus pas dalam membuat pattern grading agar bentuk busananya
tetap bagus. Jadi bukan asal membalut tubuh.
Ide bisnis ini berawal saat ia
masih kuliah di bidang Fashion Marketing di Raffles Design Institute di
Singapura. Di sana ia mempunyai teman sekelas asal Malaysia yang badannya
sangat gemuk. Tapi temannya itu selalu tampil cantik. Bahkan setiap kali masuk
kelas, seluruh murid dibuatnya terpesona. Sementara Yuky melihat perempuan
gemuk di Indonesia gemar memakai kaus oblong dan kemeja pria. Jadi hanya
sekedar menutup aurat saja. Yuky pun jadi berpikir, kenapa perempuan gemuk di
Indonesia tidak ada yang berani memulai sesuatu yang beda ? Selama ini, mereka
hanya bisa gigit jari bila melihat baju yang dipakai manekin bertubuh langsing
di toko atau department store.
Walau tidak mempunyai dasar
mendesain baju, Yuky pun ingin membuat terobosan baru untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Apalagi setelah ia amati, ternyata potensi pasarnya di Indonesia,
khususnya Jakarta, cukup banyak juga. Selama dirinya bekerja di dunia mode dan
sebelum memiliki butik sendiri, ia sering melihat, model yang dipakai untuk
memperagakan busana hanyalah yang itu-itu saja. Dalam dirinya pun akhirnya
muncul keinginan untuk mengubah stigma masyarakat bahwa bukan hanya wanita
bertubuh langsing saja yang bisa tampil cantik di majalah atau runway mewah.
Setelah lulus dan pulang ke Indonesia di akhir tahun
2009, Yuky sempat dipanggil desainer Musa Widyatmojo untuk diminta menjadi
asisten eksekutifnya. Tugasnya saat itu adalah mengurus event, branding,
membenahi toko agar bisa meningkatkan omzet, dan memperluas customer range.
Biasanya setiap fashion
designer mempunyai idealisme tersendiri akan karyanya, dan semasa kuliah
Yuky telah mempelajari banyak hal,
antara lain bagaimana mengetahui apa yang dimaui market fashion, sehingga bisa menghasikan uang lebih banyak.
Kebetulan pula, saat masih kuliah ia sudah memiliki pengalaman magang kerja di
Singapura, yaitu pada perusahaan event
organizer fashion festival dan bekerja pada seorang fashion designer Singapura, Danielle Yam. Di kedua tempat itu
masing-masing ia bekerja selama enam bulan dan selalu ditempatkan di bagian market research & development.
Sehingga semakin banyak ilmu yang didapatkannya, termasuk soal branding.
Pada desainer Musa Widyatmodjo ia bekerja selama
delapan bulan. Dan secara bersamaan, di tahun 2010 ia mulai mendirikan X to X,
merek buana perempuan yang berukuran plus. Saat itu Yuky membagi waktunya pagi
sampai sore untuk bekerja, dan sorenya sampai malam ia mengurus butik X to X
miliknya yang terletak di Mal Artha Gading. Namun karena kesibukannya itu, ia
pun sempat jatuh sakit dan harus bed rest
selama 6 bulan. Dan terpaksa pula ia harus resign
bekerja pada desainer Musa Widyatmodjo. Tapi baru empat bulan bed rest, ia mendapatkan telepon dari
kantor desainer Biyan, dan diminta untuk bertemu dengan desanier itu. Karena
sejak lama sudah mengagumi karya desainer Biyan, Yuky pun nekat datang ke
kantornya.
Di sana ia diwawancara dan bisa bertemu langsung
dengan Biyan. Rasanya saat itu senang sekali. Sempat ada niat ingin berfoto
bersama, namun sang desainer ternama itu tidak memperbolehkannya, dan
mengatakan bahwa mereka akan sering bertemu kembali. Dalam hatinya saat itu ada
keyakinan ia bisa diterima bekerja di tempat itu. Namun seketika ia menjadi
dilema karena saat itu sudah sibuk mengurus X to X dan sedang berencana membuka
butik kedua di Mal Pondok Indah. Apalagi bisa diterima untuk membuka butik di
mal itu juga tidak mudah.
Namun akhirnya Yuky pun memutuskan untuk bekerja
daripada mengurusi usahanya. Karena menurutnya, pengalaman bekerja lebih bagus
daripada background akademis.
