Kamis, 11 September 2014




Melihat buah waluh alias labu kuning yang berpotensi besar di desanya hanya untuk pakan ternak, Nanik tergerak untuk mengangkat derajat para petani labu. Bersama kelompok yang dibinanya, ia berhasil membuat aneka makanan olahan dari labu dan mengantarnya meraih berbagai penghargaan. Waluh memang menjadi hasil pertanian yang potensial di daerah tempat tinggalnya, Desa Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Banyak petani yang menghasilkan waluh yang penanamannya tumpangsari dengan tembakau. Dulu, harga waluh sangat murah, hanya Rp 200 per kg. Masyarakat tidak ada yang tahu bagaimana cara mengolah waluh, selain dibuat kolak. Oleh karena itu, banyak waluh yang akhirnya hanya digunakan untuk pakan sapi.

Padahal menurut Nanik, kandungan gizi waluh lebih komplet dibanding buah lain. Saat itu, karena melihat harganya yang murah, Nanik pun tergerak untuk mengangkat waluh. Caranya dengan mengolah waluh menjadi makanan yang nilai ekonomisnya tinggi. Terbukti sekarang, dengan keberhasilannya mengolah waluh menjadi aneka makanan, harga waluh melonjak sampai Rp 2.500 per kg. Kenaikan harga ini tentu saja akan menguntungkan petani.




Nanik memulai usahanya di tahun 2002. Dulu, setiap Lebaran ia rajin membuat kue sendiri, termasuk geplak dari waluh, yang merupakan makanan favorit anak-anaknya. Setiap kali ikut pertemuan seperti acara Dharma Wanita, PKK, atau kelompok lainnya, ia juga selalu membawa geplak waluh buatannya untuk ia tawarkan pada teman-temannya. Ternyata banyak temannya yang senang kemudian memesan. Biasanya, mereka datang langsung ke rumah Nanik. Karena pesanan makin banyak, Nanik lalu mengajak kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang dibinanya. Kebetulan, ia memang bekerja di kantor BKKBN, sementara suaminya, Slamet, bekerja di Dinas Pertanian. Ia lalu membagi tugas dengan suaminya. Nanik di bagian produksi, sementara suami memegang urusan pemasaran.

Saat membuat geplak waluh yang rasanya manis itu, Nanik selalu mendengarkan saran dari masyarakat. Demi memperbaiki kualitas produk, misalnya saja soal bentuk, bila dulu bentuk geplak waluh bulat dan kurang diminati, ia lalu membuatnya dengan bentuk kerucut. Namun dalam perkembangan usahanya ini, ternyata ada juga yang mengaku tidak suka rasa manis sehingga batal membeli. Nunik berpikir, kasihan sekali kalau orang seperti itu yang sudah datang jauh-jauh ke tempatnya, tadi tidak bisa mendapatkan jajanan yang diharapkan. Selain itu, ia sendiri juga merasa sayang, kalau orang yang datang ke tempatnya hanya bisa membeli geplak saja. Dari situlah, terpikir membuat jajanan lain dengan rasa yang berbeda. Akhirnya ia membuat jajanan yang gurih dan kering, antara lain emping dan stik dari waluh. Dan ternyata rasanya lebih enak dan renyah. Makin lama, makin banyak makanan olahan yang ia buat dari waluh. Saat ini, sudah ada geplak, pia, stik, emping, gelek, sirup, wingko, egg roll, dan kembang goyang. Dan semuanya cukup laku diburu pembeli, walaupun geplak waluh tetap yang menjadi favorit.




Nunik betul-betul belajar sendiri membuat aneka jajanan itu, karena sebelumnya ia memang sudah sering membuat kue. Namun, meskipun begitu ia tetap harus melewati uji coba berkali-kali. Menurutnya, yang terpenting saat membuat harus konsentrasi, karena kalau tidak hasilnya tidak akan bagus. Bila terlalu matang, akan keras dan tidak bisa dicetak. Tapi sebaliknya kalau kurang matang, jadi lembek.

Masyarakat sekitar biasanya memesan gepak waluh dan olahan lainnya untuk acara hajatan, tahlil, pengajian, dan lain-lain. Yang paling banyak dipesan untuk hajatan adalah pia dan geplak. Dua makanan ini memang sangat luwes ditempatkan di kotak atau piring. Sementara masyarakat dari luar memesan untuk oleh-oleh. Tiap tahun, umumnya menjelang Lebaran, pesanan yang datang sangat banyak. Oleh karena itu Nanik pun harus meningkatkan jumlah produksinya. Ia senang makin lama olahan waluh makin dikenal dan diminati orang.

