Melihat buah waluh alias labu kuning yang berpotensi besar di desanya hanya untuk pakan ternak, Nanik tergerak untuk mengangkat derajat para petani labu. Bersama kelompok yang dibinanya, ia berhasil membuat aneka makanan olahan dari labu dan mengantarnya meraih berbagai penghargaan. Waluh memang menjadi hasil pertanian yang potensial di daerah tempat tinggalnya, Desa Getasan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Banyak petani yang menghasilkan waluh yang penanamannya tumpangsari dengan tembakau. Dulu, harga waluh sangat murah, hanya Rp 200 per kg. Masyarakat tidak ada yang tahu bagaimana cara mengolah waluh, selain dibuat kolak. Oleh karena itu, banyak waluh yang akhirnya hanya digunakan untuk pakan sapi.
Padahal
menurut Nanik, kandungan gizi waluh lebih komplet dibanding buah lain. Saat
itu, karena melihat harganya yang murah, Nanik pun tergerak untuk mengangkat
waluh. Caranya dengan mengolah waluh menjadi makanan yang nilai ekonomisnya
tinggi. Terbukti sekarang, dengan keberhasilannya mengolah waluh menjadi aneka
makanan, harga waluh melonjak sampai Rp 2.500 per kg. Kenaikan harga ini tentu
saja akan menguntungkan petani.
Nanik memulai
usahanya di tahun 2002. Dulu, setiap Lebaran ia rajin membuat kue sendiri,
termasuk geplak dari waluh, yang merupakan makanan favorit anak-anaknya. Setiap
kali ikut pertemuan seperti acara Dharma Wanita, PKK, atau kelompok lainnya, ia
juga selalu membawa geplak waluh buatannya untuk ia tawarkan pada
teman-temannya. Ternyata banyak temannya yang senang kemudian memesan.
Biasanya, mereka datang langsung ke rumah Nanik. Karena pesanan makin banyak,
Nanik lalu mengajak kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera
(UPPKS) yang dibinanya. Kebetulan, ia memang bekerja di kantor BKKBN, sementara
suaminya, Slamet, bekerja di Dinas Pertanian. Ia lalu membagi tugas dengan
suaminya. Nanik di bagian produksi, sementara suami memegang urusan pemasaran.
Saat membuat
geplak waluh yang rasanya manis itu, Nanik selalu mendengarkan saran dari
masyarakat. Demi memperbaiki kualitas produk, misalnya saja soal bentuk, bila
dulu bentuk geplak waluh bulat dan kurang diminati, ia lalu membuatnya dengan
bentuk kerucut. Namun dalam perkembangan usahanya ini, ternyata ada juga yang
mengaku tidak suka rasa manis sehingga batal membeli. Nunik berpikir, kasihan
sekali kalau orang seperti itu yang sudah datang jauh-jauh ke tempatnya, tadi
tidak bisa mendapatkan jajanan yang diharapkan. Selain itu, ia sendiri juga
merasa sayang, kalau orang yang datang ke tempatnya hanya bisa membeli geplak
saja. Dari situlah, terpikir membuat jajanan lain dengan rasa yang berbeda.
Akhirnya ia membuat jajanan yang gurih dan kering, antara lain emping dan stik
dari waluh. Dan ternyata rasanya lebih enak dan renyah. Makin lama, makin
banyak makanan olahan yang ia buat dari waluh. Saat ini, sudah ada geplak, pia,
stik, emping, gelek, sirup, wingko, egg
roll, dan kembang goyang. Dan semuanya cukup laku diburu pembeli, walaupun
geplak waluh tetap yang menjadi favorit.
Nunik
betul-betul belajar sendiri membuat aneka jajanan itu, karena sebelumnya ia
memang sudah sering membuat kue. Namun, meskipun begitu ia tetap harus melewati
uji coba berkali-kali. Menurutnya, yang terpenting saat membuat harus
konsentrasi, karena kalau tidak hasilnya tidak akan bagus. Bila terlalu matang,
akan keras dan tidak bisa dicetak. Tapi sebaliknya kalau kurang matang, jadi
lembek.
Masyarakat
sekitar biasanya memesan gepak waluh dan olahan lainnya untuk acara hajatan,
tahlil, pengajian, dan lain-lain. Yang paling banyak dipesan untuk hajatan
adalah pia dan geplak. Dua makanan ini memang sangat luwes ditempatkan di kotak
atau piring. Sementara masyarakat dari luar memesan untuk oleh-oleh. Tiap
tahun, umumnya menjelang Lebaran, pesanan yang datang sangat banyak. Oleh karena
itu Nanik pun harus meningkatkan jumlah produksinya. Ia senang makin lama
olahan waluh makin dikenal dan diminati orang.