Sepintar apa pun orang dalam nilai akademis, tidak akan berarti apa-apa kalau
tidak memiliki pengalaman kerja yang bagus.
Kembali ke awal mendirikan X to X, karena tidak
memiliki basic desain, ia pun meminta
mantan teman-teman kuliahnya untuk membuatkan desain sampai sekarang dan
membayarnya. Soal desain, Yuky mencari referensi ke Hongkong atau Singapura.
Terkadang ia juga membeli baju berukuran besar dari toko online yang ada di Amerika, atau bisa juga dengan mengambil gambar
dari internet lalu memodifikasinya. Untuk produksi, semuanya dikerjakan oleh
konveksi sesuai bidangnya masing-masing sehingga kualitasnya tetap terjaga.
Saat ini ada lebih dari 15 konveksi yang mengerjakan
pakaian di butiknya. Selain itu ada pula dua orang penjahit inhouse yang tugasnya untuk merevisi
atau membuat produk kecil. Saat pertama kali membuka butik, Yuky hanya
memperkerjakan 3 orang SPG dan 1 orang
administrasi. Sebetulnya saat itu ia juga sedang bingung antara mau meneruskan
kuliah S2 atau tidak. Kampusnya memang menawarkan beasiswa S2 di Australia.
Namun berkat masukan orang tuanya ia membatalkan rencana kuliah S2 nya dan
lebih memilih menjadi bos kecil di usahanya sendiri.
Awal membuka usaha sempat ada rasa pesimis, dan
berpikir apakah ada orang yang mau datang ke butiknya ? Karena waktu itu mal
tempat butiknya berada masih sepi. Pada hari pertama ia membuka butik juga sepi
pembeli. Namun saat melakukan grand
opening, entah tahu dari mana, banyak pengunjung yang datang. Kemudian
mereka menjadi pelanggan dan meninggalkan nomor telepon untuk minta dikabari
kalau ada model pakaian yang baru.
Pelanggannya rata-rata sekali belanja bisa
menghabiskan biaya Rp 1-3 juta per orang. Dan semua pakaian yang dibelinya itu
untuk dipakai sendiri. Yuky pun semakin terharu ketika pelanggannya mengucapkan
terima kasih karena sudah memikirkan kebutuhan mereka. Karena biasanya mereka
hanya bisa gigit jari bila melihat dress
yang cantik di butik. Mereka juga merasa selama ini tempat membeli baju yang
sesuai dengan ukuran tubuhnya sangat terbatas. Kalau ke factory outlet, misalnya, yang disediakan paling hanya model polo shirt. Memang sebelumnya sudah ada
toko yang menjual pakaian plus size,
tapi modelnya selalu tidak sesuai dengan usia mereka.
Pada kesempatan itu Yuky pun juga membagikan brosur
dan kartu nama. Akhirnya, dari mulut ke mulut pula usahanya ini berkembang.
Orang yang berbadan kurus pun turut mengambil brosur untuk diberitahukan pada
temannya. Dan di tahun kedua, ia berhasil membuka butik kedua di Mal Pondok
Indah serta di tahun ketiga membuka kembali di Mal Taman Anggrek atas tawaran
pihak pengelola.
Produk X to X terdiri dari dress, vest, bolero, summer dress, evening dress,
belt, legging, stocking, denim wear,
mulai dari hotpants sampai celana,
dan rok. Untuk blus, bolero, dan dress ukurannya mulai XL-8L, ukuran celana 33-44, serta sepatu
39-43. Per size baju ukuran lingkar
dadanya beda 5 cm. Pangsa pasarnya adalah perempuan usia 17-35 tahun. Namun
yang usia di atas 35 tahun banyak juga yang memakai, karena masih berjiwa muda.
Ciri kas X to X terletak pada motif dan siluet
busananya. Yuky memang masih berpegang pada prinsip mode. Yang melenceng adalah
warnanya, karena tidak harus selalu hitam. Busana yang ada di butiknya justru
hadir dengan warna-warni. Semua desain X to X selalu dibuat playfull dan ada sisi fun-nya. Misalnya, tabrak warna biru dan
pink, dan kemeja yang diberi sentuhan berupa ritsleting tembaga di bagian dada.