Keunggulan produk olahan waluh buatan Nanik adalah semuanya tanpa menggunakan bahan pengawet dan pemanis buatan. Itu sebabnya, geplak yang bentuknya seperti dodol dan pia hanya tahan tiga minggu saja. Sementara untuk stik bisa tahan sampai tiga bulan. Keunggulan lain, adalah pada rasanya yang memang enak dan harganya relatif murah. Satu kemasan geplak isi 20, harganya Rp 10.000. Sedangkan ukuran per kg harganya Rp 35.000. Untuk pia ada dua macam kemasan, isi 10 buah harganya Rp 9000, dan yang isi 20 buah harganya Rp 18.000. Lalu, egg roll dalam kemasan kotak Rp 12.500 dan yang dalam toples Rp 35.000. Jajanan gelek Rp 12.500 dan emping waluh Rp 10.000 per 250 gram. Nunik pun juga membuat sirup waluh, dengan harga Rp 17.500 per botol.




Setiap harinya Nunik membutuhkan 1—25 kg, atau rata-rata setiap bulan 1 kuintal waluh untuk seluruh produksinya itu. Pada bulan biasa, hasil produksinya bisa sebanyak 3-4 kuintal, tapi bila menjelang Lebaran bisa hampir 1 ton. Karena geplak dan pia hanya tahan tiga minggu, bila menjelang Lebaran ia baru membuat stoknya pada H-10 Lebaran. Sementara untuk emping, stik, dan gelek sudah distok sejak awal puasa. Karena keterbatasan tenaga kerja, ia membuat plot tugas per kelompok. Ada kelompok yang khusus membuat stik, membuat membuat gelek, dan membuat emping. Saat ini, Nunik memang cukup kewalahan menerima pesanan yang datang. Sangat berbeda dengan saat awal merintis usaha dulu yang lakunya tidak pasti. Dari awal usaha, setiap kali produksi ia langsung membuat dalam jumlah yang banyak, atau 10 kg waluh untuk satu resep.

Saat ini ia sudah memiliki empat orang karyawan. Namun kalau ditotal dengan kelompok UPPKS, ada sekitar 15 orang yang membantu usahanya. Mereka adalah ibu-ibu di sekitar lingkungan rumahnya, yang memang sangat senang bekerja pada Nunik karena bisa mendapat penghasilan tambahan. Nunik mengaku sampai sekarang ia tidak mempunyai kebun waluh sendiri. Ia selalu membelinya dari petani. Kalau sedang masuk masa panen, ia bisa menyetok hingga berton-ton. Kebetulan waluh memang tahan lama. Asal kulitnya tidak terluka, bisa awet sampai setahun.

Sejauh ini, untuk pemasaran ia hanya membuka toko di rumahnya dan mengikuti pameran. Banyak wisatawan dari luar kota termasuk dari Jakarta, Kalimantan, dan Sulawesi yang datang ke tempatnya. Kebetulan, kediamannya tidak begitu jauh dari lokasi wisata alam Kopeng yang terletak di lereng Gunung Merbabu. Toko yang ada di rumahnya ini sebenarnya berada di dalam gang kecil. Sebagai petunjuk, Nunik hanya membuat tanda plang di pinggir jalan. Seiring makin dikenalnya usaha Nunik, banyak juga yang melakukan studi banding ke rumahnya, termasuk yang datang dari luar Jawa. Bila ada mahasiswa pertukaran pelajar dari luar negeri yang sedang praktik di Getasan, pasti akan dibawa ke tempatnya oleh Kepala Desa. Mereka juga termasuk pembeli potensial. Belakangan ini, tempat produksi Nunik memang banyak bekerja sama dengan perguruan tinggi. Anak-anak Nunik, Metha Hestining Wigati dan Karuna Sabho Caroko, sekarang juga turut membantu berjualan lewat online. Dan ternyata pemesanan secara online pun hasilnya juga sangat lumayan.




Nunik mengakui perkembangan usahanya ini cukup bagus dan prospeknya cerah. Ia pun juga telah menjadi mitra binaan beberapa lembaga, seperti Disperindag, Dinas Pertanian, dan sebagainya. Pernah juga ia mendapat pinjaman modal dari BKKBN dan beberapa bank. Sekarang pun, juga sudah banyak yang melirik usahanya, termasuk dari luar Jawa. Nunik bersyukur, usaha ini telah memberikan berkah tersendiri. Apalagi ia juga beberapa kali diliput media lokal maupun nasional. Itu bisa menjadi sarana promosi gratis baginya.