Keunggulan
produk olahan waluh buatan Nanik adalah semuanya tanpa menggunakan bahan
pengawet dan pemanis buatan. Itu sebabnya, geplak yang bentuknya seperti dodol
dan pia hanya tahan tiga minggu saja. Sementara untuk stik bisa tahan sampai
tiga bulan. Keunggulan lain, adalah pada rasanya yang memang enak dan harganya
relatif murah. Satu kemasan geplak isi 20, harganya Rp 10.000. Sedangkan ukuran
per kg harganya Rp 35.000. Untuk pia ada dua macam kemasan, isi 10 buah
harganya Rp 9000, dan yang isi 20 buah harganya Rp 18.000. Lalu, egg roll dalam kemasan kotak Rp 12.500
dan yang dalam toples Rp 35.000. Jajanan gelek Rp 12.500 dan emping waluh Rp
10.000 per 250 gram. Nunik pun juga membuat sirup waluh, dengan harga Rp 17.500
per botol.
Setiap harinya
Nunik membutuhkan 1—25 kg, atau rata-rata setiap bulan 1 kuintal waluh untuk
seluruh produksinya itu. Pada bulan biasa, hasil produksinya bisa sebanyak 3-4
kuintal, tapi bila menjelang Lebaran bisa hampir 1 ton. Karena geplak dan pia
hanya tahan tiga minggu, bila menjelang Lebaran ia baru membuat stoknya pada
H-10 Lebaran. Sementara untuk emping, stik, dan gelek sudah distok sejak awal
puasa. Karena keterbatasan tenaga kerja, ia membuat plot tugas per kelompok.
Ada kelompok yang khusus membuat stik, membuat membuat gelek, dan membuat
emping. Saat ini, Nunik memang cukup kewalahan menerima pesanan yang datang.
Sangat berbeda dengan saat awal merintis usaha dulu yang lakunya tidak pasti.
Dari awal usaha, setiap kali produksi ia langsung membuat dalam jumlah yang
banyak, atau 10 kg waluh untuk satu resep.
Saat ini ia
sudah memiliki empat orang karyawan. Namun kalau ditotal dengan kelompok UPPKS,
ada sekitar 15 orang yang membantu usahanya. Mereka adalah ibu-ibu di sekitar
lingkungan rumahnya, yang memang sangat senang bekerja pada Nunik karena bisa
mendapat penghasilan tambahan. Nunik mengaku sampai sekarang ia tidak mempunyai
kebun waluh sendiri. Ia selalu membelinya dari petani. Kalau sedang masuk masa
panen, ia bisa menyetok hingga berton-ton. Kebetulan waluh memang tahan lama.
Asal kulitnya tidak terluka, bisa awet sampai setahun.
Sejauh ini,
untuk pemasaran ia hanya membuka toko di rumahnya dan mengikuti pameran. Banyak
wisatawan dari luar kota termasuk dari Jakarta, Kalimantan, dan Sulawesi yang
datang ke tempatnya. Kebetulan, kediamannya tidak begitu jauh dari lokasi
wisata alam Kopeng yang terletak di lereng Gunung Merbabu. Toko yang ada di
rumahnya ini sebenarnya berada di dalam gang kecil. Sebagai petunjuk, Nunik
hanya membuat tanda plang di pinggir jalan. Seiring makin dikenalnya usaha
Nunik, banyak juga yang melakukan studi banding ke rumahnya, termasuk yang
datang dari luar Jawa. Bila ada mahasiswa pertukaran pelajar dari luar negeri
yang sedang praktik di Getasan, pasti akan dibawa ke tempatnya oleh Kepala
Desa. Mereka juga termasuk pembeli potensial. Belakangan ini, tempat produksi
Nunik memang banyak bekerja sama dengan perguruan tinggi. Anak-anak Nunik,
Metha Hestining Wigati dan Karuna Sabho Caroko, sekarang juga turut membantu
berjualan lewat online. Dan ternyata
pemesanan secara online pun hasilnya juga
sangat lumayan.
Nunik mengakui
perkembangan usahanya ini cukup bagus dan prospeknya cerah. Ia pun juga telah
menjadi mitra binaan beberapa lembaga, seperti Disperindag, Dinas Pertanian,
dan sebagainya. Pernah juga ia mendapat pinjaman modal dari BKKBN dan beberapa
bank. Sekarang pun, juga sudah banyak yang melirik usahanya, termasuk dari luar
Jawa. Nunik bersyukur, usaha ini telah memberikan berkah tersendiri. Apalagi ia
juga beberapa kali diliput media lokal maupun nasional. Itu bisa menjadi sarana
promosi gratis baginya.