Saat menjelang Natal, Lebaran, Valentine, Chinese New
Year, jumlah produksi akan meningkat dua kali lipat dari hari biasa. Sementara
pada bulan biasa jumlah produksinya sekitar 500-700 buah. Satu ukuran baju
biasanya diproduksi 60 buah. Sementara, satu model ia buat hanya dalam tiga
ukuran, misalnya 3, 5, 7 atau 4, 6, 8. Jadi, satu model biasanya ada 180-200
buah. Harga termurah adalah belt,
mulai dari Rp 90.000 dan termahal adalah baju, yang bahkan ada yang seharga Rp
500.000.
Customer X to X mulai dari kalangan biasa sampai
selebriti, antara lain Nunung, Lula Kamal, Marcella Lumowa, Ira Maya Sopha, dan
Maya Wulan. X to X juga sempat menjadi busana tetapnya Shena saat tampil dalam
acara X Factor. Begitu juga dengan Regina saat tampil di Indonesian Idol. Peran
customer lah yang membuat Yuky selalu
optimis. Penjualan lewat online juga
sudah dimulai sejak 2013, dan pembelinya datang tidak hanya dari luar kota,
melainkan juga dari Malaysia dan Singapura. Bahkan pelanggan yang di Malaysia
biasanya membeli sampai Rp 20 juta untuk dijual kembali. Pembeli dari luar kota
pun juga sering mampir berbelanja ke butiknya kalau sedang di Jakarta.
Tantangan berbisnis di bidang ini terletak pada
pemilihan bahan. Tiga bulan pertama mengawali usahanya, ia masih kesulitan
mencari bahan yang tepat. Pernah ada customer-nya
yang komplain karena bajunya cepat sobek. Belajar dari hal itu, Yuky pun sangat
berhati-hati dalam memilih bahan agar tidak mudah sobek atau membuat keringat
berbau tidak sedap. Selain itu, bahan juga tidak boleh luntur dan menyusut.
Sulitnya adalah karena ia sendiri tidak mengalami memiliki tubuh plus size. Kalau saja tubuhnya berukuran
plus size tentu ia akan lebih
mengetahui bahan yang cocok dan nyaman untuk busananya.
Prinsip Yuky dalam berbisnis adalah tidak pernah
berhenti belajar, terutama dari para customernya. Stay foolish, stay hungry.
Apa yang mereka mau, selalu coba dipelajari. Ia pun sengaja menyebarkan nomor
ponselnya ke para customer, agar
mereka bisa lebih mudah memberikan masukan untuk X to X kapan pun. Bahkan ada
pelanggannya yang sejak awal membuka butik, masih setia memberi masukan hingga
sekarang. Mereka umumnya sudah sreg sekali dengan X to X.
Untuk memastikan customer
tidak salah gaya, semua SPG juga sudah dilatih untuk memberikan panduan
dalam memilih busana. Namun, kalau memang customernya
ingin memilih yang berbeda juga tidak masalah. Karena setiap orang memang
mempunyai taste masing-masing. Yang
penting, setelah memakai busana dari X to X mereka bisa tampil percaya diri. Selain
itu Yuky juga kerap menggunakan customer
yang cantik untuk dijadikan model saat ada acara fashion show. Rencana berikutnya, dalam waktu dekat Yuky juga akan
membuka butik ke empat di Jakarta, setelah itu baru ingin mengembangkan
usahanya ke luar kota. Ia juga berencana untuk rutin mengikuti acara Jakarta
Fashion & Food Festival.
Mengenai latar belakang keluarganya, Ayahnya dulu
adalah seorang manajer nasional di sebuah perusahaan farmasi dan kecantikan.
Sementara sang Ibu mempunyai usaha garmen khusus baju muslim. Sewaktu duduk di
bangku SD, Yuky mengaku sudah suka berjualan jepit rambut atas keinginan
sendiri. Setelah SMP, ia mencoba berjualan produk kecantikan secara MLM, kartu
Natal, dan sebagainya. Dan waktu SMA, ia sempat menjadi drummer sebuah band. Sementara ketika kuliah ia hanya fokus untuk
belajar saja.
Yuky sadar, ia bukan berasal dari keluarga kaya, jadi
harus benar-benar belajar agar bisa sukses. Ketika teman-temannya saat itu
pergi clubbing, ia memilih pergi ke
perpustakaan. Meski terdengar sangat membosankan, tapi baginya tidak masalah
karena toh saat ini ia senang dengan hasilnya. Kalau sedang tidak mengurusi
bisnisnya, Yuky senang menjalani hobinya diving
di berbagai tempat yang ada di Indonesia bersama anggota keluarganya.
____________________________
keren, salah satu differensiasi yang jarang dilirik orang. ^^
BalasHapus