Di tahun 2003, Nunik sempat mengikuti lomba inovasi hasil pertanian yang diadakan sebuah perguruan tinggi dan berhasil menjadi juara tiga. Selanjutnya, ia juga ikut lomba bidang wirausaha makanan olahan dari pertanian, yang diadakan Citibank dan Universitas Indonesia, dan meraih juara satu tingkat nasional. Setelah itu, usaha Nunik semakin terus berkembang. Tahun 2008 – 2009 ia mengikuti lomba pengajuan kredit ke bank yang diadakan Universitas Indonesia dan mendapat juara pertama. Tahun 2004 meraih juara tiga lomba PKK tingkat provinsi tentang makanan olahan. Tahun 2012, ia juga meraih juara pada lomba yang diadakan Kementerian Pertanian. Tahun 2013, ia mendapat juara dua lomba ketahanan pangan dan juga juara dua untuk lomba yang diadakan Disperindag provinsi. Total, ia meraih 2 juara dan 4 kali tingkat provinsi.

Awalnya motivasinya mengikuti lomba hanyalah untuk mengenalkan produk geplak waluh. Jadi, sambil mengikuti lomba ia juga bisa menjual produknya. Kartu nama pun juga selalu ia siapkan saat mengikuti lomba. Pernah dalam suatu lomba, ketika tiba waktunya untuk presentasi, beberapa kilogram geplak waluhnya yang ditinggal sebentar di meja pameran, tiba-tiba sudah habis dimakan pengunjung. Mungkin pengunjung menganggapnya itu bagian dari suguhan untuk para tamu. Meskipun begitu, Nunik senang karena itu berarti produknya diminati.




Nunik menjelaskan, waluh sendiri mempunyai beberapa manfaat. Antara lain untuk mengobati penyakit diabetes. Dan yang paling menonjol adalah untuk mengobati kolesterol. Bahkan Nunik mengaku dulu kolesterolnya pernah tinggi, dan sempat berobat ke dokter tapi tidak kunjung sembuh. Lalu ia mencoba minum air rebusan waluh selama seminggu, setelah itu barulah bisa sembuh. Sementara labu juga berguna sebagai penangkal kanker dan obat luka bakar. Kemudian bijinya bermanfaat untuk mengurangi pembengkakan kelenjar prostat para pria. Nunik becerita, ada pembeli dari Solo yang memesan biji waluh untuk dibuat kopi. Pembeli itu bercerita, kelenjar prostat dirinya nyaris dioperasi. Setelah minum obat tidak sembuh, dia mencoba minum kopi biji waluh. Sekitar 2-3 bulan sebelum dioperasi, dia coba kobtrol lagi dan ternyata sudah sembuh sampai sekarang. Selain gizinya lebih komplit, waluh juga mengandung antioksidan yang tinggi.

Rencana berikutnya, Nunik akan bekerja sama dengan sebuah universitas untuk membuat kue lidah kucing waluh. Ia sudah sempat mencobanya dan rasanya sangat enak. Nantinya, ia juga ingin memanfaatkan ibu-ibu yang tidak bekerja untuk mengerjakan produk ini. Tentu saja Nunik sangat senang, bisa berhasil mengangkat waluh yang semula hanya dijadikan pakan ternak, sekarang menjadi komoditas desa yang diperhitungkan. Ia juga bangga usahanya ini bisa mendatangkan rezeki untuk petani dan warga desanya. Memang awalnya ia juga tak menyangka berkat olahan waluh, dirinya bisa kedatangan tamu asing maupun dari dalam negeri. Tanpa olahan waluh, tentu saja ia tidak akan mungkin bisa bersilaturahmi dengan mereka. Banyak mahasiswa asing yang juga sering datang ke tempatnya, antara lain dari Jepang, Tiongkok, Belanda, Amerika, dan Australia. Menurut para mahasiswa asing itu, di negaranya waluh hanya dipakai untuk membuat sayur, dikukus, atau dibuat puding. Di tempat Nuniklah mereka akhirnya bisa belajar membuat produk olahan lain dari waluh.

NANIK DARYANTI
Alamat lengkap : Jln. Salatiga – Kopeng
Kompleks Pasar Getasan
Kelurahan Getasan, Kecamatan Getasan
Salatiga, Jawa Tengah
Telepon rumah : (0298) 318 152
Ponsel : 0815 776 17 09

2 komentar:

  1. Pagi Bu Nanik, wah senang ni dpt ilmu, mau coba ah... Btw yg direcom utk pemula yg mana ya ? Bikinnya gampang n utamanya minat pasarnya bagus. Trmkasih, salam sukses n bahagia buat bu Nanik sklrg, Utami Jaya

    BalasHapus
  2. sy tertarik dengan produknya...barangkali bisa ikut jualan produknya.hp sy 083838661818

    BalasHapus