Di tahun 2003,
Nunik sempat mengikuti lomba inovasi hasil pertanian yang diadakan sebuah
perguruan tinggi dan berhasil menjadi juara tiga. Selanjutnya, ia juga ikut
lomba bidang wirausaha makanan olahan dari pertanian, yang diadakan Citibank
dan Universitas Indonesia, dan meraih juara satu tingkat nasional. Setelah itu,
usaha Nunik semakin terus berkembang. Tahun 2008 – 2009 ia mengikuti lomba
pengajuan kredit ke bank yang diadakan Universitas Indonesia dan mendapat juara
pertama. Tahun 2004 meraih juara tiga lomba PKK tingkat provinsi tentang
makanan olahan. Tahun 2012, ia juga meraih juara pada lomba yang diadakan
Kementerian Pertanian. Tahun 2013, ia mendapat juara dua lomba ketahanan pangan
dan juga juara dua untuk lomba yang diadakan Disperindag provinsi. Total, ia
meraih 2 juara dan 4 kali tingkat provinsi.
Awalnya
motivasinya mengikuti lomba hanyalah untuk mengenalkan produk geplak waluh.
Jadi, sambil mengikuti lomba ia juga bisa menjual produknya. Kartu nama pun
juga selalu ia siapkan saat mengikuti lomba. Pernah dalam suatu lomba, ketika
tiba waktunya untuk presentasi, beberapa kilogram geplak waluhnya yang
ditinggal sebentar di meja pameran, tiba-tiba sudah habis dimakan pengunjung.
Mungkin pengunjung menganggapnya itu bagian dari suguhan untuk para tamu.
Meskipun begitu, Nunik senang karena itu berarti produknya diminati.
Nunik
menjelaskan, waluh sendiri mempunyai beberapa manfaat. Antara lain untuk
mengobati penyakit diabetes. Dan yang paling menonjol adalah untuk mengobati
kolesterol. Bahkan Nunik mengaku dulu kolesterolnya pernah tinggi, dan sempat
berobat ke dokter tapi tidak kunjung sembuh. Lalu ia mencoba minum air rebusan
waluh selama seminggu, setelah itu barulah bisa sembuh. Sementara labu juga
berguna sebagai penangkal kanker dan obat luka bakar. Kemudian bijinya
bermanfaat untuk mengurangi pembengkakan kelenjar prostat para pria. Nunik
becerita, ada pembeli dari Solo yang memesan biji waluh untuk dibuat kopi.
Pembeli itu bercerita, kelenjar prostat dirinya nyaris dioperasi. Setelah minum
obat tidak sembuh, dia mencoba minum kopi biji waluh. Sekitar 2-3 bulan sebelum
dioperasi, dia coba kobtrol lagi dan ternyata sudah sembuh sampai sekarang.
Selain gizinya lebih komplit, waluh juga mengandung antioksidan yang tinggi.
Rencana
berikutnya, Nunik akan bekerja sama dengan sebuah universitas untuk membuat kue
lidah kucing waluh. Ia sudah sempat mencobanya dan rasanya sangat enak.
Nantinya, ia juga ingin memanfaatkan ibu-ibu yang tidak bekerja untuk
mengerjakan produk ini. Tentu saja Nunik sangat senang, bisa berhasil
mengangkat waluh yang semula hanya dijadikan pakan ternak, sekarang menjadi
komoditas desa yang diperhitungkan. Ia juga bangga usahanya ini bisa
mendatangkan rezeki untuk petani dan warga desanya. Memang awalnya ia juga tak
menyangka berkat olahan waluh, dirinya bisa kedatangan tamu asing maupun dari dalam
negeri. Tanpa olahan waluh, tentu saja ia tidak akan mungkin bisa bersilaturahmi
dengan mereka. Banyak mahasiswa asing yang juga sering datang ke tempatnya,
antara lain dari Jepang, Tiongkok, Belanda, Amerika, dan Australia. Menurut para
mahasiswa asing itu, di negaranya waluh hanya dipakai untuk membuat sayur,
dikukus, atau dibuat puding. Di tempat Nuniklah mereka akhirnya bisa belajar
membuat produk olahan lain dari waluh.
NANIK DARYANTI
Alamat lengkap : Jln. Salatiga – Kopeng
Kompleks Pasar Getasan
Kelurahan Getasan, Kecamatan Getasan
Salatiga, Jawa Tengah
Telepon rumah : (0298) 318 152
Ponsel : 0815 776 17 09
NANIK DARYANTI
Alamat lengkap : Jln. Salatiga – Kopeng
Kompleks Pasar Getasan
Kelurahan Getasan, Kecamatan Getasan
Salatiga, Jawa Tengah
Telepon rumah : (0298) 318 152
Ponsel : 0815 776 17 09
Pagi Bu Nanik, wah senang ni dpt ilmu, mau coba ah... Btw yg direcom utk pemula yg mana ya ? Bikinnya gampang n utamanya minat pasarnya bagus. Trmkasih, salam sukses n bahagia buat bu Nanik sklrg, Utami Jaya
BalasHapussy tertarik dengan produknya...barangkali bisa ikut jualan produknya.hp sy 083838661818
BalasHapus